Rabu, 04 Desember 2019

Nasi Kapau Salero Uda

Rabu sore selepas rehat sejenak di rumah, saya mengajak istri dan Dhifa untuk sekedar jalan jalan sore, syukur syukur bisa makan mie ayam di jalan H. Mencong tempat favorit kami saat ini. Entah kenapa sore itu, sejak motor meninggalkan British School Jakarta sektor IX Bintaro Jaya hingga sampai ke rumah perut terasa lapar, padahal makan siang tadi masih normal, nggak kurang dari biasanya.
Kebetulan di rumah masih tersisa dua buah pisang, lumayan berpindah ke dalam lambung sekadar pengisi perut yang berdendang. Tawaran jalan jalan sore bersambut dan kami pun bermotor ria menuju jalan ke jalan raya H. Mencong.
Santai saja diperjalanan karena jaraknya yang dekat dari rumah, istri bercerita tentang kakak Dhila yang tadi menelpon. Bertanya tentang kapan akan dikunjungi, bercerita tentang kesibukannya saat ini dan ditutup dengan nasehat sang bunda untuk putri tercintanya yang sebentar lagi akan memasuki masa karantina.
Masa karantina adalah "masa pendalaman materi" selama hampir enam tahun belajar di Pondok, dimana mereka para santri ini terlepas dari segala aktifitas pondok. Masa karantina ini selama hampir tiga bulan. Semua aktivitas pondok sudah berpindah tanggungjawab kepada santri kelas lima. Mereka, santri kelas enam ini hanya fokus belajar, belajar dan belajar. Semua ilmu yang didapat akan diujikan baik tertulis, lisan maupun prakteknya. Makanya akhir akhir ini sang kakak sering menelpon, butuh "nutrisi, injeksi dan amunisi" dari kami selaku orangtuanya. Alhamdulillah selalu saja ada keceriaan di setiap ujung pembicaraan.
Doa yang tak putus putus selalu dia mintakan. Dan itu yang membahagiakan kami. Itu pula yang selalu didengar oleh si bungsu, menjadi pemicu ingin bisa seperti kakaknya. Dan hampir di setiap cerita cerita begini, Dhifa selalu mendengarkan dengan seksama, bertanya apabila ada yang kadang dia kurang paham. Ini pula rupanya yang jadi pengikat bathin antara mereka.

#####
Tak lama berselang, sesampai di jalan raya, kami belok kiri. Biasanya akan langsung berhenti di depan 'gerobak' mie ayam yang kami tuju. Tetapi mata ini menatap kosong, karena si abang mie ayam tak ada di tempat. Gerobaknya kosong. Yang ada hanya penjual juice dan es buah, posisinya berdampingan dengan tukang mie ayam pinggir jalan ini. Hmmm
Tak jadi berhenti disini, sambil berdiskusi motor tetap melaju ke pertigaan lampu merah portal Ciledug. Dalam diskusi ringan itu, akhirnya kami bersepakat untuk mampir di rumah makan Kapau Salero Uda, yang kami lihat beberapa hari lalu. Sebagai orang Kapau, tentu istri pengen tahu siapa pemiliknya, bagaimana cita rasanya. Penasaran tentunya.
Memang sebelumnya itu adalah rumah makan Sederhana yang tiba tiba tanpa kami sadari sudah tutup. Pernah pesan nasi bungkus di sini, tetapi belum pernah makan di tempat. Soal rasa, biasa biasa sajalah, tidak terlalu istimewa di lidah kami, namun soal harga sesuai standar RM Sederhana lainnya.

Pas di pertigaan lampu merah, motor langsung saya arahkan ke kanan, menuju parkiran. Turun dari motor, karyawannya langsung membukakan pintu buat Nova dan Dhifa. Mata mereka langsung tertuju ke deretan lauk yang terpajang di depan mata, setelah pintu terbuka. Susunan lauk pauknya ini persis seperti khasnya nasi Kapau. Namun disini lebih dingin suasananya karena ruangannya ber-AC, namun masakan yg tersusun ini hangat karena ada "kompor" kecil di bawahnya.

