Jumat, 06 Maret 2020

GUNUNG MERAH GUNUNG PUTIH

Oleh : K Suheimi

Gunung Merah dan Gunung Putih  terpampang dengan anggun dan gagah sekali, tak ada duanya.

Sudah banyak tempat yang saya kunjungi di seantero dunia, baru kali inilah saya menyaksikan Gunung yang batunya berwarna merah terang dan disamping nya ada Gunung lain yang berwarna putih kontras sekali. Mirip dengan bendera kebangsaan kita Indonesia. Mungkin agaknya M. Yamin yang lahir di Talawi  yang terletak tak jauh dari Sulit Air.  Sewaktu pemuda M. Yamin  pernah menginjakkan kakinya di Sulit Air terpukau dan terpesona melihat Gunung Merah Putih ini. Seperti terpesonanya saya saat ini.


Hasil gambar untuk gunung merah putih sulit airSaya terpekur sejenak mengagumi Gunung batu cadas curam seperti  sehelai papan. Sehingga  Gunung ini disebut oleh orang Sulit Air sebagai Gunung Papan. Gunung Papan ini sejak dahulu kala berdiri kokoh dari dahulu sampai akhir zaman.

Lembaran seperti papan dan berwarna merah, lembaran yang lain berwarna putih mengilhami  M. Yamin mengusulkan agar bendera kita berwarna Merah Putih  sebagai lambang persatuan. Sebagaimana bersatunya Gunung Putih dan Gunung Merah sejak  dahulu sampai akhir zaman.

Terngiang oleh saya lagu yang saya senangi waktu kecil ;

Berkibarlah benderaku
Merah Putih lambang perwira
Diseluruh pantai Indonesia
Kau tetap pujaan bangsa.

Tak gentar jiwaku melawan rintangan
Tak goyang jiwaku berkorban
Bendera Merah Putih bendera bangsaku

Didalam buku 100 tahun Merah Putih Moh Yamin menceritakan sejarah Bendera Merah Putih tercipta dari Gunung Merah Putih di Sulit air ini. Kepercayaan masyarakat Sulit Air apabila  mereka melihat Gunung Merah Putih Insya Allah akan kembali ke Sulit Air. Begitu kata Rainal Rais menjelaskan pada kami sewaktu kami mendaki Gunung Merah melalui Jenjang 1000.

Sebetulnya jenjang terjal itu ada 1600 jenjang. Kami daki Gunung itu, kami ayun langkah berjenjang naik bertangga turun. Istri saya dr. Zurtias ternyata lebih kuat. Dia sampai ke pesanggerahan sedang saya terengah-engah di pendakian. Istri saya berteriak sambil mengacungkan kedua tangannya, “Saya menang”  teriaknya dengan bangga diusia senja ini masih kuat dan masih bisa jadi juara. Saya salut pada semangat dan kesehatan, dan kekuatan serta kemauannya.

Keringat mengucur di kening membasahi pipi, baju sayah basah kuyup oleh peluh, nafas saya tersengal-sengal mendaki gunung yang cukup curam itu. Untung ada jenjang. Kami tak sampai ke puncak. Kalau kita sampai ke Puncak kata Pak Rainal yang waktu mudanya sering kesana. Di puncak ada telaga yang airnya tak pernah kering, ada ikan-ikan kecil disana.

Kesana biasanya orang pergi ber kaul memanjatkan doa agar rezkinya selalu ada seperti air abadi di puncak gunung ini yang jernih seperti mata air. Dan jadi tempat memadu kasih agar rindu dan sayangnya tak pernah pudar seperti air yg selalu membasahi dan menyejukan kehdiupan ini.

“Saya nggak bisa mendaki lagi” kata Rainal yg berusia 66 tahun beserta istri, “Cukup sampai disini”. Sambil mengeluarkan  teropong, kami mengeker sekeliling. Tampak desa Sulit air, bagaikan dalam kuali yang di kelilingi bukit-bukitan. Dan di lembahnya mengalir sungai yg cukup deras.

Air cukup banyak di Sulit Air, jika buat sumur tak usah dalam-dalam akan membersit air. Dari celah-celah batu ada air yg menetes. Mungkin dahulu kala nenek moyang melihat ada air yang menetes dari salek-salek  batu maka mereka menamakan daerah itu “Salek Air”. Tapi entah kenapa berobah jadi “Sulit Air”. Dimana-mana di Sulit Air kita temukan air.

Ada bukit “Sundak Langit”  demikian tingginya seakan-akan menyundak langit. Inilah bukit yang tertinggi di Sulit Air, jauh lebih tinggi dari Gunung Merah.

“Kok Bukit lebih tinggi dari Gunung?” Tanya saya.  Ada Falsafahnya kata buk Yul istri Rainal. Walaupun orang itu tinggi dan besar, serta sukses di rantau, tapi kalau dia tak berbuat sesuatu di kampungnya, dia tetap di panggilkan bukit. Tapi walaupun dia kecil di rantau, namun buah fikiran dan amalnya ada terserak di kampung maka dia di panggilkan Gunung, tinggi dan besar dimata orang kampung. Sesuai dengan pesan Rasul. Tinggi rendahnya seseorang tergantung pada kemanfaatnya bagi sesama. “Yang terbaik diantara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi sesamamu”.

Makanya Keistimewaan orang Sulit Air menamakan Gunung Merah adalah karena Gunung ini terkenal, bermanfaat dijadikan acuan dan tempat pautan hati orang Sulit Air yang selalu memanggil dan menyeru kepulangan orang rantau. Dan sebagai sumber Inspirasi Bendera Merah Putih sebagai pemersatu orang Sulit Air dan pemersatu bangsa Indonesia. Makanya Gunung Merah dan Gunung Putih  walaupun dia rendah namun di sebut Gunung. Padahal Bukit Sundak Langit jauh lebih tinggi, tetap di panggil Bukit.

Semenjak dibuat jenjang orang tua bisa naik ke Gunung Papan sebutan populer orang Sulit Air untuk Gunung Merah Putih. Sejak dahulu kala di Gunung ini disini di Sulit Air ini Merah Putih tetap perkasa berdiri.

Kesinilah saya dibawa pak Rainal Rais, tempat bersejarah tempat  penyatu bangsa dan orang Sulit Air inilah yang sering dijadikan contoh  lambang keberhasilan persatuan.  Ikatan keluarga Sulit Air SAS    Sulit Air Sepakat.  Mereka sepakat dirantau, sepakat berjuang dan sepakat membangun negeri.

Kesepakatan dalam naungan Gunung Merah Putih. Dengan gigih diperjuagan oleh orang Sulit Air  dibawah pimpinan Rainal Rais. Ada air dipuncak yang  yang tak pernah kering, kesinilah kami hari ini Jumat 21 Maret, disuatu pagi nan indah. Indah sekali pemandangan dari pasanggerahan panorama Gunung Merah Putih.

Hamparan sawah nan berjenjang dan pohon kelapa yang melambai. Dikelilinggi oleh bukit dan bukit  dilatar belakangi oleh perkasanya Gunung Marapi dan sayup-sayup tampak puncak Gunung Sago.

Sulit Air  21  Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...