Kamis, 16 April 2020

1 Bulan Lockdown Di Makkah

By Hendra Farma Johar

Awalnya diumumkan untuk 15 hari ke depan, antara senang dan sedih berkecamuk dalam hati. Senang karena merasa bisa istirahat dari segala tekanan yang mengharuskan saya kembali ke tanah air, sedih karena khawatir bisnis akan lesu dan performance akan anjlok lagi seperti tahun lalu. Tentu yang tak kalah sedihnya kebiasaan thawaf sebelum ke tempat kerja di pagi hari akan jedah sejenak.

Hari pertama dilalui tidaklah berasa, sumringah kaki menjelang subuh masih menyisakan kebahagiaan, karena ba'da syuruk bisa *naum suaiya*. Hari dilalui berasa jumat dan sabtu walau waktu itu kamis, namun saat selesai jamaah maghrib di Masjid, Imam dengan suara datar dalam bahasa Arab dialek Suadi yang mudah dipahami menyampaikan : _mulai sholat Isya nanti kita sholat di rumah masing-masing, sesuai perintah Raja untuk menghindari wabah Corona._

Bathin mulai meronta, jika tak ke kantor rasanya tak begitu masalah, jika dibatasi ke pasar dan atau supermarket juga tak berasa, atau _mamnuak_ main-main di taman selepas Isya juga tak ngaruh. Tapi jika ke masjid sudah dilarang, dan hari berikutnya Jumatan di Masjidil Haram juga dilarang, tawaf sama sekali tak dibolehkan, serta Umrah yang telah 3 hari ini dihentikan, rasanya ini berlebihan. Sontak mencari referensi tentang dilarangnya kegiatan ibadah yang menjadi kenikmatan kami sebagai penduduk Makkah Almukarrahma ini. Chatting demi chatting dilakukan, you tube demi you tube di pelototin, kiriman demi kiriman di medsos dibaca berkali-kali, pengajian mingguan kamipun ramai membahas keputusan Raja ini, sampailah si Fakir ini menyimpulkan bahwa Wabah itu taklah main-main. Kekhawatiran hari akhir makin menghantui, kelalaian selama ini makin menghimpit, dosa berasa dipertontonkan bak layar lebar, sementara kebaikan, ibadah, sedekah dan lainnya berasa angin lalu.

_Work From Home_ kami lakukan, dan sesekali sempat mengunjungi _warehouse_ dan outlet untuk memberikan dukungan ke mereka sebagai jantungnya perusahaan kami. Rapat mingguan kami ganti dengan _online meeting_. Saatnya kami menghitung hari dan bersiap bersenda gurau, karena 15 hari lockdown akan berakhir. Terbayang tawa kami, terbayang canda kami, terbayang diskusi kami yang sering _basitegang_ sebagai khasnya budaya Arab, tangan bergoyang-goyang, mata melotot, bahasa campuran inggris dan arab dengan logat Masri yang kental, seperti kata Maugud, absyer, bukro, mafimuskillah bak dirindukan. Namun itu hanyalah bayangan, selarsa jantung ini jedah berdenyut seketika melalu twitter, kerajaan mengabarkan bahwa kebijakan lockdown diperpanjang, bahkan beberapa hari berikutnya diberlakukan lockdown 24 jam. Dimana kami tidak boleh keluar rumah sama sekali, kecuali membeli keperluan harian, itupun hanya di warung atau supermarket terdekat, kira2 hanya pada radius 1 km dari tenpat tinggal, dan hanya pada jam 6 pagi sampai jam 3 sore. Lainnya itu jika perlu apapun harus dipesan melaluomi _delivery service._ Sungguh pola hidup telah berubah. Di sini, aturan ya aturan, apalagi bagi kami kaum migran, sekali melanggar maka hotel prodeo menanti sambil menyiapkan tebusan SR 10.000 atau bermalam 4 bulan gratis. Tinggal pilih... yang membuat saya lebih memilih berdiam tak berkutik, walaupun tasreh untuk keliling kota masih bisa didapat, karena profesi sebagai _Shodili_ dan bekerja di _Shodiliyah,_ tapi tetaplah tak senyaman biasanya.

Kini telah sebulan berlalu, sungguh kita tak tahu apa yang akan terjadi. Umrah Ramadhan telah diputuskan Kerajaan tidak ada, Haji tahun inipun besar kemungkinan tak terselenggara. Kekhawatiran itu makin memuncak. Awal April yang sedianya akan diadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) untuk memberhentikan saya, dan dalam hitungan kami sebelum Lebaran telah kembali ke tanah air, dapat berkumpul dengan keluarga kecilku, hanyalah sebuah perandaian dan terhenti oleh wabah yang bernama _Covid 19._

Dalam renungan senja, masih kutoleh para guru asyik memberikan tugas ke anak sekolah yang jumlahnya seabrek, masih saja ada yang melanggar perintah raja walaupun sangat minim, masih bertebaran canda di medsos tentang corona, masih saja peringatan Allah ini diabaikan hingga menjadi biasa. Tidakkah kita melihat ribuan orang telah meninggal di muka bumi disebabkan corona? Tidakkah kita prihatin puluhan tenaga kesehatan mengakhiri pengabdian mereka dalam kantung plastik dan proses pemakamannya tanpa dihadiri sanak saudara? Masih jugakah para guru memberikan tugas kepada siswanya hanyalah tugas dunia yang tidak mendekatkan mereka kepada sang Khalik? Masihkah kita anggap remeh wabah ini? Dan masihkan kita terbelah bahkan tak mengingat hari akhir?

Sungguh, hari akhir itu telah diambang pintu. Betapa dipertontonkan ke kita bahwa si kaya dan si miskin (pinjam istilahnya jubir Menkes) sama posisinya saat ini, tak bisa ke mana-mana, hidup terbatas hanya di rumah, sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Kita disuruh kembalilah ke rumah, bentuklah akhlak kalian dari rumah, didiklah anak2 kalian dari rumah, berjamaahlah di rumah, tilawahlah di rumah, bekerjalah di rumah, muliakanlah keluargamu di rumah. Jika engkau keluar rumah biarlah para suami dan anak laki2 yang keluar rumah, jika terpaksa kaum hawa keluar rumah kalian semua harus pakai cadar (masker), harus menutup aurat (pakaian yang melundungi seluruh tubuh), keluar hanya untuk kepentingan dasar (tak bisa malala), jangan bersalaman dan berdekatan dengan orang (apalagi yang bukan mahram), saatnya para Istri bekerja di rumah, saatnya anak2 perempuan kita dididik di rumah, saatnya para suami full menjadi tiang keluarga dan saatnya mengajarkan anak laki2 menjadi jantan dan tak klemek2 lagi di depan layar bemain game online. Sungguh ini adalah berkah untuk kita, bagi ummat yang beriman, untuk menyiapkan hari akhir, yang pasti datang, walau kita tak tau entah kapan.

Sudah berapa juz tambahan hafalan kita, sudah berapa hadist yang telah tersimpan di memori kita, sudah kah kita laksanakan petunjuk itu dalam kehidupan rumah tangga kita. Dalam ratapan ini, kita tentu selalu berdoa lirih, semoga, bala, wabah dan kesusahan ini segera diangkat Allah SWT dan  Allah Ta'alah muliakan ummat Muslim di seluruh dunia.

امين يارب العالمين

*العزيزية مكة المكرمة*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...