Rabu, 04 Maret 2020

Surat Talak Milik Ibu Yang Masih Ku Simpan

38 Tahun yang lalu, seorang bayi kecil berumur 2 tahun,menangis kencang saat Hakim Pengadilan Agama Mengetok palu tanda berakhirnya hubungan ikatan suci 2 orang insan, sang anak seolah tahu bahwa hari-hari berat yang akan dijalaninya kelak.

Tinggallah sekarang seorang ibu hidup berjuang bersama seorang bayi laki-lakinya, menumpang tinggal dirumah nenek dan  kakek beserta keluarga besar ibu lainnya.

Walaupun ibu menumpang dirumah nenek, tetapi ibu mempunyai sedikit keterampilan menjahit pakaian , warisan ilmu dari mendiang kakek. Ibu adalah anak perempuan tertua yang pernikahannya dengan ayahku memang dijodohkan oleh orang tua.

Menurut pengakuan ibu bahwa alasan perpisahannya dengan ayah dikarenakan rasa tanggung jawab ayah sebagai seorang suami dan ayah sangat kecil,  ayah bukan pejuang keluarga yang tangguh,mungkin dikarenakan ayah bukan tipe pekerja keras sejak kecilnya.

Sejak menikah dengan ibu, ayah memang tidak punya pekerjaan tetap sama sekali , selama 1.5 tahun hidup menumpang semua ditanggung kakek dan nenek walaupun nenek tidak mempersoalkan namun, ayah sepertinya nyaman hidup seperti itu, sementara ibu selalu merasa tidak enak hati sama keluarganya sendiri, tentu pembaca.paham bagaimana rasanya hidup menumpang dikeluarga besar.

Pernah suatu ketika ibu mengajak ayah pindah dari rumah nenek dan ayah sepertinya tidak merespon, bagi ibu rejeki itu bukan harus bekerja sebagai karyawan diperusahaan saja, bisa berdagang,buruh bangunan , apalah pokoknya yang penting halal. “ Life must go on (hidup terus berjalan). Tapi menurut ibu ayah pada dasarnya baik tidak pernah sekalipun mengasari ibu, itu yang membuat ibu bertahan selama itu, namun baik saja tidaklah cukup juga harus dibarengi dengan rasa tanggungjawab terhadap keluarga.

Dan pernah juga ibu ikut tinggal dirumah mertua atau dikeluarga nenek dari Ayah yang memang beda kota, namun sikap ayah tetap sama nyaman ditanggung hidupnya sama orangtuanya , padahal keluarganya juga bukan dari orang kaya raya. Ibu bercerita bahwa bagaimana ia tinggal dirumah mertua, ibu bukanlah tipe perempuan yang bisa berpangku tangan dikeluarga besar ayah.

Ibu berusaha menjadi menantu yang baik mulai beberes rumah, mencuci,menolong memasak tiap hari untuk keluarga besar mertua dimana semuanya adik-adik ayah belum banyak yang menikah,bayangkan bagaimana beratnya aktivitas rutin sehari-hari yang dijalani ibu.

Petaka ini dimulai ketika tantenya ayah datang main kerumah dan iseng bertanya kepada ibu “Mar waktu si Halim tinggal di rumah orangtua mu apakah ia ada memberi nafkah lahir kepada mu ?” Ibu dengan jujur bilang tidak pernah , mungkin karena kepoloson usia yang baru menginjak 20 tahun bercerita apa adanya dengan tanpa beban.

Rupanya hal ini yang menjadi pemicu dan sang tante melaporkan dialog ini kepada ibu mertua , mungkin dikarenakan rasa malu atau penyampaiannya ditambah bumbu-bumbu penyedap sehingga membuat nenek pihak ayah murka. tetapi tidak diungkapkan secara langsung.

Ungkapan kemurkaan kepada ibu  datang berupa surat tulisan tangan bertinta merah dari ibu mertua ketika kunjungan lebaran pulang kerumah orangtuanya ibu.

Surat bertinta merah itu secara umum bermaksud begini ‘ Kamu istri yang tidak berterima kasih,dan tidak mengakui, kebaikan dan tanggung jawab suami’. Dan Jangan kau injak rumah orangtuaku lagi. Surat itu seolah-olah ayah yang buat.

Pertama kali aku membaca surat itu tak sengaja aku temukan ketika kelas 3 SMA. Bersamaan dengan surat Talaq (Pengadilan Agama) didalam lemari pakaian ibu.Air mataku spontan bercucuran membaca surat itu.

Selanjutnya, menanggapi kedatangan surat celaka itu maka nenek (orang tua ibu) tak kalah meradang , ia merasa tidak dihargai sebagai besan. Maka nenek memaksa ibu untuk mendatangi bersama-sama keluarga ayah dan langsung meluncur ke Pengadilan Agama setempat.

Dan ayah merasa tidak mengetahuinya siapa menulis surat itu,namun sikap ibunya ayah seolah-olah santai pura-pura tidak tau. Ayah tidak mengambil sika apa-apa saat itu.

Tetapi menurut pengakuan ibu kesaya bahwa ia kenal bahwa tulisan tangan itu memang tulisan nenek (ibunya ayah).

Ibu sebenarnya waktu itu tidak mau bercerai , tetapi karena udah terlanjur kejadian seperti itu ibu hanya pasrah serta ditambah rasa harga diri keluarga nenek direndahkan maka keputusan cerai akhirnya jadi pilihan yang tidak terelakkan .

Sejak itu aku dibesarkan oleh seorang ibu bersama mendiang kakek,nenek serta paman ,tante, semua menyayangiku karena aku cucu pertama mereka. Ibu tidak menikah lagi dan menjadi single parent  demi membesarkanku.

Selanjutnya, urusan antara seorang suami dan istri memangpun sudah tamat, tapi urusan tanggung jawab ayah terhadap anak belum selesai pak bro.

Hubungan komunikasi dengan Ayah terputus, hingga aku kelas 5 SD, aku berjumpa untuk pertama kali dengan ayah tanpa direncana sama sekali karena ada program tamasya dari ibu-ibu se RT kebetulan disepakati tujuan wisatanya ke kota provinsi tempat dimana ayahku berasal.sekalian aku diajak ikut bersama, dikarenakan aku ngotot ingin berjumpa ayah yang selama ini kukenal lewat photo saja,ketika sampai disana ibu memisahkah diri sebentar dari rombongan dan mengantarkan ku kerumah ayah.

kedatangan aku disambut gembira oleh nenek dan paman disana. ibu kembali kerombongannya sambil berkata bahwa besok ia berjanji akan menjemputku.

Disana aku mengetahui bahwa ayah sudah menikah lagi, beliau tinggal tak jauh beberapa kilometer dari rumah nenek bersama ibu tiriku dan mereka sudah punya seorang putri. Ayah datang dan memelukku sebentar hanya sekedar basa basi kemudian pulang kerumahnya.

Keesokan harinya ibuku datang menjemputku untuk pulang kembali, aku melihat bagaimana reaksi ayah dan ibuku ketika mereka bertemu.

Ayah sekarang sudah punya pekerjaan tetap tampak gagah dengan seragam pnsnya.Mereka berdua bersalaman dan saling menanyakan kabar masing-masing .

Nenek menangis haru melepasku , paman bibi, ayah memelukku. Tapi yang menjadi pertanyaanku selaku seorang ayah kenapa beliau tidak memberiku uang jajan padaku saat itu. Padahal  aku ingin sekali diberi uang oleh ayah, karena aku iri melihat teman-teman sebayaku, dan aku juga ingin bercerita kepada mereka bahwa ayahku juga memberiku uang.

Aku juga iri melihat teman-teman sepermainanku, selalu diajak jalan-jalan oleh ayah mereka

Seandainya saat itu aku diberinya uang mungkin aku akan menyimpannya didompetku hingga sekarang sebagai “Jimat Kehidupan darinya” Tapi ibu selalu menghiburku , “sabar ya nak , mungkin rejekimu bukan dari sana serahkan saja semuanya kepada Allah“.

Dalam beberapa kali pertemuan dengan ayah hingga aku tamat kuliah, jangankan biaya sekolah uang jajan sekalipun belum pernah aku merasakannya Mungkin beliau beranggapan bahwa dia kan sudah bercerai dengan ibu, jadi ya tidak ada urusan lagi.

Hatiku berkata “Sungguh dirimu sudah zholim terhadap anakmu sendiri” apakah menurutmu semua itu Allah tidak akan meminta pertanggungjawabanmu kelak.

“Berbekal biaya rutin kuliah yang seadanya dari ibu, aku berjuang menyelesaikan kuliahku,aku adalah anak laki akan terlahir sebagai anak yang mandiri.

Aku termasuk juga anak yang kreatif, sejak masuk kuliah selalu nyambil kerja apakah sebagai penjaga warung telpon,kadang kerja mengambil jasa mengetik skripsi,sebagai pemandu turis dadakan sebab aku termasuk anak yang pintar juga berbahasa inggris,

Dan tidak kalah penting aku juga pandai mengambil hati ibu kostku, sehingga aku ikut membantunya  seperti mengecat rumah ,kadang jadi supir taksi cadangan ketika supir tetapnya tidak masuk kerja. Sehingga aku sering dapat makan gratis dari ibu kost, lumayankan menghemat pengeluaran sebagai anak kos.

