By Oky Rachmatulloh
Ini nama sebuah acara dalam perhelatan Khutbatul Arsy di Gontor. Pekan perkenalan bagi para santri baru. Disini mereka dikenalkan berbagai budaya yg menggambarkan betapa mereka akan berkawan dengan ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Acara ini berisi penampilan Budaya dari tanah serambi mekkah sampai Bumi Cendrawasih.
Iya, dari tari saman, tari lilin, tari apa yg menggunakan sarung dari bangka belitung itu, lenong dari Jakarta, angklung dari sunda, tari reog dari tuan rumah Ponorogo, tari cambuk dari lombok, dan hampir semua budaya daerah ditampilkan. Untuk agar para santri juga tahu, betapa kita ini hidup di Indonesia yg kaya akan budaya dan tradisi. Budaya yg betul-betul perlu kita lestarikan dalam balutan nuansa Islami yg kental. Bukan meniru budaya bangsa lain yg belum tentu sesuai dengan bangsa kita.
Reog ditampilkan tanpa harus membakar kemenyan. Tari cambuk tidak perlu harus mengenai tubuh, cukup mengenai perisainya. Tari papua juga tidak harus dengan membuka auratnya, bahkan lenong betawi pun ditampilkan tanpa ada kelucuan yg menghina orang lain.
Dulu ada sebuah percakapan (sebagaimana yg diceriterakan Ust Amal Fathullah) yg seingat saya antara seorang Ust dan seorang tamu. Pada perbincangan itu diceriterakan bahwa santri Gontor hanya diizinkan berbicara dalam bahasa Indonesia selama dua bulan pertama, setelah itu semuanya wajib berbahasa Arab dan Inggris...
"Lalu bagaimana Gontor mengajarkan tentang Budaya Nusantara kepada para santrinya?? Dimana nasionalismenya??"
Dijawab pertanyaan itu dengan senyum:
"Soal nasioanlisme, jangan pernah tanyakan itu kepada pesantren, karena jiwa tidak mau di jajah itu sudah menjadi Budaya dan tradisi pesantren selama ratusan tahun. Kami upacar setiap 17 agustus, kami upacar sebelum latihan pramuka, pancasila mungkin bukan sesuatu yg kami hafalkan, tapi nilai-nilai pancasila sudah kami terapkan jauh sebelum pancasila itu ditemukan...
...soal mengenal Budaya, setiap tahun kami tampilakan penampilan Budaya berbagai daerah yg ditampilkan secara Islami, sebagai sarana pengenalan Bidaya bangsa kepada para santri..."
Demikianlah kami diajarkan untuk menghargai budaya, tanpa harus kehilangan kepercayaan kami kepada Islam sebagai Agama....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar