Selasa, 31 Desember 2019

AMAI



Amai bagi kami adalah panggilan khas terhadap istri Mamak. Mamak adalah panggilan terhadap saudara laki laki dari ibu di ranah Minang. Panggilan amai juga melekat terhadap istriku, Nova dari seluruh kemenakanku yang berjumlah tujuh orang. Dulu, di awal perkawinan kami panggilan ini agak aneh dia rasakan, karena merasa belum pantas dipanggil demikian. Bisa jadi karena merasa masih muda dan nggak sekeren panggilan Ante, Tante ataupun Aunty. Tetapi karena ingin meneruskan tradisi panggilan unik di keluarga besar, lama kelamaan terbiasa dan enjoy aja dipanggil AMAI. Alhamdulillah.

Yang ingin saya sampaikan bukan tentang istriku. Tetapi adalah "the real" Amai yang biasa saya sapa, yang saya temui ketika ke Riau.  Yang saya hormat pada beliau. Beliau adalah istri mamak saya yang tinggal di Pekanbaru.

Bagi saya Amai adalah seorang figur ibu yang sangat luar biasa. Ibu dari delapan orang anak, empat pasang, yang punya kesabaran tingkat dewa. Amailah yang mengatur segala kebutuhan anak anak dan suaminya. Dengan segala keterbatasan ekonomi sejak anak-anaknya lahir satu per satu, tumbuh dan berkembang, memasuki usia remaja, pendidikan dan menikah, semuanya tercukupi, meskipun dalam kesederhanaan. Jauh dari kemewahan. Rerata anak anak Amai dan Mamak saya ini berjarak dua tahunan. Sesuatu yang luar biasa sanggup membesarkan delapan orang anak-anaknya di "diperantauan" dengan baik.

Amailah sang begawan ekonomi bagi keluarga Mamak saya ini. Di tangan Amai-lah segala keterbatasan menjadi ketercukupan. Dengab segala kesabaran, Allah jua lah mencukupi segalanya. Hampir di tiap kelahiran anak anak mereka, ada saja cara Allah mencukupkan rezeki keluarga Mamak saya ini hingga semua anak anak mereka bergelar sarjana.

Amai adalah figur istri yang luar biasa. Yang dengan kesabarannya mendukung dan melayani segala kebutuhan Mamak hampir sempurna. Kesabaran yang luar biasa yang sanggup meladeni temperamental Mamak yang kadang kadang fluktuatif dimasa masa kecil kami dahulu. Mamak kami yang hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat) berjuang bagaimana bisa mendapatkan jabatan tertinggi di karirnya di sebuah perusahaan sub-kontraktor Caltex, mulai dari RMI hingga Tri Patra, sebagai senior super intendence. Padahal bersaing dengan para sarjana di zaman beliau saat itu. Bahkan banyak sarjana yang menjadi bawahan beliau juga.

Tentu back up dari Amai di rumah tak dapat diingkari. Amailah yang membuat suasana rumah menjadi teduh, menjadikan suatu ketenangan bagi Mamak untuk berjuang mencari nafkah di luar rumah, tanpa diributkan dengan persoalan anak anak. Amai adalah orang sabar ketika adanya konflik dalam keluarga, menjadi penengah bahkan menjadi orang yang mengalah dalam setiap kejadian yang menerpa.

Namun dibalik itu ada lagi yang luar biasa dari Amai kami ini.

Amai adalah seorang anak yang sangat tulus mengabdi dan berbakti kepada "mandeh"nya. Mandeh adalah panggilan kepada Ibu di ranah Minang.

Amailah, yang sejak belasan tahu lalu hingga kini yang merawat Ibunya dengan ketelatenan. Di tangan Amai ini, ada ketenangan bagi nenek hingga saat ini. Nenek tak ingin ke tempat anaknya yang lain, tak ingin lagi balik ke kampung.

Nenek yang dulunya tinggal di kampung halaman, di Batusangkar, ketika sudah sakit sakitan diboyong ke Pekanbaru. Nenek yang sudah tak bisa berjalan bahkan duduk pun susah dilayani dengan sepenuh hati oleh Amai. Dimandikan dan dibersihkan segala hal yang berkaitan dengan BAB dan BAKnya, disuapin makan dan minumnya, didengarin dan diajak ngomong, dan lain sebagainya dengan segala kerendahan hati sebagai seorang anak.

Rasanya agak susah mencari tipikal anak seperti Amai kami saat ini. Di saat usianya yang sudah berkepala enam lebih, sudah bercucu, masih sanggup melayani dan merawat "mandeh"nya dengan sebaik mungkin, tanpa meninggalkan tanggungjawab sebagai istri dan ibu, serta melayani kebutuhan cucu yang kadang hadir di rumah Mamak dan Amai ini.

Di tangan Amai yang kurus ini semuanya terselesaikan dengan baik. Di tangan Amai yang mungil ini semuanya yang berat menjadi ringan. Di tangan halus Amai ini semuanya dilayani denga kasih sayang.

Amai adalah sosok yang sangat sempurna bagi keluarga, sosok yang tak banyak orang tahu tentang aktivitas beliau di luar rumah, tetapi menjadi figur perekat bagi seisi keluarga. Figur yang kadang dianggap lemah, tetapi sejatinya adalah figur yang sangat tegar.

Amai adalah bidadari syurga bagi Mamak kami kelak di Jannah-NYA. Yang baktinya kepada "mandeh"nya tiada terkira. Yang patuh dan taat pada suaminya tanpa pamrih. Yang sayang kepada anaknya tak bertepi.

#####

Semoga tulisan ini menginspirasi dan melahirkan banyak Amai Amai lainnya yang tangguh, di tengah makin tipisnya keharmonisan dalam berumah tangga.
Semoga!!!!

Harapan Raya, Pekanbaru
6.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...