Sabtu, 30 April 2022

Lokwis: Banto Royo

 Keseruan siang ini kami manfaatkan dengan membawa seluruh cucu ama Asma Yati, kecuali si sulung kakak Fadhilah Azzahra yang absent karena sedang study di Islamabad Pakistan. Kami menikmati kebersamaan anak anak ini di salah satu lokasi wisata terdekat dari rumah, yakni Banto Royo. 


Dengan berdesakan di mobil Terios suasana menjadi ceria. Tak ada kesempitan, karena seluruh rongga yang ada adalah kebahagiaan. Kebahagiaan yang baru terulang lagi setelah empat tahun berlalu. Efek Covid yang membatasi kami berkumpul. Terakhir itu lebaran 2018.


Sejatinya lokasi wisata ini sudah tutup sejak awal Ramadhan dan akan dibuka lagi lebaran hari ke dua nanti. Saat ini para crew sedang bertugas memperbaiki semua wahana agar layak dan aman dinikmati oleh para wisatawan domestik. Kami yakin saat dibuka pada hari Selasa, tanggal 3 Mei akan dibanjiri oleh para pengunjung hingga akhir masa liburan lebaran nanti. 


Lokasi yang tak jauh dari pusat kota Bukittinggi sangat asyik untuk dinikmati. Alam perbukitan yang membentang sepanjang mata memandang. Suasana hijau asri ini dilingkupi oleh birunya langit terpampang serta perpaduan kuning dan hijaunya sawah di sepanjang jalan menuju lokasi sangat memanjakan mata bagi anak rantau yang ingin mengisi hari-hari dalam liburan lebaran tahun ini. Keramaian para perantau yang tertahan rindu selama dua tahun ini, membludak lebaran tahun 2022 ini. Perkiraan pemda Propinsi ada sekitar 1,8 juta yang mudik ke ranah minang saat ini. 


InsyaAllah lokasi wisata ini dan juga tempat tempat lainnya sudah siap memanjakan selera anak rantau. Seperti yang kami amati kemarin hari Jumat, sepanjang lembah Anai, tempat pemandian alami sedang berbenah diri. Sudah terbayang akan terjadi kemacetan sepanjang jalur ini setelah lebaran hari pertama nanti. Lokasi ini juga menjadi tempat favorit untuk kumpul bersama sanak famili. Tempat rekreasi yang sangat terjangkau. Selain menikmati alam yang indah, udara yang sangat bersih dan bisa mandi-mandi tanpa ada batasan waktu. Pemandian alam ini sangat dinanti-nanti. Murah meriah so pasti. 


Begitu juga dengan Banto Royo dan Tarusan Kamang yang sangat berdekatan. Ada lokasi kulineran Teh Talua Tapai dengan aneka jajanan khas lainnya di antara ke dua tempat lokasi wisata ini. 


Nah kami ke sini tadi, terpaksa sedikit memaksa. Area Banto Royo ini memang belum buka. Tetapi dengan alasan bahwa kami akan balik ke rantau lebih awal, yakni tanggal DUA Syawal sesuai rencana, si bapak yang jaga akhirnya luluh juga.



Apalagi ketika beliau bertanya, "Anak anak darimana?". Spontan saja saya menjawab bahwa kami semua dari kota yang berbeda. Ada yang dari Batam, Pekanbaru, Padang dan Jakarta. Jawaban ini membuat si bapak makin tersentuh dan akhirnya kami diizinkan untuk masuk. Tanpa tiket, tanpa ada petugas yang menemani, tanpa bisa menikmati keseluruhan wahana. Tapi bagi kami tak mengapa, karena anak anak butuh kebersamaan saja. 


Bahagia mereka semua tak tertahankan. Ketika diizinkan masuk mereka langsung mencari tempat main yang mereka suka. Anda Yolanda yang sedang menuju ke tempat kami dengan ojeknya, terpaksa kami telepon untuk membeli makanan ikan. Sejatinya di Banto Royo ini paka ikan pun dijual di tempat, namun karena petugas tak ada, penjualan makanan ikan pun tak ada. 



