Jumat, 28 Juni 2019

TITIP: Pesan sang Kyai buat Wali Santri

Alhamdulillah, banyak hal yang sudah dijalani selama ananda masuk pasantren. Banyak suka dan duka yang sudah dilalui, tetapi sangat indah untuk dikenang. Boleh dikatakan enam bulan pertama adalah masa masa yang sulit kami jalani. Hanya bermunajat pada ALLAH semata, bersimbahkan airmata di setiap sujud dan doa buat ananda adalah salah satu cara "membunuh rindu". 

Sebagai orang tua, kita juga harus kuat. Kuat menahan rindu. Kuat dalam berdoa. Kuat dalam memotivasi ananda. Pokoknya harus kuatlah dalam segala galanya. Jangan sampai kegundahan kita, akan beresonansi buat mereka yang sedang berproses di pondok sana. Ikatan bathin kita dengan mereka sangatlah kuat. Apa yang kita rasakan, akan memberi respon signifikan buat mereka. So, kitalah yang dahulu harus KUAT.

Sejatinya mereka belajar di sana, kita pun belajar di rumah. Mereka puasa sunnah di sana, kita pun harus rajin puasa sunnah di rumah. Mereka tahajjud di sana, kita pun tahajjud di rumah. Mereka disiplin di sana, kita pun harus belajar disiplin di rumah dan dimana mana. Mereka "menatahati" di sana, kita pun "menatahati" di rumah.

Inilah yang sesungguhnya yang terjadi antara orangtua dan anaknya yang ada di pondok sana.

Belajar dari itu semuanya, alhamdulillah untuk si buyung IMAM anak kedua kami yang sejak tahun lalu diterima di GONTOR Ponorogo, sangat enjoy melalui tahun perdananya. Semuanya tentu belajar terhadap kakaknya yg lebih dahulu masuk di GONTOR Putri 3 Widodaren Ngawi Jatim. Dimana setiap ka mudifah, Imam dan Dhifa selalu diajak serta. 

Semuanya tentu belajar. Belajar dari komunitas walisantri yang ada, baik ketika mudifah maupun dalam WAG Walsantor yang ada. Selalu ada tips dan nasehatnya, serta yang terpenting adanya semangat saling menguatkan terhadap mujahid/mujahiddah yang tengah berjuang di pondok pasantren.

Tentu pesan KH. HASAN ABDULLAH SAHAL, pimpinan pondok gontor untuk para orangtua yang melepas putra-putrinya untuk menuntut ilmu perlu kita simak, sbb:“Kalau mau punya anak bermental kuat, orangtua-nya harus lebih kuat, punya anak itu jangan hanya sekedar sholeh tapi juga bermanfaat untuk umat, orangtua harus berjuang lebih ikhlas.. ikhlas.. ikhlas”.
Anak-anak mu di pondok pesantren gak akan mati karena kelaparan, gak akan bodoh karena gak ikut les ini dan itu, gak akan terbelakang karena gak pegang “gadget”. Insya Allah Anakmu akan dijaga langsung oleh Allah karena sebagaimana janji Allah yang akan menjaga Alqur’an..yakin.. yakin..dan harus yakin.
Lebih baik kamu menangis karena berpisah SEMENTARA dengan anakmu untuk menuntut ilmu agama, dari pada kamu nanti “yen wes tuwo nangis karena anak-anak mu lalai urusan akhirat.. kakean mikir ndunyo, rebutan bondo, pamer rupo..lali surgo..” (kalau sudah tua menangis karean anak2 kamu lalai thdp urusan akhirat….kebanyakan memikirkan urusan dunia, berebut harta, pamer rupa wajah…lupa surga)
“Jadi wali santri itu harus punya 5 sifat dan sikap, yaitu T I T I P.”
1.    Tega
Harus tega… harus tega… harus tega… harus percaya kalau di pesantren anakmu itu dididik bukan dibuang. Harus tega, karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan…
2.    Ikhlas
Harus ikhlas…harus sadar kalau anakmu itu tidak akan dibiarkan terlantar… harus ikhlas anakmu dididik, dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan, dan sebagainya… kalau merasa anakmu dibuat nda senyaman hidup dirumah… ambil anakmu serkarang juga..!
3.    Tawakkal
Setelah itu serahkan sama Allah. Berdoalah! Karena pesantren bukan tukang sulap, yang bisa merubah begitu saja santri-santrinya… maka berdoalah…
4.    Ikhtiar
Dana dan do’a. Ini adalah kewajiban. Amanat.
5.    Percaya
Percayalah bahwa anak kalian ini dibina, betul-betul DIBINA. Apa yang mereka dapatkan disini adalah bentuk pembinaan. Jadi kalau melihat anak-anakmu diperlakukan bagaimanapun, percayalah itu adalah bentuk pembinaan. Itu adalah pendidikan.
Jadi,
Jangan SALAH PAHAM!
Jangan SALAH SIKAP!
Jangan SALAH PERSEPSI!
Mereka itu beribadah dengan menuntut ilmu
Mereka selalu diajarkan untuk mendoakan ibu-bapaknya.
Mereka pergi untuk kembali.
Bertemulah jarang-jarang agar cinta makin berkembang.
(Abu Dawud, Ibnu Hibban)
http://www.embunhati.com/nasehat-kh-hasan-abdullah-sahal-gontor/
Photo dari profil FB uni Ambo Revi mailis

