Sabtu menjelang subuh kami semuanya sudah terbangun. Dhifa yang bangun lebih awal. Dia sudah membangunkan kami, mengetuk pintu kamar dan memanggil kami sebelum alarm saya "berkokok" jam 03.45. Dia menyangka kami sekeluarga akan berangkat ke Kudus menjelang subuh, seperti biasanya kami ke Timur Tengah. Eh, maksudnya kalo kami ke Jawa Timur (Gontor Kampus 2, Ponorogo) ataupun Jawa Tengah (Gontor Putri Kampus 3, Ngawi) saat melihat kakak dan abangnya di Gontor dulunya.
Kebiasaan bangun pagi si bontot ini memang sudah terbiasa sejak libur dari mahad Riyadhul Qur'an Desember lalu. Tak lagi susah membangunkannya, bahkan kadang kala dia sudah tahajjud duluan sebelum kami. Bisa jadi ini akibat pola yang sudah terbentuk sejak dia mondok, selepas lulus dari SD di awal Juli tahun lalu. Kebiasaan selama satu semester ini memang luar biasa. Bisa karena terbiasa. Ini salah satu nilai plus ketika memondokkan anak di pesantren yang kami rasakan, selain adab, akhlak dan kemandirian.
Hari ini, adalah jadwal yang kami agendakan untuk mengantarkan dia balik ke pondok, setelah 3 minggu berkesan membersamai kami di rumah hingga ke kampung halaman bertemu dengan nenek dan sanak keluarga lainnya. Ke kampung adalah permintaan dia untuk mengisi liburannya. Bertemu dengan neneknya Asma Yati , nenek dan kakek guru, Nelti Jamaah dan Akhmad Syafei serta sepupu lainnya yang dia harapkan. Alhamdulillah semua permintaannya kami penuhi.
Setelah selesai sholat subuh, jam 05.15 kami berangkat dari rumah. Semua barang sudah dimasukkan tadi malam menjelang tidur. Karena sudah terbiasa, semuanya sudah terpola saja. Packing and carrying, easily.
Keluar dari Puri Bintaro Hijau kami menuju tol pondok aren bintaro. Akses terdekat dan tercepat yang sering kami lalui. Masih sepi, jalanan masih lenggang. Begitu juga ketika memasuki gerbang tol.
Alhamdulillah, sepanjang tol yang dilalui juga lancar. Saking sepinya tol, saya bisa bablas hingga ke tanjung priuk. Tak nampak bagi saya akses menuju Cikampek saat itu. Suasana ngobrol dengan si Bundo bisa juga menjadi pemicu, sehingga simpang susun tol tersebut tak nampak. Bablas... Hahahaa.
Berputar balik lagi, akhirnya saya hidupkan juga google map sebagai pengingat. Ada sekitar 12 km jalan balik ke tol MBZ, Mohammad Bin Zayed. Namun lengangnya jalan, tak begitu terasa. Baru ketika di tol MBZ itu kendaraan mulai terasa rame. Dua jalur hampir penuh dengan kecepatan standar 60-80 km/jam. Jalur aman buat mendahului ada di sisi kiri tol. Sesekali saya terobos juga jalur tersebut.
Banyak kendaraan menuju Bandung ternyata. Mungkin pesona masjid Al Jabbar yang diresmikan oleh pak Gubenur Ridwal Kamil menjadi pesona tersendiri saat ini. Kemarin sholat Jumat perdananya dihadiri oleh ribuan jamaah. Icon baru kota Bandung yang berdekatan dengan Stadion GBLA.
Alhamdulillah, terios kami ini "lari pagi" menemani kendaraan kecil hingga yang kecil kendaraan besar yang besar lainnya, dengan kecepatan rata rata 80 km/jam sepanjang Tol Trans Jawa.
Sampai di gerbang tol Cikampek jam 7.08 dan rehat pertama di KM 102. Kami "sasak ka jamban" alias kebelet. Sementara Dhifa masih pulas tertidur. Rehat sejenak di sini, bergantian. Bundo duluan dan saya kemudian. Saya sempatkan sholat dhuha di sini. Masjid Omar Nuril Barokah. Masjid kecil dengan nuansa yang indah. Bagian bawahnya digunakan untuk area toilet dan tempat berwudhuk, yang terpisah antara wanita dan pria, sementara bagian atasnya agak berundak seperti bukit kecil adalah tempat sholatnya. Ruangan sholat yang tak terlalu besar sebenarnya, namun sangat rapi, bersih dan asri. Nuansa Timur Tengah terlihat melalui ornamennya. Selain sholat sunnah di sini, saya juga bermaksud mempertahankan wudhuk selama dalam perjalanan. Sama halnya sejak dari rumah tadi, wudhuk masih tetap terjaga. Dengan wudhuk bisa juga menghilangkan kantuk.
Dan di sini juga, tempat pertama kalinya "dipaksa" membawa Innova Reborn Matic oleh 'Juragan Ciledug', om Dwi Yanto waktu di ajak Demak dan Kudus. Waktu itu kita berangkat malam dari Karang Tengah bersama ustadz Jumhur dan istrinya. Sebagai pemula dalam menggunakan mobil matic ini, saya coba satu putaran mengendarai di rest area ini. Trial ini untuk mendapatkan 'feeling', setelah itu saya langsung bablas hingga ke keluar Tol Semarang jalan Raya Semarang Demak. Mengendarai matic ini lain pula pesonanya. Trip ini pernah juga saya tuliskan di blog saya sebelumnya.
Panas pool selama dalam perjalanan menjadi catatan bagi si Bundo. Panas ketika mentari meninggi dan itu ada di hadapan kami. Menantang Matahari. Maklum biasanya si Bundo sering di tengah. Ada Imam atau Kakak yang menemani saya di depan.
Menjelang jam 11 siang, kami rehat mengisi BBM di KM 768. Sudah tipis banget pertamax yang tersisa. Sudah saya matikan AC dan tape saat alarm BBM kedap kedip, saat tinggal satu bar. Di sini terios kami minum sebanyak 46,6 liter pertamax seharga 590an ribu rupiah. Isi terbanyak dan termahal selama ini. Saya tadi berpikir tangki terios ini hanya 45 liter saja, tetapi ternyata lebih. Saya masih bertanya tanya juga hingga saat ini. Jangan jangan kapasitan sebenarnya 48 liter. Oh ya, berangkat dari rumah ODOmeter nya berkurang 2 bar, dari total 8 bar.
Setelah itu AC saya hidupkan kembali, hati sudah plong, tak ada lagi yang dicemaskan. Dhifa masih saja tidur. Tak terasa kadang speed sudah di atas ambang yang diperbolehkan. Saya harus kontrol kecepatan. Memasuki gerbang tol kali kangkung, bundo mulai lagi memberi saya amunusi. Penghilang lapar. Jam makan sudah mendekati. Perut kosong sedari pagi mulai bernyanyi.
Keluar tol semarang di pelabuhan tanjung mas, terios masuk ke jalur pantura. Jalan Semarang Demak. Jalur yang biasanya padat merayap yang selama ini sering saya tempuh, kali ini agak beda. Sisa sisa banjir di kiri kanan jalan masih terasa. Banjir besar melanda semarang beberapa hari yang lalu, menyebabkan banyak rumah dan toko yang terendam di sekitar sini, sepanjang jalur. Banyak juga yang menjemur barangnya di teras dan pinggir jalan.
Mendekati jam 11 siang akhirnya saya memutuskan untuk masuk gerbang tol Semarang Demak, meskipun google map mengarahkan ke jalur arteri. Gerbang Tol Sayung namanya. Tol yang sangat pendek, namun sangat membantu menghindari macet di jalur arteri yang biasanya terjadi. Saya tak ingat berapa biaya yang saya bayarkan.
Keluar di ujung tol, sudah masuk di lingkar luar Demak Kudus. Tak lama lagi, jembatan perbatasan Demak Kudus yang iconic akan terlihat. Jalur siang ini banyak dilalui oleh kendaraan besar ternyata. Harus berhati hati, selain kendaraan besar tersebut, kita harus sabar juga memilih jalan. Ada banyak gelombang dan lubang juga. Maklum tonase besar dan bisa yang lewat jalan ini. Apalagi sehabis banjir kemarin, banyak lubangnya. Sisi kiri kali yang biasanya berisi air, sekarang berganti dengan lumpur dan pasir. Hampir memenuhi kali yang lumayan lebar ini, sepanjang jalur.
Dan akhirnya pesona Soto Ayam Asli Kudus pak Denuh, yang memaksa saya harus berhenti. Bundo yang getol dengan Soto yang membuat saya harus berhenti. Sudah sedari tadi, sejak masuk kota Kudus matanya tak bosan bosan nya melihat kiri jalan. Mancari Soto yang enak, yang ditandai dengan banyaknya orang yang makan tentunya.
Terios parkir di kiri jalan, kami menyeberang. Jam sudah menujukan waktunya makan siang. 12.47 kami makan di sini.
Sehabis makan kami lanjutkan perjalanan ke penginapan. Homestay dan kost-an Al Firdausy namanya. Penginapan syariah yang tak jauh dari Mahad Riyadhul Qur'an tempat Dhifa mondok. Per kamar ada yang 140.000, 150.000 dan 170.000 per kamar per malam.
Dan ini adalah perjalanan tercepat kami menuju Kudus. Berangkat setelah subuh, jam satu siang sudah sampai. Dan penginapan syariah ini jauh lebih baik dari yang sebelumnya pernah kami tempati. Ke mesjid pun dekat. Sangat dekat malah. Masjid Jami Al Huda namanya. Seberang penginapan.
Al-Firdausy Bae, Kudus
Minggu, 8 Januari 2022
07.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar