Trip Report Tangerang Bukittinggi
Senin 16 Desember 2024
Jam empat dini hari saya terbangun dari tidur. Benar benar pulas tidur semalam. Lelah yang kemarin terbayar sudah. Namun ternyata Bundo Nova sudah bangun lebih awal dari saya.
Walau tadi malam menjelang tidur sudah mandi, pagi ini saya tetap mandi lagi. Mandi buat menjaga kesegaran di pagi hari ini. Mandi menjelang sholat subuh juga. Dan sesuai rencana sehabis subuh nanti kami akan lanjutkan perjalanan.
Setelah mandi, menunaikan sholat sunah dan menunggu adzan subuh berkumandang. Sholat sendirian di kamar yang cukup luas ini. Sementara saya sholat, Bundo berkemas kemas. Merapikan kamar yang akan kami tinggalkan dan mempersiapkan apa yang akan kami bawa kembali ke dalam mobil.
Lepas sholat saya ke meja resepsionis. Kosong. Tak ada orang di sana. Saya kembali ke kamar dan segera membawa koper dan kantong makanan yang ada ke mobil. Bundo menyusul di belakang.
Tak lama berselang, si Abang yang jaga penginapan menyambangi kami. Menyapa dan mengajak ke meja resepsionis. Kemudian memberikan kembali KTP yang dititipkan tadi malam. Sewa kamar kami hanya Rp 200.000,- sudah dibayar di awal. Untuk sewa segitu dengan fasilitas yang ada, cukup murah.
Ketika mesin mobil saya hidupkan, si Abangnya sudah membukakan pintu gerbang buat kami keluar. Dan breakfast yang tadi malam kami pesankan, ternyata tak bisa dipenuhi. Hal ini karena kami berangkat terlalu pagi. Namun sebagai gantinya kami diberikan pop mie dua buah. Tak mengapa. Lumayan buat anak anak nantinya. Sarapan kami pagi itu cukup dengan cemilan yang masih ada. Masih cukup banyak buat berdua.
Kami keluar dari penginapan sekitar jam 5.30. Terios segera meluncur ke jalan raya yang tak jauh dari penginapan kami tadi, menuju Jalan Lintas Tengah Sumatra Muaro Bungo.
Jalan ini merupakan trek lurus menuju Sumatra Barat. Boleh dikatakan trek ini sangat disenangi oleh para driver. Up and Down. Mendaki dan menurun saja umumnya. Kecepatan bisa dipacu semaksimalnya. Namun tetap harus hati-hati. Kadang kala di ujung pendakian, tak nampak ada mobil dari arah berlawanan karena saking tingginya tanjakan. Begitu juga harus hati hati terhadap "penguasa wilayah" yang ada di sepanjang lintasan. Mereka adalah para sapi yang dibiarkan bebas berkeliaran mencari makan.
Dan pagi itu saya mengendarai Terios santai saja. AC sengaja tak dihidupkan. Udara sejuk berhamburan masuk di sela sela jendela mobil yang dibuka sedikit saja. Dinginnya mengalah AC.
Tak banyak bus ataupun truk yang lewat pagi itu. Yang lebih dominan adalah kendaraan pribadi dengan berbagai macam plat nomornya. Beberapa mobil dengan plat dari Jawa, "bercilaput". Penuh dengan tanah dan debu Sumatra yang menempel di body nya. Sedangkan yang berplat BH terlihat bersihnya.
Sesekali saya coba juga mencari teman lari pagi itu. Sekedar mengusik kesepian. Alhamdulillah lancar semua perjalanan yang kami tempuh pagi itu. Tak ada macet ataupun antrian panjang yang kami rasakan. Lancar jaya.
Di Tanah Badantuang kami belok kanan. Menuju Sijunjung, Lintau, Batusangkar dan Bukittinggi. Ini adalah jalan yang sering kami lalui dan merupakan jalan pintas, jalan tercepat. Dibandingkan via Solok dan Danau Singkarak, jalur ini lebih cepat sekitar dua jam.
Jalan masih sepi dan kecepatan bisa agak dipacu. Terkendala sedikit di sekitar Ampalu, karena hari Senin adalah hari pasarnya. Aksesnya dialihkan ke jalan yang sempit dan kembali nanti ke jalan utama dekat jembatan batang Ampalu.
Di sekitaran sini sudah mulai tampak orang berjualan durian. Pemandangan yang sangat menggoda tentunya. Dan akhirnya kamipun berhenti. Jam menunjukkan angka 08.50 pagi waktu itu.
Ada pondokan di pertigaan jalan. Makan durian di tempat dengan harga Rp 25.000,- saja. Sarapan kami pagi itu dengan durian plus ketan yang disediakan. Satu durian untuk berdua. Saya pake satu bungkus katan, bunda tidak. Dan itu sangat memuaskan. Rasanya mantap.
Disebabkan rasanya yang oke, kami percayakan kepada si Ibu penjual untuk memilihkan 9 buah lagi buat kami bawa sebagai oleh-oleh. Namun kepercayaan seperti ini, jika anda dalam perjalanan, janganlah sesekali. Jangan sampai ada sesalan di belakangan, seperti yang kami alami. Tak sampai setengahnya yang bisa dimakan. Ini jadi pelajaran bagi kami.
Sekitar setengah jam rehat kami di sini, perjalanan dilanjutkan menuju Lintau dan kota Batusangkar, ibukota kabupaten Tanah Datar, kampung halaman saya.
Udara yang segar, alam yang indah merupakan pesona tersendiri bagi kami berdua. Obrolan kami selama perjalanan sangat mengasyikkan. Banyak hal yang terceritakan.
Dan akhirnya rasa lapar kembali menggoda si Bundo. Maklum sudah hampir dua puluh dua jam belum bertemu dengan nasi lagi. Dan RM Aroma Pagaruyung pilihan kami. Lokasinya sebelah kiri jika kita dari Istano Basa Pagaruyung.
Kami sampai di sini sekitar jam 10.30. Saat yang pas untuk makan, sebelum ramai pengunjung. Masakan nya juga baru matang. Dan di sini makanan dihidangkan dengan nasi satu bakul untuk berdua.
Alhamdulillah lagi lagi kami makan lamak. Lauk yang kami pilih adalah ikan bakar, dendeng balado, gulai tunjang, sayur pucuak ubi dan Anyang plus teh talua. Totalnya hampir 90 ribu rupiah. Kami puas makan di sini dan kami sangat rekomendasi buat teman teman yang lainnya. Lamak lah pokoknyo.
Setelah makan kami lanjutkan perjalanan menuju Kapau Bukittinggi. Tak lama lagi kami akan sampai. Perjalanan Batusangkar hingga Kapau Bukittinggi butuh waktu sekitar satu jam-an.
Kami berhenti sejenak di SPBU Biaro mengisi BBM sejumlah Rp 300.000,- Untuk pertalite. Selesai ngisi BBM adzan Zuhur berkumandang, saya sholat di mushola yang ada di SPBU ini. Di sisi kiri Mushola terpampang sawah yang luas dan Gunung Marapi yang berdiri dengan kokohnya. Lagi lagi alam yang indah terhampar.
Menjelang jam satu siang kami pun sampai di Kapau. Terios parkir di depan rumahnya Ante Nelti Jamaah, saya masih di mobil dan Nova pun segera turun dari mobil. Nova menuju orang yang masih sibuk di dapur belakang, memberikan kejutan bagi semua orang. Surprise tentunya. Tak ada kabar, tak ada berita, tiba tiba datang di saat orang sedang "marandang". Marandang artinya prosesi membuat rendang yang umumnya dalam skala besar.
Saya menyusul kemudian. Melihat kebahagiaan yang terpancar dari sanak saudara yang ada, terutama Ama Asma Yati . Bergetar suara Ama, bercerita bahwa beliau tak menyangka bahwa kami sedang dalam perjalanan di daerah Jambi ketika beliau menelpon kami kemarin.
Tak lama berselang, Ama dapat suprise yang kedua. Anda Yolanda yang ada Batam berkabar bahwa dia, Mustafa Kemal F dan dua putri mereka akan pulang kampung juga. Tiket sudah di tangan untuk keberangkatan Kamis pagi dari Batam menuju Bandara Internasional Minangkabau Padang. Lengkap sudah kebahagiaan Ama, ante dan keluarga besar semuanya. Berkah Alek Vivi yang direncanakan. Anak anak Ama semuanya pada pulang.
Parung Serab Ciledug, 28 Januari 2025
22.22 WIB