Kamis, 12 Maret 2020

Kriminal: Gen Maling Dan Kriminal di Keluarga Tansil

Gen maling dan kriminal di keluarga Tansil - Herry Tanzil, Edy Tanzil, Hendra Rajarja, Rudi Kurniawan

===================

Kisah Rudy Kurniawan mungkin cuma sepenggal kisah keluarga Tansil. Kasus kriminalnya memang tak menghasilkan kerugian sebesar pamannya, Eddy Tansil, yang menggasak Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) di akhir era Soeharto.

Namun, penipuan yang ia lakukan sempat menggegerkan dunia hingga dibuat film dokumenternya. Film tersebut berjudul Sour Grapes.

Film karya Jerry Rothwell dan Reuben Atlas itu sebenarnya sudah dirilis sejak 2016 silam. Film ini diluncurkan pertama kali di sebuah festival film pada Oktober 2016 dan masuk ke platform Netflix satu bulan kemudian. Film ini hingga kini menjadi film yang direkomendasikan oleh para pecinta film dokumenter.

Rudy semakin dikenal karena membeli nyaris semua wine yang ditawarkan di pelelangan milik John Kapon. Dalam satu bulan saja, ia mampu menghabiskan uang jutaan dolar. Pun demikian, asal usul uang itu dan keluarga Rudy tak pernah jelas.

“Dia mengaku tinggal bersama ibunya di Arcadia, California. Orang-orang di sekitar dia akan bilang, keluarganya menjadi distributor utama Heineken untuk seluruh daratan China. Tapi aku tanya soal itu, dia bilang, ‘jangan bicara soal keluargaku’,” kata Cone Brown, seorang jurnalis yang sempat mewawancarai Rudy, dalam film tersebut.

Hanya butuh waktu 18 bulan bagi Rudy untuk ‘menguasai’ pasar wine dengan membeli nyaris semua wine yang ditawarkan. Setelah merasa cukup, ia lalu menawarkan wine-wine koleksinya kepada John Kapon untuk dilelang dengan harga lebih tinggi.

Semuanya berjalan dengan lancar. Sejak 2003 hingga 2006, John Kapon sudah berhasil menghasilkan lebih dari 35 juta dolar AS dari wine-wine koleksi Rudy. Bahkan, di tahun 2006, pelelangan John Kapon dinobatkan sebagai yang tersukses dengan pendapatan lebih dari 100 juta dolar AS.

Kedoknya mulai terungkap saat kolektor wine, Bill Koch, merasa curiga dengan beberapa botol wine yang ia beli di pelelangan John Kapon. Pasalnya, beberapa botol wine itu sesungguhnya tidak pernah eksis di dunia karena tidak pernah diproduksi.

Sekadar informasi, harga jual wine biasanya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia wine tersebut. Tak hanya merek dan nama pabrik, tahun yang tertera di label juga menjadi penentu harga.

Kelebihan ini pula yang membuat perbuatan Rudy akhirnya terbongkar. Misalnya, Rudy pernah menjual wine Domaine Ponsot 1929. Padahal, Domaine Ponsot baru mulai dibotolkan pada 1939.

Di kesempatan lain, Rudy juga menjual wine yang konon dibotolkan pada rentang 1945-1971 dari kebun anggur Clos St Denis oleh Domaine Ponsot. Padahal, wine dari kebun anggur itu baru diproduksi sejak 1982.

Bill Koch yang penasaran lalu mencari tahu asal usul wine yang ia miliki. Apalagi, ada sekitar 400 botol wine palsu yang ia beli dan John Kapon dan pelelangan lainnya. Namun, semuanya memiliki benang merah: wine-wine ini berasal dari koleksi Rudy.

Ia lalu menyewa detektif untuk menyelidiki sosok Rudy dan mencari tahu asal-usul wine-wine palsu ini. Dari hasil penyelidikan, rupanya Rudy sudah tinggal di AS sejak 2003 dengan surat perintah penangkapan karena visa pelajarnya sudah kedaluwarsa.

Rudy dan kakaknya, Dar Saputra, masuk ke AS dengan sponsor PT MAJU (Mujur Artha Jaya Usaha). Saat dicek ke alamat PT MAJU di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, para detektif sewaan Bill Koch tak menemukan apa-apa selain toko bangunan kecil.

Saat didesak untuk menjelaskan asal-usul botol wine palsu itu, Rudy akhirnya mengeluarkan satu nama: “Pak Hendra” dan dua nomor telepon. Nomor telepon pertama, ternyata merupakan fax Lion Air dan telepon lainnya merujuk pada sebuah coworking space di Gajah Mada.

Penyelidik FBI pun turun tangan. Dari hasil penelusuran mereka, diketahui, Rudy memiliki dua orang saudara: Dar Saputra dan Teddy Tan. Pada 2007, Rudy mengirimkan total 17 juta dolar AS kepada Dar Saputra di Hong Kong dan Teddy Tan di Indonesia.

Rudy merupakan anak pasangan Makmur Widjojo dan Lenywati Tan. Lenywati merupakan saudara kandung Hendra Rahardja dan Eddy Tansil. Bagian ini lebih menarik.

Eddy Tansil dikenal sebagai sosok yang menggasak uang negara hingga Rp 1,3 triliun di dekade terakhir Soeharto.

‘Kehebatan’ Eddy ini tak kalah dengan kakaknya, Hendra Rahardja. Hendra merupakan tersangka korupsi uang bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia dituding menyalurkan uang sebesar RP 1,95 triliun ke bank miliknya, Bank Harapan Sentosa (BHS).

Meski dalam film ‘Sour Grapes’ hanya nama Eddy Tansil dan Hendra Rahardja saja yang disinggung, tapi sesungguhnya jejak kriminil keluarga ini sudah diturunkan dari kakek Rudy --atau ayah Eddy dan Hendra--, Herry Tansil.

Di era 1963-1964, Herry Tansil sempat membuat kacau politik dan ekonomi Indonesia dengan mengedarkan cek kosong palsu. Pemerintahan Sukarno yang tengah menghadapi krisis moneter, harus dihadapkan dengan hiperinflasi yang menyebabkan defisit anggaran negara lebih dari 50 persen.

Setelah dicek, rupanya sebab musababnya ada pada cek kosong palsu yang bermuara pada Bank Benteng Republik Indonesia milik Harry Tansil. Harry ditangkap pada 16 Agustus 1966 dan dihukum 9 bulan penjara. Namun, belum tuntas masa tahanannya, Harry kabur ke Hong Kong.

===================

Sumber lainnya:


https://en.wikipedia.org/wiki/Sour_Grapes_(2016_film)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...