Alhamdulillah Yolanda datang dengan membawa satu kilo pakan ikan, anak anak jadi rebutan. Rebutan mengambil ikan dan memberi ikan makan. Ikan ikan yang banyak ini, selama ramadhan ikut berpuasa karena tak ada pengunjung yang datang. Ikan mencari makannya sendiri sendiri dengan menu standar alami yang ada di rawa ini. 



Teriakan dan celotehan anak anak memberi makan menjadi hiburan tersendiri bagi kami. Saya sempat berkomentar, "Memberik makan ikan ini saja alangkah bahagianya. Apalagi jika kelak mereka mereka ini bisa memberi makan banyak orang". Sang Bundo yang disamping saya, tersenyum dan mengaminkan. Pada Imam, Akbar dan Aira yang mendengar, semoga apa yang saya sampaikan tertanam di alam bawah sadarnya masing masing. 


Bahagia mereka adalah kebahagiaan kami. Ada di antara mereka yang bisa membelai kepala dan punggung ikan, ada juga yang mencoba menyuapkan ikan makan dan ada yang mencoba memasukan telunjuk nya ke dalam mulut ikan. Tentu ini menjadi keseruan bagi mereka. Menjadi teriakan bahagia mereka. Alhamdulillah ada kepuasan. 


Lebih sekitar satu jam-an kami di sini, mentari makin meninggi, panas pun sudah menyapu kulit dan muka kami, dan akhirnya kami pun pamit meninggalkan lokasi. Takut kelamaan di sini, anak anak jadi dehidrasi. Jangan sampai puasanya batal di tengah hari. Selain itu tentu kami tak ingin pula menggangu petugas yang sedang renovasi. 


Kami pamit dan mengucapkan terimakasih serta memberi tips sekedar basa-basi. Kami senang, petugas yang mendampingi pun puas. Dan semoga tulisan saya ini, menjadi media promosi crew Banto Royo dan bagi sanak saudara yang akan menikmati suasana lebaran nanti. 


Semoga tempat wisata ini bisa menjadi alternatif untuk disinggahi dan dinikmati bersama sanak famili. 


Kapau, 30 April 2022

14.41 WIB

Kamis, 28 April 2022

Simpang Tanjung Alam




Tadi malam saya sengaja mengajak Imam untuk sholat Isya, Tarawih dan Witir di masjid Nurul Huda di dekat simpang Tanjung Alam. Mesjid yang selalu ngangenin untuk dikunjungi setiap pulang kampung, selain mesjid Raya Bukittinggi di pasar Ateh dan mesjid Raya Pandai Balasan di Kapau. 


Saya terkesan dengan ketenangan dan kenyamanan sholat di mesjid ini ketika pulang bulan Desember yang lalu. Ketika sholat maghrib dan Isya di sini, lantunan suara imam nya mengingatkan saya akan suasana sholat di tanah suci. Imam masjid nya masih muda. 


Dan suasana itu kembali saya dapatkan tadi malam saat sholat Isya, tarawih dan witir di sini bersama anak kami Muhammad Imam Abdurrahman. Suasana seperti ini semoga menjadi catatan bagi anak bujang kami kelak. Meski usianya masih muda, InsyaAllah beberapa tahun ke depan dia akan tumbuh dan berkembang menjadi Imam yang fasih bacaaannya, enak didengar suaranya ketika membaca qalam Illahi. 


Saya bersyukur tiada keengganan dari Imam saya ini untuk diajak safari ke mesjid mesjid selama Ramadhan sekarang ini. Mungkin ini sudah menjadi kebiasaan kami dulunya ketika mereka masih kecil kecil. Dulu sebelum mereka kenal dengan pondok pesantren, setiap Ramadhan kami sering melakukan iktikaf di mesjid besar di kawasan Bintaro Jaya. Kami membawa bekal dari rumah dan buka puasanya di Mesjid dan seringnya itu di Mesjid Raya Bintaro Jaya Sektor 9 Bintaro. 


Tadi malam, selepas sholat Isya kajian diisi sebagai pembuka dari santriwati dari salah satu pasantren di kota Bukittinggi dan satu lagi dari ustadz yang saya lupa namanya. Akhir dua kali tausyiah ini sekitar jam 20.45 WIB dan baru dilanjutkan dengan sholat tarawih dan witir. Sholat tarawihnya 2 x 4 rakaat dan witirnya ditutup langsung dengan 3 rakaat. Waktu yang lama sebenar nya, tetapi tidak membuat saya terkantuk kantuk. Bacaan imamnya sangat sangat merdu. Luar biasa. Ada ketenangan yang saya rasakan. 


Setelah selesai sholat, saya mengajak Imam untuk kulineran di simpang Tanjung Alam ini. Saya sebenarnya pengen menikmati lagi sekoteng yang menjadi langganan saya, dan biasanya Imam lebih memilih teh telor. Tetapi malam tadi dia tak berminat minum teh telor, tetapi lebih memilih makan sate. 


Akhirnya saya yang mengalah. Kami menikmati seporsi masing-masing sate Danguang Danguang yang berseberangan jalan dengan tempat kami minum teh telor, sekoteng dan tomat top biasanya. Wah, ternyata lahap makan si Bujang kami ini. Saya akui memang enak sekali sate yang ada di sini. Bumbunya terasa, kuahnya tak terlalu pedas dan dagingnya itu bener bener empuk. "Lamak bana', kato Imam. Seporsi sate Danguang Danguang ini Rp. 20.000,- dan setengahnya Rp. 15.000,-. Harga yang pas dengan rasa yang top markotop ini. Enak banget dah. 


Ada yang terpuaskan dalam hal selera malam tadi. Sesuatu banget bagi saya bila tetap bisa menjaga selera anak anak dengan masakan ataupun minuman dari ranah minang ini. Meskipun kelak rantau mereka lebih jauh dari saya, semoga momen momen seperti ini mengingatkan mereka untuk bisa rutin pulang kampung di suatu masa nanti.


Menikmati alam ranah minang yang elok dipandang, kulinerannya yang enak enak, b

"Budayanya yang takkan lekang di panas dan takkan lapuk di hujan", insyaAllah menjadi pengikat dimana pun  kelah mereka berada. 


Kampuang nan jauh di mato, tetapi tetap dekat di hati. 


#####


Bagi pulkamer ataupun anak rantau, simpang Tanjung Alam banyak menyediakan tempat tempat kulineran yang enak dan mesjidnya yang indah dan nyaman buat kita tetap bisa melaksanakan sholat wajib tepat waktu. 

Saya merekomendasikannya area ini sebagai alternatif bila pusat kota macet dalam liburan lebaran. Banyak pilihan kuliner enaknya. Trust me!!! 


Kapau, 28  April 2022

17.50 WIB, menjelang waktu berbuka.

Rabu, 27 April 2022

 Menjalin Silaturahmi


Alhamdulillah, siang ini saya dan Bundo menemani anak bujang kami, Muhammad Imam Abdurrahman untuk bersilaturahmi dengan ustadz Marfendi. Sang ustadz yang sangat rendah hati ini menerima kami di ruang dinasnya di Kantor Pemkot Bukittinggi. 


Banyak cerita dan hikmah yang mengalir selama kami berdiskusi selama hampir dua jam di sana. Sang ustadz yang juga alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo marhalah 84, yang ternyata sudah menjadi aktifis partai PKS dan mengabdikan diri sebagai seorang yang peduli dengan dunia pendidikan di Sumatera Barat. Pernah berkecimpung dalam membangun dan membesar pendidikan Adzkia, pondok pesantren Ar-Risalah dsb. Kepedulian itu masih berlanjut hingga saat ini. 


Saat menjadi anggota DPRD propinsi Sumatra Barat periode 1999 - 2004, ternyata juga menjadi teman satu komisi dengan om Sandal Bahauddin. Ada benang merah diskusi kami dalam hal ini. Kedekatan beliau dengan almarhum Bang Saidal terceritakan kepada saya. Mereka sama sama care dengan dunia pendidikan Sumatra Barat. 