Kamis, 27 Juni 2019

Selamat Jalan Wiwin

Lebih kurang jam 03 dini hari tadi dapat kabar dari salah satu WAG. Serasa tak percaya, saya coba buka WA mu Win dan terakhir status mu aktif persis 24 jam sebelumnya. Lama tak bertemu, tetapi komunikasi kita terjalin lagi via WA bulan februari yang lalu.
Undanganmu untuk kami agar berkenan mampir di Pemalang, rencananya akan kami penuhi di bulan ini. Bersama istri, kami berencana akan mampir berkunjung ke Ngawi dan Ponorogo untuk bersilaturaHMI dengan mu, Win, di kediaman mu di Pemalang. Bahkan dirimu akan menjemput kami selepas exit tol.
Tetapi WA dini hari ini, membuyarkan semuanya Win. Tak percaya diri ini, Win. Kenapa begitu cepatnya dirimu dipanggil Yang Maha Kuasa. Lama tak bertemu, banyak hal yang kami tak tahu tentang mu Win.
Fb mau ku sibak untuk memastikan akan kabar ini. Ternyata benar bahwa apa yang disampaikan suatu kenyataan. Win, tak banyak yang ku tahu tentang mu. Tetapi dalam akhir akhir ini, kita banyak kesamaan. Banyak status saya yang kau komentari dan kita seolah bersepakat. Berkesesuaian dalam pilihan politik, bertemu pemikiran tentang perjalanan bangsa ini. Kita saling mendukung. Tak pernah ada kontradiksi di antara kita.
Masih terbayang status terakhir di awal juni ini tentang pertemuan mu dengan sang belahan jiwa. Tentang pernikahanmu dengan Dwi Indiastuti, tembang Jogjakarta-nya Kla Project mengiringi status itu. Aku hanya bisa like, tak sempat komentari Win. Aku turut bahagia, tetapi win.... Tetapi itu ternyata cara Allah "meninggalkan perangai" baikmu untuk orang orang terkasih. Engkau tinggalkan sang buah hati bersama bundanya dengan suatu kesan terbaik.
Wiwin Sulistya, biar status di FB kita akan jadi saksi bahwa kita adalah berteman dengan baik sekali. WA yang ada ini status ini akan jadi saksi bahwa kita punya janji untuk bertemu, bersilaturaHMI.
Win, Allah berkehendak lain. Tak ada waktu di dunia ini, kita bertemu, insya Allah Allah akan pertemukan kita kelak di Jannah-NYA.
Selamat jalan bung Wiwin. Aku bersaksi bahwa selama ini engkau termasuk hambaNya yang sholeh. Akhir hidupmu, insya Allah husnul Khotimah.
*****
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...Turut belasungkawa atas berpulangnya sahabat kita Wiwin Sulistya..Smg Alm diampuni dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan dijadikan kuburnya sbg Raudhatul Jannah. Keluarga yg ditinggal, diberi keikhlasan..Aamiin YRA
Note:
Wiwin Sulistia seorang hakim di PN Pemalang,
Pernah pengurus HMI Cabang Padang.
Kabar dari Meni, hakim di Pekanbaru.

Selasa, 18 Juni 2019

MENGAJAR itu WAJIB bagi alumni Gontor


Sebuah tulisan menjelang subuh tadi sangat berarti bagi saya, berjudul: JANGAN SEPERTI KAMBING. Tulisan yang membuat saya jadi teringat akan obrolan beberapa tahun yang lalu saat dengan beberapa walisantri yang saya temui. Obrolan yang menarik yang disampaikan, yang saya simak saat itu adalah tentang setinggi apapun jabatan ataupun profesi seorang alumni Gontor, tetaplah mereka itu GURU. Mereka WAJIB MENGAJAR.

Dalam obrolon kami disebutkanlah beberapa nama alumni Gontor yang duduk sebagai anggota DEWAN yang TERHORMAT di Senayan sana, MENTERI yang pernah menjabat ataupun sedang menjabat, bahkan PENGUSAHA juga. Apapun jabatan/profesi-nya, mereka tetaplah hakikatnya seorang guru. Boleh dikatakan pekerjaaan utama mereka itu adalah MENGAJAR, jabatan ataupun profesi lainnya adalah ladang pengabdian ke sekian.

Mana ada institusi pendidikan lainnya yang seperti GONTOR ini? Bahkan institusi pendidikan sekalipun, tak ada yang mewajibkan alumni untuk mengajar. Boleh percaya, boleh tidak, tetapi itulah kenyataannya.

So mengapa MENGAJAR itu WAJIB bagi alumni Gontor? Sangat menarik ditelaah lebih dalam.

Dan pendapat saya pribadi, seorang walisantri, boleh jadi mengajar adalah dakwah terbesar dan terberat bagi setiap muslim. Amalan yang diberikan ALLAH sangat besar dan akan mengalir terus menerus selama ilmu yang diberikan dipakai terus. Dan GONTOR sesungguhnya sudah menyiapkan semuanya bagi setiap santrinya untuk itu semuanya. Makanya harus dimaksimalkan, dimanfaatkan. Jangan sekali sekali ditinggalkan dunia mengajar ini. So banggalah dengan tugas anda yang SELALU MENGAJAR.

Silakan baca lebih lanjut tulisan yang saya dapat dari WAG Walsantor dibawah ini.
Sangat menarik.

*****

JANGAN SEPERTI KAMBING

Saya kemarin mendapat sebuah cerita berharga dari teman saya.  Dia adalah alumni Gontor yg mendapat amanat sebagai penyelenggara haji dan umroh. Suatu ketika ketika ada kunjungan KH Syukri Zarkasyi ke rumahnya,  dia kemudian memperlihatkan kepada Kyai tentang bagaimana usahanya,  dan keberhasilannya dalam membangun usahanya.  Kyai syukri mengangguk-anggukkan kepalanya,  sampai akhirnya teman saya tadi selesai bercerita.  Kyai Syukri spontan berkata :

"Wedus.. kambing kamu...!! Kalau manusianya bisanya cuma kawin punya anak,  punya rumah,  punya mobil, dan ndak mengajar,  itu bukan mental pejuang... mentalnya kambing.. ndak ada bedanya dengan kambing.. Kamu Lulusan Gontor ndak boleh hanya jadi kambing. Lulusan Pakistan kok cuma bisa bikin Travel umroh, ngajar kamu..! Ngajar ke ISID (Sebelum berganti Unida) sana..!!  Biar ndak jadi kambing..!! "

Bak tersengat aliran listrik rasanya.  Maka dia segera menghungi staff ISID untuk mengajar di sana. Sampai saat ini,  dia masih mengajar di Unida,  meskipun bukan di kampus utama di Siman.

Kyai Syukri faham,  kita butuh penghidupan layak, Istri yg menarik dan anak-anak sebagai penerus cita-cita. Tapi jika kita tidak ikuti dengan "berjuang", memperjuangkan agama ini, maka sirnalah existensi kita sebagai manusia. Karena kami adalah alumni pesantren utamanya Gontor,  maka medan perjuangan yg dipilihkan oleh Allah adalah mengajar. Mengajar walau sekecil apapun. Kyai Zarkasyi pernah menyampaikan bahwa orang besar menurut Gontor adalah orang yg mau mengajar mengaji kepada anak-kecil di Mushola di tengah-tengah hutan. Itulah orang besar menurut Gontor.

Maka jadi apapun antum,  jadi pengusaha,  jadi politikus,  jadi dokter,  jadi polisi,  jadi Tentara jadi pengacara,  jadi hakim atau apapun profesi kita... Jangan pernah lupakan tugas utama kita : Mengajar!!

Biar kita ndak jadi kambing....

Kamis, 13 Juni 2019

IMAM

Dan sang buah hati pun harus kembali ke GONTOR dengan penuh senyuman. Terima kasih nak atas kebersamaan nya selama liburan Ramadhan kali pertama ini.
Masih panjang jalan yang harus kau tempuh, tetapi ayah akan selalu mendukungmu. Kekar tubuh mu dalam setahun ini menunjukkan Engkau kelak akan jadi lelaki tangguh.
Imam yang kuat dan teguh dalam pendirian serta konsekuen dalam setiap kebijakan.
Imam yang sabar dan teliti dalam menyikapi persoalan serta adil dalam mengambil keputusan.
Imam yang sebenar benarnya imam, yang memberi manfaat dalam setiap derap kehidupan bagi agama dan bangsa kelak.
Teruslah berjuang nak.
InsyaAllah Allah meridhoimu, melindungimu, meninggikanmu dengan ilmuNya.

Selasa, 11 Juni 2019

Lintas Sumatra : Arus Balik 2019

Selepas sholat subuh Sabtu 8 Juni 2019, saya kembali mengumpulkan apa yang tersisa tadi malam. Segala yang sudah disiapkan oleh istri ditumpuk pada satu tempat, tinggal saya yang mengatur penempatannya di mobil. Terlebih dengan apa yang berkaitan dengan konsumsi dan baju ganti selama dalam perjalanan nanti.

Dalam balik kali ini, kami hanya berempat saja. Saya, istri, Imam dan Dhifa. Agak lega, tetapi istri tetap minta bangku ketiga jangan dilipat, biar buat si kecil bila dia perlukan untuk tidur. Sehingga diantara bangku ke dua dan ketiga saya susun tas coklat kami yang berisi pakaian bersih yang belum sempat disetrika dan beras dari mama. Tak ada ruang kosong di antaranya, lumayan lega buat tidur. Di ujung sisinya sata tempatkan bantal kesukaan Dhifa.

Oh ya, setiap pulang kampung beras selalu mama sediakan buat kami, begitu juga dengan adik adik istri lainnya. Beras Kapau asli, kualitas premier. Rasanya beda. Beras mama ini biasanya dikirim buat pelanggan beliau "owner" rumah makan Nasi Kapau, baik yang di Los Lambuang, Padang dan bahkan di Pekanbaru, termasuk restoran RM Inyiak Sanang di Rumbai adalah pelanggan tetap mama.

Setelah beres semuanya, kami pamit. Jadwal yg semua direncanakan jam 6 pagi terundur hingga jam 8. Dari empat keluarga anak mama, kami yang berangkat lebih dahulu, disusul yang ke Pekanbaru dan Padang. Yang menuju Batam berangkat hari selasa, 11 juni dengan pesawat.

Tepat jam 07.45 kami berangkat meninggalkan rumah, mampir di rumah ante Upik sebentar pamitan dan berjanji akan bertemu lagi di Jakarta 20 juni nanti dalam pesta pernikahan dan resepsi anak sulungnya.

Selanjutnya kami menuju simpang Tanjuang Alam, belok ke kiri menuju simpang Baso menuju Batusangkar. Lumayan rame pagi itu di sepanjang jalan. Bisa jadi sudah mulai bergerak para perantau menuju propinsi Riau melalui kota Payakumbuh. Berangkat lebih awal supaya ada waktu mampir di daerah wisata sepanjang jalan hingga kelok 9 yang menawan ataupun mengantisipasi macet yang lebih parah.