Saya yang menyusul di belakang, merasakan keramahan dari para karyawan yang ada. Dari sambutan di depan pintu yang dibukakan, disapa dengan hangat dan senyuman. Dan ketika kita menghampiri lauk pauk ini, baru sekedar melihat lihat saja, seporsi nasi berikut daun singkongnya sudah diulurkan ke tangan kita di atas piring putih yang lumayan lebar. Luar biasa.

Memang sore itu hanya kami bertiga yang ada sebagai pembelinya. Dan inilah saat yang tepat bagi saya untuk mencoba "bertanya" lebih lanjut kepada mereka mereka ini. Mumpung sepi, tentu bebas bagi saya untuk memperhatikan satu per satu "samba" yang terhidang, melihat segala sudut rumah makan ini. Hmmm, begitu cepat lintasan pikiran yang ada saat menerima sepiring nasi dari karyawan yang bertugas di bagian dalam, terkurung oleh segala lauk di sekelilingnya.
Berbeda dengan nasi Kapau di Los Lambuang Bukittinggi, kalo di sini kita pilih sendiri, ambil sendiri apa yang kita inginkan, bukan diambilkan dengan sendok kayu yang panjang. Di sini semuanya bisa dijangkau. Dan yang lebih penting lagi semua harganya terjangkau. Hehehee, kalo tak percaya lihat photo yang saya tampilkan ya....
Saya memilih ikan bakar dengan sayur kapaunya, Dhifa dengan ayam gorengnya dan Nova dengan " Ikan asam padeh" nya. Olahan daging, belum menjadi pilihan utama sore itu. Mestinya kan harus dicoba dahulu gulai tunjangnya, gajebonya, ususnya ya? Hehehe.


Setelah diambil lauk yang diminati, baru kita setor ke kasir. Kasir akan mencatatnya sementara waktu atas apa yang kita pilih.

Ketika sudah sampai di meja makan, Nova dan Dhifa langsung makan. Saya mengambil kesempatan untuk meliput segalanya dengan video yang ada, hingga ke bagian luar rumah makan ini. Insting saya sudah menyatakan bahwa rumah makan ini layak untuk direview, diviralkan.

Entah sengaja atau sudah standar pelayanan, saya selalu didampingi oleh karyawan yang ada. Saya disapa dan dilayani dengan baik atas apa yang saya tanyakan. Saya diantarkan ke beberapa tempat dengan kesigapan mereka membukakan pintu, baik dari depan hingga bagian belakang ke kamar WC maupun musholanya. Dan itu saya apresiasi.

Dari obrolan dengan mereka ini baru saya tahu bahwa pemiliknya adalah pak Wahyu, salah seorang anak dari pak H. Bustaman "owner" RM Sederhana grup. Anaknya ini banting stir, setelah RM Sederhana yang ada ini tak menunjukan kemajuan yang berarti. Merubah haluan, berarti merubah image, merubah segalanya, termasuk harga. Dan yang lebih penting adalah melepaskan diri dari "franchise" RM Sederhana.

Makanya mereka berani dengan harga yang lebih rendah daripada harga RM Sederhana. Mereka berani memampangkan harga dari setiap lauk alias menu yang ada di sini. Dan untuk rumah makan Kapau, ini adalah suatu terobosan baru. Sehingga menurut saya ini adalah "fairness" antara pembeli dan pemilik rumah makan, khususnya yang berlabel Nasi Kapau, yang dalam katagorinya selalu harganya di atas rata rata rumah makan lainnya.

Dengan makan bertiga kami di atas, seporsi "sayua pucuak ubi" plus teh telur saya dan jus mangga buat Dhifa harga yang kami bayarkan hanyala 81.000,- rupiah saja. Sangat terjangkau menurut kami, tidak mahal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...