Dan sang ustadz ini, juga termasuk salah seorang yang mendorong agar Bang Saidal untuk menuliskan buku berisi pengalaman hidupnya. Sayang ketika Biography almarhum bang Saidal sudah ada, sudah terbit, beliau belum tahu sama sekali hingga saat ini. InsyaAllah saya telah berjanji akan memberikan sebuah buku Biography Bang Saidal ini buat beliau suatu saat nanti. Semoga juga dinda Fajar Rusvan masih ada stok. :) 


Menarik menyimak uraian beliau tentang dunia pendidikan di ranah minang sejak zaman dahulu. Banyak hal yang mesti dituliskan kembali. Direkatkan lagi. Dunia pendidikan di ranah minang sudah dari dulu maju. Bahkan Gontor pun mengakui bahwa ada benang merah yang didapat dari sini, dari ranah minang sebelum Gontor jauh berkembang. Salah seorang Trimurti pernah nyantri di Padang Panjang. 


Siang bada zuhur itu, udara yang tak begitu terik, ruangan yang adem dan luas untuk berdiskusi, kami diterima dengan sangat baik sekali. Pertemuan perdana ini begitu berkesan bagi anak kami, Imam. Dia banyak menyimak, sesekali tertawa dan paham meskipun kami bertutur dalam bahasa Minang. Banyak hikmah bagi Imam dalam melihat sosok sang ustadz yang rendah hati ini. 



Imam itu adalah pemimpin, semoga dengan banyak bertemu dengan para alumni Gontor yang seperti ini, kelak akan terbentuk jiwa pemimpin yang penuh kasih sayang sesuai nama yang melekat di dirinya. Di saat saat seperti ini saya dan sang Bundo mulai melatih Imam kami ini untuk bisa menatap masa depannya kelak. Banyak melihat dan mengenal, bersilaturahmi dan berinteraksi dengan banyak tokoh. Dan salah satunya hari ini dengan ustadz Marfendi yang juga menjabat sebagai Wakil Walikota Kota Bukittinggi. 



Terimakasih kepada ustadz Edy Santoso yang telah membantu kami menjalin silaturahmi ini. Imam dan sang Bundo berkesan dengan sambutan yang penuh kekeluargaan dari sang ustadz.

Senin, 25 April 2022

Horor di Jalintim: Trip Report 2

Lamanya terjebak macet semenjak Pangkalan Balai hingga tak tahu kapan akan berakhir menyebabkan kami tertunda sholat wajibnya. Menjelang jam 5 sore ditengah himpitan kendaraan dari belakang depan, kiri dan kanan, tak ada pergerakan sama sekali, saya dan Imam sholat di masjid bergantian. Satu orang standby di mobil. Sementara Bundo dan Dhifa hanya berwudhu di sana dan sholatnya di dalam mobil. Bersyukur nya posisi mobil saat itu pas searah kiblat. 


Lepas sholat, kami diskusi dengan supir truk di sebelah dan dapat kabar bahwa dia stuck di sana sudah sedari pagi. Sudah lebih 10 jam tak bergerak. Kami yang baru saja melewati truk yang terguling, tergeletak melintangi jalan, yang baru saja digeser oleh dua excavator berfikir ini sudah aman, sudah lancar jalan menuju Betung ternyata salah. Salah dalam berfikir. Ternyata macetnya ini sudah sangat panjang. Panjang sekali. Membuat tak ada pergerakan mobil yang berarti, setelah melewati sumber masalah. 


Sumber masalah yang sangat, sangat lambat ditangani oleh pihak terkait menyebabkan persoalan ini makin rumit. Menjadi rekor terpanjang, macet terparah antara Palembang Jambi selama ini. Padahal truk yang terguling ini sudah terjadi sejak jam 9 malam di hari Jumat. Ini jalan lintas negara, jalan lintas propinsi, tingkat kepadatan nya sangat tinggi, mengapa aparatnya lalai? 


Horor yang terjadi sepanjang hari jumat bahkan sabtu menjadi catatan tersendiri ke depannya. Semoga menjadi bahasan di tingkat propinsi Sumsel dan Jambi. 


Menjelang waktu berbuka, kami bisa berbagi takjil meskipun tak banyak. Ada air mineral Ufia dan qurma yang kami bawa dengan seorang bapak bersama istri dan anak bujang nya yang berniat menuju Kota Pekanbaru. Bertiga mereka di dalam mobil sedannya, berpuasa semuanya. 


Kami dengan bekal seadanya, buka puasa di mobil. Banyak warung ataupun rumah makan yang ada di sekitar area ini yang mendapatkan berkah. Apa yang mereka jual, ludes. Ada banyak pemuda dengan motornya menawarkan kopi dan pop mie bagi para supir, penumpang bis yang terjebak macet di sini. Ada roda ekonomi yang berputar di sini, yang Allah takdirkan. Ada rezeki yang tertumpah di sini bagi penduduk. Ini salah satu nikmah nya juga. 


Puluhan jam terjebak, bukan sesuatu yang nyaman tentunya. Selain itu, untuk urusan "kebelakang" merupakan persoalan tersendiri. Banyak rumah penduduk yang dapat 'tumpangan' sekedar buang hajat. Para supir yang diuji kesabaran tingkat dewanya juga. Ngantuk, capek dan saling serobot ataupun sebaliknya, saling buka jalan satu sama lain. Alhamdulillah, sepanjang jalan yang saya tempuh kemarin sejak jam 10 pagi sabtu hingga malam, tak ada keributan sama sekali. Semuanya sabar, saling menjaga perasaan. Saling memahami bahwa ini adalah ujian bersama. Ini juga termasuk hikmah. 


Malam menjelang, hujan dan gerimis pun saling mengisi satu sama lainnya. Di tengah suasana seperti ini polisi polisi muda mulai mengatur akses jalan. Ada yang ditutup sementara, ada yang dibuka aksesnya. Perlahan lahan terjadi pergerakan, termasuk jalur kendaraan saya yang menuju Betung. Merayap secara perlahan, meski kadang lama juga berhentinya. 


Sekitar jam 9an sang Bundo melihat ada plang penginapan di sebelah kiri jalan. Info ada penginapan 500 meter di depan. Saya yang memang sudah sangat lelah, akhirnya minta Imam bangun dan menemani Bundo untuk jalan kaki ke depan. Melihat kondisi penginapan ini terlebih dahulu. Tak tega saya membiarkan Bundo untuk jalan sendiri di malam seperti ini. Imam bangun, membuka pintu dan berjalan bersama bundanya menuju penginapan. 


Tak lama kemudian WA call dr Bundo masuk, mengabarkan ada kamar yang terdiri dari dua kasur spring bed ukuran king buat kita tempati. Harganya pun terjangkau. Hanya Rp. 220.000. Akhirnya Bundo dan Imam menunggu kami di sana. Penginapan Tetesan Embun, namanya. Sebelah kiri jalan kami menuju Betung. 


Jadilah kami rehat di sini Sabtu malam minggu. Segera kami sholat berjamaah di kamar ini. Untungnya saat Bundo di resepsionis tadi sudah memesan makan buat kami bersantap malam ini sekalian buat sahur juga. Lauk dendeng dan rendang dari rumah sebagai tambahannya. 


Saya mandi yang pertama disuruh Bundo dan makan terlebih dahulu. Setelah itu saya tepar. Tidur nyenyak. Anak anak dalam pengaturan Bundo semuanya setelah saya tidur tersebut. Tetapi mobil sudah saya pastikan terkunci sebelumnya. 


Subuh saya dibangunkan oleh alarm, Bundo sedang sholat. Saya keluar kamar, melihat suasana jalan. Ternyata macetnya masih belum terurai. Horor sepanjang jalan Palembang Jambi ini belum selesai. Sempat berdiskusi sejenak dengan dua sekuriti penginapan dan beberapa supir menganalisis kondisi jalan yang akan kami tempuh. 


Saya akhirnya berketetapan untuk memilih jalur via Sekayu Lubuk Linggau saja. Jalur ini lebih sepi dibandingkan via Tempino Jambi. Penyebab macet yang ada disebabkan karena penumpukan truk truk besar dan kecil serta bus di sepanjang jalan. Ini adalah akses jalan utama dari Jambi, Riau, Sumut Aceh dan sebagian dari Sumbar.


