Dulu ketika baru merantau ke tanah Jawa ini dan mulai bekerja, punya penghasilan yang cukup dan kumpul kumpul dengan sesama alumni Kimia di Tangerang ataupun Cawang, sering diingatkan tentang hal:
Menikahlah menjelang 30 tahun.
Karena lewat dari angka 30 itu sama saja menjelang 40 tahun, meskipun hanya lewat sehari. Bisa jadi ini hanya gurauan semata, tetapi saya merasa obrolan itu ada benarnya juga. Lewat 30 tahun usia, biasanya sudah mulai malas untuk menikah. Apalagi bener bener menjelang menginjak 40 tahun.
Alhamdulillah saya menikah di usia 28 tahun lewat 4 bulan 20 hari lebih kurang. Walau dikatakan sudah cukup matang, tetapi melihat kenyataannya menurut saya lebih pas menikah itu di usia 25 tahun saja. Teringat saya usia Nabi Muhammad, di usia segitu. Usia yang pas. Tetapi saya tetap bersyukur, atas izin Allah bisa menikah sebelum usia 30 tahun.
Menjelang 40 tahun.
Dinamika berumahtangga itu di sini. Saat anak anak lahir, besar, sekolah dan kebutuhan lainnya yang semakin besar. Di sinilah saya dan juga kita semuanya, benar benar diuji. Lulus atau tidaknya dalam membina keluarga kecil. Ada yang bilang 5 tahun pertama sejak akad nikah adalah pondasi awal pernikahan kita. Kuat atau tidaknya pondasi, katanya ditentukan di lima tahun pertama ini. Alhamdulillah semuanya dilalui dengan baik. Tentu semuanya atas kemurahan Allah SWT semata.
Dan benar apa yang dituliskan dalam buku "Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya" yang dulu pernah saya baca. Dan itu ternyata benar. Dengan menikah, sanggup menafkahi istri, anak dan mencukupkan kebutuhan keluarga. Mendayung biduk rumah tangga bersama istri tercinta, perlahan namun pasti semuanya mulai ada.
Menjelang 50 tahun
Life start at 40, bahasa Padangnya. Ada lagi yang bilang "pubertas kedua" itu saat 40 tahun. Alhamdulillah, so fa so good. Yang ditakutkan ini InsyaAllah sudah hampir terlewati. Yang jelas keraguan keraguan seperti ini tak kami temui.
Alhamdulillah, makin hari makin baik sajalah amalan kami. Berusaha makin banyak manfaat bagi sesama. Makin menghamba kepada Yang Maha Kuasa. Apalagi semenjak anak pertama, kedua dan ketiga satu per satu masuk pesantren. Anak yang di pesantren, kami pun mengikuti apa yang mereka lakukan di sana. Mereka kadang puasa senin Kamis, kami pun ikut juga. Mereka qiamullail, kami pun ikut juga. Mereka terbiasa mengaji, kami pun ikut juga. Mereka di sana terbiasa berbagi, kami pun ikut juga. MasyaAllah.. Semuanya tak lepas dari munajat kami kepada Allah semata. Kami titipkan anak anak kami kepada Allah melalui pesantren tempat mereka belajar agama. Bersyukur nya, anak anak kami ini tak ada yang merasa dipaksa. Alhamdulillah mereka enjoy di sana.
Hidup bagaikan air yang mengalir, kata orang. Tetapi sejatinya kita sendiri yang menentukan kemana air itu hendak kita alirkan. Tentu tak bisa kita sendiri yang menentukan. Pada Yang Maha Esa, seharusnya kita senantiasa sandarkan, pada setiap keputusan yang akan kita ambil. "Libatkan Allah senantiasa", begitu pesan sang Bundo Nova Yanti pada anak anaknya.
Dan mulai hari ini hingga setahun ke depan adalah masa persiapan saya menjelang angka 50 tahun, dan bersiap siap menuliskan apa yang akan terjadi "Menjelang 60 tahun". Semoga Allah selalu karuniakan kesehatan yang prima, usia yang senantiasa produktif tanpa tergantung pada sesiapa, dan keluarga yang tetap utuh taat pada Allah SWT semata. Di saat anak anak, satu per satu "mentas" pada masanya. Masa masa yang Allah SWT sempatkan bagi kami menyaksikan kesuksesan mereka untuk tetap istiqomah di jalan-Nya, InsyaAllah. Aamiin Ya Rabb.
#####
Siang ini menikmati kesendirian, sambil merenung dan menuliskan yang telah, sedang dan akan dijalani. Saat saat ini, kami menikmati masa masa awal "Pulang Pokok", terhitung sejak si bungsu mondok di Ma'had Riyadhul Qur'an Kudus, per 16 Juli lalu.
Gambar hanya sebagai pemanis tulisan ini saja
Sebagai bukti bahwa dalam kesendirian masih tetap produktif menulis.
De Lapau Minangness Bukittinggi
Graha Raya Fortune, 14.45
2/8/2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar