Alumni Gontor di 5 Benua Bercerita
Selama hampir 7 jam, saya mengikuti acara Tajammuk Pendidikan.
Saya tertarik mengikuti acara yang diselenggaraan oleh Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) itu, sebab saya mendapat amanah menjadi pengurus 4 yayasan. Semuanya mengelola lembaga pendidikan, pesantren. Salah satu yayasan, merintis Pesantren Internasional.
Sebagai penyelenggara sekaligus pengelola pendidikan Islam, saya harus belajar dari lembaga pendidikan yang sudah sukses. Selama ini, sudah puluhan lembaga pendidikan di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur saya kunjungi.
Oleh sebab itu, ketika saya mengetahui acara bertemakan "From Pesantren to The World", saya langsung meluangkan waktu dan mengosongkan pikiran untuk menyerap succes story Pesantren Modern Gontor yang hampir 100 tahun.
Selesai mengimami sholat berjamaah bersama keluarga, saya langsung mengklik link Channel Youtube "Tazakka TV". Acara mulai pukul 19.00 WIB.
Kiai Anang Rikza Masyhadi memoderatori acara di Zoom Meeting dan live di Youtube itu. Kakak Anizar Masyhadi dan Anisia Kumala Masyhadi itu mempersilahkan Prof. Amal Fathullah Zarkasyi.
Sang Profesor menjelaskan 4 jenis pendidikan, pendidikan holistik Gontor dan menceritakan para alumninya yang sukses berkiprah di tingkat internasional, meskipun tidak kuliah di luar negeri. Diantaranya Prof. Muh. Habib Chirzin, KH. Hasyim Muzadi, AM. Fachir, dan yang lainnya.
Artinya, menurut beliau, bekal dari Gontor sebenarnya sudah mampu, membuat alumni Gontor bergaul tingkat internasional, apalagi melanjutkan kuliah di manca negara.
Setelah itu, Kiai Anang mempersilahkan hampir 40 alumni Gontor yang kuliah di 23 negara untuk bercerita tentang pengalaman mereka menimba ilmu di 5 benua.
Diantara alumni Gontor bercerita, ada beberapa orang saya kenal, bahkan sering bertemu waktu di Mesir, termasuk Sang Moderator, Kiai Anang.
Sangat menarik adalah para alumni Gontor itu sepakat bahwa mereka sangat terkesan dengan pendidikan di Gontor dan Gontor menjadi wasilah mereka bisa belajar di penjuru dunia.
Semakin menarik ketika Doktor Hamid Fahmi Zarkasyi mengemukakan 1000 Gontor dan tantangan kepada alumni untuk menulis 100 judul buku untuk merayakan 100 tahun Gontor. Menurutnya, Gontor memiliki super sistim dan ini belum diteorikan, alias belum ditulis secara lengkap.
Di penghujung acara--saya melihat jarum jam pukul 01.35 WIB, Pimpinan Pesantren Modern Tazakka - Batang, Kiai Anang, itu memberikan kesimpulan:
1. Gontor memiliki learning habits.
Di Gontor, baik kiai maupun santri mencintai ilmu. Kecintaan inilah membuat mereka siap belajar, di mana dan kapan saja. Bahkan 24 jam dalam satu hari, semuanya sebagai proses belajar.
Gontor tidak hanya transfer ilmu, melainkan mengajarkan cara belajar. Gontor memberikan kunci ilmu, agar para santrinya mampu membuka pintu gudang ilmu.
Kebiasaan belajar ini, membuat para santri merasa malu, ketika berjalan tidak menenteng buku.
2. Gontor merancang mimpi.
Dari cerita para alumni Gontor itu, saya menangkap sosok Tri Murti yang memang visioner. Mereka memiliki mimpi, atau cita-cita.
Mimpi inilah yang membuat Gontor menjadi lembaga pendidikan alternatif di abad 20 dan di abad 21 ini Gontor memberikan UNIDA bukan hanya untuk Indonesia, melainkan untuk dunia. UNIDA ini adalah mimpi bersama keluarga besar Gontor.
Cara berpikir 5, 10, 25, dan 100 tahun Tri Murti dan para Kiai Gontor itu diturunkan kepada santri melalui mahfuzot, taushiyah, dan obrolan sehari-hari, bahkan lewat nama bangunan.
3. Gontor membangun international competent.
Gontor lahir terinspirasi dari lembaga pendidikan internasional, Al-Azhar Mesir dan Aligarh India. Oleh sebab itu, wajar apabila pendiri Gontor memiliki wawasan global dan berupaya menjadikan Gontor mendunia dan santrinya memiliki kompetensi internasional.
4. Gontor membekali santri bahasa asing: Arab dan Inggris.
Mendengarkan alumni Gontor yang menimba ilmu di 23 manca negara --diantaranya: Australia, Jerman, Prancis, UK, Mesir, Amerika, China, Spanyol, Belgia, Madinah, Jepang, India, Rusia, Belanda, Pakistan, Tunisia, Sudan, Malaysia, Brunai, dst-- bercerita, saya menangkap memang keahlian berbahasa asing itu disiapkan bukan sekedar tren, melainkan alat agar para santri untuk berkiprah di tingkat internasional.
5. Gontor memiliki etos gerak.
Alumni Gontor itu bercerita bahwa selama mereka menjadi santri tidak ada waktu sia-sia, melainkan penuh kesibukan dan produktif.
Etos kerja itulah yang membuat santri dan alumni Gontor berbeda dari yang lainnya. Mereka bergerak dan menggerakan.
6. Gontor membekali santri dengan leadership.
Sampai detik ini, kekhasan Gontor ini masih dipertahankan. Santri dilatih siap dipimpin dan memimpin.
Gontor memiliki sistim kepemimpinan tersendiri. Ini sangat membekas di jiwa para santri.
7. Gontor melahirkan social capital.
Kiai Anang, mengatakan bahwa 6 hal sebelummya melahirkan trust, sehingga alumni Gontor banyak mendapatkan beasiswa.
Namun saya melihat, bukan hanya trust saja, melainkan mereka memiliki modal sosial berupa jejaring luar biasa. Ini terbukti dengan berdirinya IKPM di berbagai daerah, FPAG, dan acara Tajammuk Pendidikan ini sebagai bukti bahwa alumni Gontor berjejaring.
Itulah secuil catatan saya terhadap acara teman-teman Gontor. Saya bukan alumnus Gontor, tetapi sering bergaul dengan alumni Gontor.
Dan saya berbahagia, umat Islam dan bangsa Indonesia memiliki lembaga pendidikan seperti Gontor, sehingga saya mengamini harapan Dr. Din Syamsudin bahwa suatu saat Indonesia menjadi poros ulama global dan memimpin peradaban dunia.
Semoga!
Garut, 27 Mei 2020
Udo Yamin Majdi
===
#TajammukPendidikan
#BerguruKepadaGontor
#AlumniBercerita
#PendidikanHolistik
Tulisan Udo Yamin Majdi diatas saya lengkapi dengan video berikut:
https://youtu.be/15NiaNpzUCk
Kok Cerita Bersambung di blog anda dihapus semua kenapa Pak. Padahal buat selingan baca menyenangkan lhoh
BalasHapusAda yg keberatan sata simpan di sini saja pak
BalasHapus