Sampailah pada saat yang dinanti kelulusan ku sebagai seorang sarjana dengan indeks prestasi yang sangat memuaskan hanya dihadiri ibu dan tak sudi aku saat itu memberi tau ayahku.

Nikmatilah sendiri kebahagiaanmu dengan keluarga cemaramu ayah, aku tau bahwa kau sanggup membelikan anakmu disana sebuah mobil sebagai kendaraan untuknya pergi sekolah.sementara apa yang kudapat darimu, ah sudahlah.

Ternyata  Allah itu Maha Adil pembaca,  bahwa 3 bulan setelah aku tamat kuliah, ayah pensiun sebagai pns.tapi ada sesuatu keajaiban, yang ditunjukan oleh Allah kepadaku. Jadwal ayah pensiun tanggal 01 April 2005 sementara, pengumuman kelulusan hasil testku sebagai pns juga tanggal 01 April 2005, padahal aku mendaftar dibeda propinsi beda departemen dengan ayah,sedangkan ayah tidak tau saat itu bahwa anak yang disia-siakannya ini ternyata melamar dan diterima tidak disangka-sangka sebagai pns tenaga ahli dibidang IT.

Tidak terkira rasa syukurku dan ibu, roda kehidupan berputar,keberuntungan demi keberuntungan selalu mendatangi kami,ditambah usaha sampingan yang kugeluti,yang berkaitan dengan ilmu informatika yang kukuasai banyak pihak dalam maupun luar negeri meminta jasaku untuk dibuatkan website perusahaannya dengan harga yang fantastis,

aku melakukannya diluar jam kerja, hingga sampai jam 2 dini hari aku masih tetap meraih mimpiku, begitulah diriku ingin membuktikan bahwa aku adalah lelaki pejuang keluarga,sehingga gaji pns bukan lagi sebagai penghasilan utama bagiku. Dalam 3 tahun mulailah bagiku untuk membahagiakan ibu membelikan rumah,mobil ,tanah,naik haji ibu dan banyak lagi. Aku menjadikan ia sebagai ratu dihatiku selamanya.

Aku bukanlah orang yang mudah melupakan orang-orang yang telah berjasa dihidupku , lebih-lebih keluarga pihak ibuku,Setiap mereka kesulitan keuangan tanpa diminta aku selalu mengulurkan bantuan.

Tapi yang membuatku terheran-heran, bukannya berkurang uangku dibuatnya, malah proyek IT makin banyak mendekatiku, sehingga aku merekrut beberapa orang kepercayaan sebagai karyawanku.

Oya, Bagaimana dengan Ayah, tetap tidak ada komunikasi dengan beliau, jujur aku tidak menyimpan dendam dihati, tetapi entah kenapa perasaanku juga datar kepada beliau.

Ketika usiaku 26 tahun ibu menyuruhku untuk menikah,aku kemudian tak sengaja menemukan seorang gadis cantik yang berprofesi seorang guru TK yang tidak sengaja motornya menyerempet mobil baruku hingga lecet, wajahnya pucat ketakutan minta maaf padaku.

“Maaf mas, saya tidak sengaja, lalu aku mengatakan, aku mau memaafkanmu namun dengan satu syarat, diapun menatapku gugup, Kamu harus mau jadi istriku, diapun kaget mendengarnnya“.diriku heran bagaimana kalimat itu bisa keluar dari mulutku. Mungkin memang udah jodohku kali ya, hore.

Jujur sebelumnya diriku tidak pernah mengenal apa itu pacaran, padahal banyak yang bilang wajahku ganteng, dari jamannya pakai seragam putih abu-abu hingga kuliah banyak yang naksir padaku tidak sedikit juga yang menyatakan secara terang-terangan.

Tetapi tidak pernah kupedulikan ,karena aku cukup tau diri, aku ini anak seorang janda miskin,dan bahwa tugas utamaku adalah harus menjadi anak yang sukses dulu dan ingin membuktikan pada Ayah bahwa tanpa nafkah darinyapun aku bisa berhasil.”

Setelah beberapa tahun tidak pernah lagi aku berjumpa dengan ayah,tibalah hari pesta pernikahanku, dimana aku mengundang ayahku, aku menyiapkan semuanya booking tiket pesawat ayah pulang pergi Ayah datang bersama anak perempuannya (adek satu ayah denganku),ternyata ibu tiriku udah meninggal dunia duluan.