Macet mulai kami alami menjelang simpang Baso, disebabkan antrian kendaraan pribadi yang mau masuk ke SPBU dari jalur kiri maupun kanan jalan. Selepas simpang Baso jalan lancar sekali. Jendala mobil sengaja saya buka agak lebar menikmati udara segar alam pegunungan dan perbukitan yang ada di sepanjang jalan. Pagi itu udara terasa sangat segar, indahnya pemandangan alam sangat memanjakan mata. Sisi gunung merapi di sebalah kanan kita sangat sulit untuk dilepaskan dari pandangan, begitu juga dengan gunung Sago di sebelah kiri. Hamparan sawah membentang antara dua sisi jalan Batusangkar - Payakumbuh. Indah nian.

Ada lokasi wisata Tabek Patah dijalur ini, dengan pemandangan yang sangat menawan untuk melihat kota Payakumbuh dari kejauhan. Ada masjid Quba yang juga menawan sebagai alternatif persinggahan jika kita ingin sholat dan selfie di sini. Udaranya sejuk sekali, air krannya sangat dingin. Banyak yg sengaja mampir di sini baik sekedar sholat maupun rehat dalam perjalanan.

Deretan rumah makan bernuansa alam di ketinggian dengan hamparan sawah di sekelilingnya. Rerata selain masakan padang yang sudah terkenal disediakan, ikan bakar adalah pilihan utama yang disuguhkan. Andai agak berjalan siang hari di daerah daerah ini akan kita jumpai kemacetan oleh kendaraan pribadi maupun bus pariwisata yang parkir berjejeran.

Sebelum masuk kota Batusangkar saya belok ke kanan, menuju kampung halaman di kecamatan Limo Kaum, Balai Labuah. Sekalian berhari raya dan juga melihat rumah yang ibu bangun dari hasil pencahariannya selama di rantau dulu, yang sekarang kosong tak ada penghuninya. Biasanya tak putus putus orang yang ngontrak rumah kami ini. Belum selesai masanya sudah ada yang bertanya, kapan bisa ditempati. Mungkin sekarang beda karena memang kondisi ekonomi juga yang agak tersendat.

Sekitar setengah jam kami mampir di sini, photo bersama bersama etek etek dan anak anaknya, kami melanjutkan perjalanan menuju Saruaso. Berjanji hendak bersilaturahmi dengan "konco arek" Jon Mikhrad, teman kuliah dahulu yang juga beristri seorang apoteker seperti saya juga. Sama sama adik kelas kami, cuma mereka beda angkatan.

Melintasi terminal Dobok Piliang, banyak angan saya melayang. Kembali berputar pada masa masa silam. Tatkala liburan sekolah sering kami ke sini. Masih terbayang bagaimana bus Merah Sari dan Merah Sungai dari Dumai/Duri menurunkan penumpangnya di sini. Masih terbayang bus besar APD dan APB  sering kami naiki di sini ketika hendak ke Padang. Tetapi sekarang tampak tak lagi "rami", jauh beda dengan dulu. Mungkin sudah jarang bus-bus besar masuk ke sini. Bus Yanti dan Syofia sudah jarang terlihat, padahal dahulu raja-nya di sini. Angkot pun tak banyak lagi. Apalagi yang namanya bendi. Hehehe, musim berlalu tahun pun berganti. Dulunya rami sekarang sepi.

Lepas terminal di ujung jalan pertigaan ke Saruaso, sebelah kanan  terlihat bukit yang sudah terkikis beberapa sisi tebingnya dan diratakan, dijadikan perumahan. Di sisi sebelah kiri masih terlihat alam, menampakan kota batusangkar yang senantiasa dijaga oleh Gunung Bungsu.

Roda mobil terus berputar mengarah dan relatif menurun menuju pasar Saruaso dimana bung Mikhrad sudah menunggu. Selepas Oma Mart, terlihat beliau menunggu sambil menggendong si "Buah salek nan sabana kamek", yg baru berumur satu setengah tahun, amanah Allah yang ketiga buat kawan kami ini. 

Kami mampir di rumah ortu Ona, istri Mikhrad, yang kebetulan ada acara "mandoa" lepas zuhur nanti. Makanan tersedia ala Minangkabau di ruang keluarga yang luas ini disusun di atas kain putih yang digelar beberapa helai. Di dapur beberapa "amak amak" sibuk menyiapkan segala sesuatunya.

Tak ingin lama mengganggu tuan rumah, kami sudahi "barirayo" di Saruaso. Kami lanjutkan perjalanan ini setelah jarum jam menunjukan angkat 10 lewat dikit.

