Kamis, 28 April 2022

Simpang Tanjung Alam




Tadi malam saya sengaja mengajak Imam untuk sholat Isya, Tarawih dan Witir di masjid Nurul Huda di dekat simpang Tanjung Alam. Mesjid yang selalu ngangenin untuk dikunjungi setiap pulang kampung, selain mesjid Raya Bukittinggi di pasar Ateh dan mesjid Raya Pandai Balasan di Kapau. 


Saya terkesan dengan ketenangan dan kenyamanan sholat di mesjid ini ketika pulang bulan Desember yang lalu. Ketika sholat maghrib dan Isya di sini, lantunan suara imam nya mengingatkan saya akan suasana sholat di tanah suci. Imam masjid nya masih muda. 


Dan suasana itu kembali saya dapatkan tadi malam saat sholat Isya, tarawih dan witir di sini bersama anak kami Muhammad Imam Abdurrahman. Suasana seperti ini semoga menjadi catatan bagi anak bujang kami kelak. Meski usianya masih muda, InsyaAllah beberapa tahun ke depan dia akan tumbuh dan berkembang menjadi Imam yang fasih bacaaannya, enak didengar suaranya ketika membaca qalam Illahi. 


Saya bersyukur tiada keengganan dari Imam saya ini untuk diajak safari ke mesjid mesjid selama Ramadhan sekarang ini. Mungkin ini sudah menjadi kebiasaan kami dulunya ketika mereka masih kecil kecil. Dulu sebelum mereka kenal dengan pondok pesantren, setiap Ramadhan kami sering melakukan iktikaf di mesjid besar di kawasan Bintaro Jaya. Kami membawa bekal dari rumah dan buka puasanya di Mesjid dan seringnya itu di Mesjid Raya Bintaro Jaya Sektor 9 Bintaro. 


Tadi malam, selepas sholat Isya kajian diisi sebagai pembuka dari santriwati dari salah satu pasantren di kota Bukittinggi dan satu lagi dari ustadz yang saya lupa namanya. Akhir dua kali tausyiah ini sekitar jam 20.45 WIB dan baru dilanjutkan dengan sholat tarawih dan witir. Sholat tarawihnya 2 x 4 rakaat dan witirnya ditutup langsung dengan 3 rakaat. Waktu yang lama sebenar nya, tetapi tidak membuat saya terkantuk kantuk. Bacaan imamnya sangat sangat merdu. Luar biasa. Ada ketenangan yang saya rasakan. 


Setelah selesai sholat, saya mengajak Imam untuk kulineran di simpang Tanjung Alam ini. Saya sebenarnya pengen menikmati lagi sekoteng yang menjadi langganan saya, dan biasanya Imam lebih memilih teh telor. Tetapi malam tadi dia tak berminat minum teh telor, tetapi lebih memilih makan sate. 


Akhirnya saya yang mengalah. Kami menikmati seporsi masing-masing sate Danguang Danguang yang berseberangan jalan dengan tempat kami minum teh telor, sekoteng dan tomat top biasanya. Wah, ternyata lahap makan si Bujang kami ini. Saya akui memang enak sekali sate yang ada di sini. Bumbunya terasa, kuahnya tak terlalu pedas dan dagingnya itu bener bener empuk. "Lamak bana', kato Imam. Seporsi sate Danguang Danguang ini Rp. 20.000,- dan setengahnya Rp. 15.000,-. Harga yang pas dengan rasa yang top markotop ini. Enak banget dah. 


Ada yang terpuaskan dalam hal selera malam tadi. Sesuatu banget bagi saya bila tetap bisa menjaga selera anak anak dengan masakan ataupun minuman dari ranah minang ini. Meskipun kelak rantau mereka lebih jauh dari saya, semoga momen momen seperti ini mengingatkan mereka untuk bisa rutin pulang kampung di suatu masa nanti.


Menikmati alam ranah minang yang elok dipandang, kulinerannya yang enak enak, b

"Budayanya yang takkan lekang di panas dan takkan lapuk di hujan", insyaAllah menjadi pengikat dimana pun  kelah mereka berada. 


Kampuang nan jauh di mato, tetapi tetap dekat di hati. 


#####


Bagi pulkamer ataupun anak rantau, simpang Tanjung Alam banyak menyediakan tempat tempat kulineran yang enak dan mesjidnya yang indah dan nyaman buat kita tetap bisa melaksanakan sholat wajib tepat waktu. 

Saya merekomendasikannya area ini sebagai alternatif bila pusat kota macet dalam liburan lebaran. Banyak pilihan kuliner enaknya. Trust me!!! 


Kapau, 28  April 2022

17.50 WIB, menjelang waktu berbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...