Aku menjemput ayah dan adikku dibandara,kusalami dia, beliau menangis sedu sedan memelukku haru, entah apa dibenaknya melihat keadaanku sekarang. keluargaku bilang bahwa aku sangat mirip dengannya.

Sesampai dirumah ibu mempersilahkan ayah masuk, dan kerabat ibu satu persatu menyalami ayah dengan sopan, tetapi ayah bersikap seperti prajurit kalah perang, saat itu.

Kami meninggalkan mereka berdua bicara diruang tamu, samar-samar terdengar ayah dengan berlinang airmata berkata pada ibu , “ Mar, anak kita sudah besar, maafkan abang , Ibu hanya diam dengan tatapan mata kosong tanpa ekspresi apa-apa, mungkin air mata ibu sudah terlalu lama kering, terkuras habis demi membesarkanku.

Sebelum berangkat ke acara ijab Kabulku dirumah mertuaku, aku meminta restu kepada ayah dan ibu, sambil berurai airmata kulihat ayah merogoh kantong celananya mengeluarkan Amplop berisi uang sebesar 500 ribu rupiah , diserahkannya kepadaku. demi menjaga perasaannya aku terima pemberiannya untuk pertama kali dalam hidupku diberi uang oleh ayah.

“Aku bergumam dalam hati,kenapa baru sekarang Yah? singkat cerita,dua hari setelah pestaku usai ayah pamit untuk pulang kembali kekampung halamannya, aku mengantarkannya ke bandara bersama istriku, dan sebelum ayah masuk pintu terminal bandara aku menyelipkan amplop tebal berisi uang 10 juta kekocek ayahku, seraya berbisik ditelinganya ini belanja untuk ayah ya. Tanpa sempat berkata apa-apa karena aku sudah duluan pergi sambil melambai tersenyum manis kepadanya ”.

“Akupun sekarang juga telah menjadi seorang Ayah, 2 orang anak lelakiku sekarang lagi menuntut ilmu agama disebuah pondok pesantren modern,kini tinggal si bungsu dirumah bersama kami, aku sangat bersyukur dikaruniakan anak-anak yang pintar sholeh, dan istri yang sangat baik akhlaknya,ibu ku sangat sayang padanya mungkin dikeranakan aku anak tunggal,begitu juga sebaliknya istriku juga sayang kepada ibuku. Allah tidak menyia-nyiakan kesabaran kami selama ini.

6 bulan yang lalu aku mendapat kabar dari adikku disana bahwa ayah sudah seminggu sakit keras,sedang mengalami dahsyatnya sakratul maut dan selalu menyebut-nyebut nama ibuku Kami sekeluarga bersama ibu segera datang menjenguk ayah, sudah ramai rupanya keluarga ayah disana menunggu kami, kondisinya sungguh memprihatinkan.

Ayah tidak mampu lagi berbicara, Cuma matanya tak henti memandang ibu, satu jam kami disana dan aku ikut mentalqinkan namun ayah dengan nafas tesengal sambil matanya tak lepas menatap ibu. Selang tak lama kemudian ibu berkata lirih , pergilah aku sudah ikhlaskan anak yang seharusnya menjadi tanggungjawabmu telah aku ambil alih selama ini.  Akhirnya ayah menggangguk dengan menarik nafas panjang. Semua orang diruangan itu termasuk diriku menangis haru menyaksikan peristiwa itu.

Selamat jalan ayah, urusanmu didunia fana ini sudah selesai.

Aku ikut menyelenggarakan jenazah ayahku dan juga bertindak sebagai imam untuk menyholati jenazahnya. Bagaimanapun ia tetap ayahku dan aku tak lupa mendoakannya disetiap selesai ibadah sholatku.

Walaupun tidak ada pernah merasakan kasih seorang ayah, namun liku kehidupan ini telah banyak mengajariku semua itu tercermin dari bagaimana aku mampu menjadi seorang ayah terwujud dalam rasa sayangku terhadap anak-anakku, ketika anak-anak selalu berebutan bermanja-manja denganku , selalu kuperhatikan ibu tersenyum haru bangga melihatku,aku begitu menyayangi mereka, seolah-olah ia berkata “tebuslah kasih yang hilang ,berikanlah kepada anak-anakmu semua yang tidak pernah kau dapatkan dari ayah mu nak.”

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Kisah yg bagus, bisa dikembangkan menjadi novel dan selanjutnya di film kan

    BalasHapus

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...