Selepas sahur dan sholat subuh, kami keluar penginapan. Alhamdulillah saat itu sudah lancar jaya hingga sekitar 500 meter menuju simpang Betung. Kemudian tersendat lagi. Giliran dari arah Betung menuju Palembang lancar. Gantian. 


Tak berapa lama, saya belok kiri menuju Sekayu, sementara yang arah Sungai Lilin masih padat. Di goggle map pun begitu. Masih panjang warna merahnya. 


Menuju Sekayu lancar jaya. Injakan gas bisa lebih dalam. Kecepatan saya bisa antara 70-90 km/jam. Namun horor lain masih menghantui. Yakni kelangkaan BBM di SPBU. Untuk itu sengaja AC saya matikan, jendela kiri mobil dibuka secukupnya. Udara pagi sangat segar. Jendala kanan saya tutup, menghalangi debu jalan masuk. 


Di sekitar daerah Babat baru ketemu SPBU yang buka. Hanya satu pompa buat pertalite yang buka. Karena satu truk mereka sedang dalam pengisian. Truk datang terlambat karena terjebak macet sejak Pangkalan Balai, kata sekuritinya. Dapat saya bayang kondisi ini tentu hampir terjadi di berbagai tempat sepanjang jalan lintas. 


Lepas itu AC baru hidup dan kita menyegerakan lari biar bisa sampai di Lubuk Linggau menjelang tengah hari. Perhitungan saya kalo semuanya lancar berbuka bisa di daerah Dharmasraya. 


Dan alhamdulillah semuanya benar benar sesuai prediksi. Masuk jalan lintas tengah Lubuk Linggau menuju Dharmasraya saya sangat senang. Saya bisa menikmati kembali "jalur toll" gratis ini, setelah beberapa tahun tak saya lalui. Saya bisa memacu kendaraan diantara 80-100km/jam. Up and Down perbukitan di jalur yang boleh dikatakan lurus ini, sangat saya gandrungi. Apalagi kalo jalan siang seperti ini. 


Menjelang Rumah Makan Umega kami bertemu dengan tiga unit Npm Sutan Class dengan segala cemonk nya. Bus ini jelas terlambat masuk. Kami bisa menyusul mereka, di depan mereka hingga RM. Umega. Tadinya mau makan di sini, tetapi melihat banyak bus lain yang parkir, kami lanjutkan perjalanan. Sudah terbayang banyaknya penumpang bus yang makan di waktu berbuka seperti ini. 


Akhirnya kami makan dan berbuka di RM. Sinar Ombilin di sebelah kanan jalan. Alhamdulillah semuanya makanan enak. Ada asam padeh ikan, gulai kuning ikan patin, ayam goreng balado plus jengkol, dendeng balado, kalio hati dan sambalado hijau plus jengkol serta keruluk emping disiram kuah gulai. Saya yang biasanya menahan diri untuk tidak tambah nasi selama perjalanan jarak jauh, akhirnya jebol juga. Dua kali nambah. Pereda kantuk akibat karbo yang berlebih ini akhirnya ditutupi dengan pesan sebotol kopi panas yang ditempatkan di dalam botol Ufia 600ml. Total makan kami berempat dengan kopi dua gelas itu Rp. 135.000,-. Murah banget. 


Lanjut perjalanan akhirnya kami mampir di salah satu SPBU menjelang Tanah Badantuang. Kami sholat wajib di sini sekalian saya menyegarkan diri akibat kantuk hebat yang datang. Tak cukup lagi kopi untuk menghilangkan kantuk ini. Sholat dan wudhu adalah obat yang mantap. 


Lanjut di Tanah Badantuang kami belok kanan menuju Lintau dan Batusangkar. Jalan di sini sudah bisa perlahan lahan saja. InsyaAllah sudah aman, hanya tikungan tajam saja yang jadi perhatian. Berselisih dengan sesama mobil pun harus bersabar, karena jalannya relatif sempit. 


Rehat karena ngantuk kembali saya lakukan di masjid Salimpauang. Hanya sekedar keluar dari mobil dan senam ringan melawan dinginnya malam. Lanjut lagi perjalanan hingga ke Baso dan berhenti lagi di Simpang Tanjuang Alam. Bersama Imam, saya menikmati Sekoteng dan Teh Telor. Di sini adalah langganan saya setiap pulang kampung. "Lamak teh talua nyo", kata Imam kepada saya. 


Jam 00.30 dini hari kami sampai di Kapau. 


Kami akan menemani kesendirian nenek hingga para amuncu datang lengkap menjelang lebaran nanti.

Tetap Mudik: Trip Report 1

Jumat tanggal 22, menjelang siang kami tetapkan untuk mudik sore ataupun malam harinya. Setidaknya sabtu subuh kita sudah berangkat. Meskipun kondisi kami bertiga dari berempat masih flu dan batuk berdahak, niat untuk pulang kampung sejak Imam pulang dari Pondok Modern Darussalam Gontor tetap dilaksakan. Apalagi sang nenek sudah bertanya kepada sang Bundo kamis sore kemarin sebelum berbuka, "kapan pulang? ". Ada sebuah pengharapan yang besar dibalik tanya itu. 


Jadilah saya, mempersiapkan segala sesuatunya menjelang jam tiga jumat itu. Terutama tentang kesiapan mobil. Tanpa pikir panjang dalam suasana yang masih gerimis saya segera ke bengkel Shop and Drive di Bintaro Sektor 9, di Andala tepatnya. Pergantian empat ban Terios ini mesti dilakukan, karena semuanya sudah terpakai selama 5tahun. Mengingat perjalanan yang jauh, saya tak mau mengambil resiko, meskipun ketebalan ban masih layak, namun memang sudah saatnya ganti. 


Di sektor 9 ini saya masuk dalam antrian no 5 untuk pergantian jam dan bisa jadi kalo tak kelar esok baru bisa diambil. Saya tak mau. Saya minta dicarikan Andala mana yang terdekat. Dan akhirnya jatuh ke sektor 3 Bintaro tetapi tiga ban barunya diambil dari sektor 9, karena di sana tersisa hanya satu ban saja untuk mobil Terios saya ini. Ya akhirnya saya meluncur ke sektor tiga. Ada waktu pengerjaan sekitar dua jam, saya akhirnya puas dan balik ke rumah. Dalam perjalanan saya kabari sang Bundo untuk siap siap. Bada isya kita berangkat. 


#####


Alhamdulillah selesai sholat isya di masjid, tarawih dan witir saya lanjutkan di rumah. Begitu juga dengan si Bundo dan Dhifaa sudah ready. Hanya Imam yang lupa dikabari sebelumnya, ternyata tarawihan dulu di masjid. Terpaksa kami menunggu.


Dan akhirnya kami berangkat dari rumah jam 20.20, langsung menuju merak. Lumayan rame kendaraan di sepanjang tol, terutama kendaraan pribadi. 


Di merak, menggunakan jasa 'someone' untuk mendapatkan tiket. Someone yang biasa menolong adik saya Riko. Tak perlu rapid test, yg penting jujur bhw kami semuanya sudah vaksin dua kali dan hanya saya saja yang sdh booster. Bertiga kami kurang fit, tetapi niat dan semangat untuk mengantarkan Imam bertemu dengan neneknya, yang sangat merindukannya. Karena tiga tahun sudah tak bertemu. 


Di dermaga Eksekutif kami menunggu sekitar dua jam antrian. Suasana pelabuhan memang rame. Kami naik kapal Port link 3. Alhamdulillah, segala fasilitas di kapal ini membuat kami puas. Kami dapat ruangan yang AC nya dingin, sofa nya yang empuk dan nyaman, saling berhadapan dengan meja bulat rotan ditengahnya. Ini saja sudah membuat nyaman, sehingga anak anak tidak mau exolore ruangan lain. Saya yang butuh tidur, sekejap bisa melepaskan kantuk. Menjelang sampai di Bakauheni, ganti saya yang menjaga tiga orang yang sudah tertidur pulas. 


Menjelang jam 3 kapal mendarat dan saya termasuk kendaraan yang agak cepat keluar dari Port Link 3 karena masuk lebih awal dan lebih dekat dengan pintu keluarnya. Dari Bakauheni kami lari pagi sekitar 35 km menuju KM 33. Rehat, sahur dan menanti waktu sholat subuh kami di sini. Di KM ini seolah sudah menjadi langganan untuk rehat. Semenjak masih dalam tahapan pembangunan, saat masih test area darurat kami sudah mampir. Dan terakhir Desember lalu bersama kakak Dhila juga di sini.


Menjelang jam 5 pagi kami sudah siapkan diri untuk kembali "lari pagi". Lari antar dua propinsi dari KM 33 hingga ujung toll di Kramasan Palembang, sejauh 333 KM.


Jalanan sepi, matahari belum menampakkan diri. Sebagian para supir masih melanjutkan mimpi di mushola tempat kami sholat subuh tadi. Begitu juga kemungkinan di restoran area lainnya. 


Laju kendaraan stabil di angka 80-90 km/jam. Lari santai saja. Sementara penghuni terios, kembali merajut mimpi. Hanya sebentar saja saya ditemani ngobrol, mendengkur ternyata lebih asyik. 


Jalan tol yang ditempuh sudah kembali mulus dibandingkan waktu mudik Desember tahun lalu. Perbaikannya tampaknya nyata. Aspal hitam sebagai pertanda. Meskipun kadang jalan bergelombang masih terasa di beberapa titik. Namun secara keseluruhan sudah mulai nyaman dan aman. Lobang menganga sudah tiada. 


Mentari mulai meninggi, beberapa kendaraan sudah mulai menyalip satu per satu.   Melihat ada teman berlari, saya pun mengiringi dengan meningkatkan kecepatan. Namun tetap dalam level aman.


Beberapa kali terpaksa menepi, mencari rest area untuk sekedar buang air dan berwuduk melepaskan kantuk. Menjelang keluar pintu TOL kayu Agung, Imam menjajal kemampuannya, yang didapat kemarin saat kursus setir mobil. Saya percayakan sebagai uji nyali sekaligus memberi tips tips ringan. Namun menjelang keluar tol Kramasan, saya ambil alih lagi, karena akan masuk jalan arteri. Jalan Soekarno Hatta. Takut saja kalo nanti ada razia dari pak polisi yang baik hati. Yang murah menyapa di saat pagi hari. 


Lepas exit tol Kramasan, kami memilih ke arah kanan, masuk ke jalan Soekarno Hatta. Bisa juga belok kiri untuk ke Sumatra Barat, via Prabumulih, Muara Enim, Lahat dan Lubuk Linggau. 


Menjelang jam 10 an kami sudah menjajal jalan lingkar luar Palembang ini. Jalanan lancar, tak ada kemacetan yang berarti. Beda dengan Desember tahun lalu. Macet parah. 


Tak disangka menjelang pangkalan balai menuju Betung kami mengalami macet yang sangat sangat luar biasa. Sampai saat ini kami masih tercekat macet menuju Betung. Sudah lebih 8 jam menikmati suasana ini.  Ada truk yang melintang, tergeletak dari tadi malam yang menghalangi jalan. Entah mengapa telat dalam penanganannya. Seolah dibiarkan. 


Macet parah dua arah. Dari Palembang dan Jambi. Saling salib, saling nyodok terjadi di dua sisi jalan. Kadang jalan penuh satu arah. MasyaAllah, belum pernah mengalami macet separah ini. 


Menjelang waktu berbuka, kami masih 'stuck' di sini. Belum bergerak. Padahal ke simpang Betung hanya berjarak 10km. Luar biasa. 


Satu lagi dapat kabar di dekat pasar sungai lilin ada lagi truk yang berisi pupuk, tergeletak melintang menghalangi jalan. Macetnya tak kalah juga parahnya, tuturan supir sebelah kanan saya, yang dari sana. Dia di sini sudah sejak subuh. 


Mantap pengalaman kali ini. Alhamdulillah semuanya yang di mobil sabar, aman terkendali. Bekal berbuka pun ada. Minuman air mineral Ufia cukup banyak tersedia. Hanya waktu dan tempat sholat saja yang kami ragukan. 


InsyaAllah nanti kami rehat menginap di daerah Betung saja. Capek sudah pasti ada. 


Selamat berbuka.

Sabtu, 23 April 2022 menjelang waktu berbuka di Betung.

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...