Menyusuri jalan menuju Setangkai Lintau, semuanya sudah tertidur pulas. Tinggal saya yang menikmati pesona alam yang Allah suguhkan. Jalan berbelok belok, kadang tajam sekali, naik dan turun perbukitan  hingga masuk kota Muaro Sijunjuang. Untung anak anak tidur, kalo tidak tentu akan mual selama perjalanan ini.

Setelah melewati Tanah Badantuang, kami masuk ke jalan utama lintas tengah sumatra. Banyak sekali terlihat plat no kendaraan di luar Sumbar sepanjang jalan ini. Jalan yang umumnya lurus, sekali sekali berbelok di pinggang bukit barisan, kadang "up and down",  dengan kecepatan rata rata diatas 60 km per jam bersilewaran silih berganti, memacu adrenalin layaknya sirkuit, balapan. Saling memacu, mendahului.

Tepat jam 14.05 kami sudah melewati batas propinsi Sumatra Barat dengan bangunan Rangkiang di dua sisi jalan. Memasuki propinsi Jambi. Kami memutuskan untuk mencari SPBU ketika sudah seharusnya mengisi BBM sekalian rehat sholat dan makan siang sekalian.

Istirahat pertama kami di SPBU Tanah Sepenggal Bungo Jambi dengan pengisian sejumlah Rp. 330.000,- sebanyak 42 liter pertalite. Rehat, sholat dan mandi kami di sini. Lebih kurang satu setengah jam. Angka tempuh dr Kapau hingga kami istirahat di sini menunjukan angka 258.4 KM.

Lepas itu jalan lagi hingga memasuki kabupaten Sarolangun kami istirahat di SPBU menunaikan sholat mahrib dan isya. Banyak para musafir yang sholat di sini.

Terus menyusuri malam kami nikmati perjalanan ini dengan kecepatan sedang. Sangat hati hati saya membawa terios ini, karena masih banyak kendaraan roda dua di sepanjang jalan menuju kota Lubuk Linggau. Kadang kala kami temui pengendara motor yang tak hidup lampunya. Entah sengaja atau memang sudah tak berfungsi lagi. Apalagi di trek lurus ini kecepatan mereka berkendaraan rerata masih tinggi.

Oh ya, sebelum maghrib tadi, di sisi sebelah kanan jalan arah ke Sumbar terjadi tabrakan beruntun. Ada dua tiga mobil dan satu motor NMax. Beberapa polisi yang mengamankan lokasi. Ada satu mobil saya lihat bonyok bagian depannya. Masyarakat sangat ramainya di sekitar lokasi kejadian. Namun saya tak tahu ada berapa korban yang ada. Ini yang perlu kita waspadai. Berhati hati dan sabar dalam berkendaraan itu HARUS.

Menjelang jam 22.00 kami sampai di kota Lubuk Linggau. GPS mengarahkan ke lingkar utara, tetapi saya memutuskan lewat dalam kota saja, sambil menunggu adinda Fadli yang ada di belakang. Saya memilih rehat sejenak di dekat Bank Syariah Mandiri selepas belok kiri pertigaan kota Lubuk Linggau. Saya lihat ada security yang duduk berjaga di samping ATMnya. Instuisi saya mengatakan inilah tempat yang aman buat rehat di dalam kota. Anak anak masih tidur, istri yang baru bangun saya minta "stand by" jaga sementara saya mau tidur barang sejenak. Ada barang 45 menit tertidur, saya merasa segar kembali.

Di samping bank BSM tersebut ada Alfa Mart buka 24 jam, saya manfaatkan beli cemilan buat anak anak dan minuman kopiko 78 buat saya di jalan nanti. Selain itu juga buat numpang ke WC yang ada.

Lebih satu jam menunggu Fadli akhirnya datang, dengan adik sepupunya yang nyetir. Bersalaman, kami pun cari tempat yang nyaman buat Fadli dan keluarganya makan malam.

Jam 23.30 kami pun jalan meninggalkan kota Lubuk Linggau, menuju Kota Lahat. 15 menit jalan kami bertemu SPBU buat ngisi BBM Fadli yang sudah "rest", saya yang masih tersisa empat bar, di angka speedometer menunjukan 603.4 7KM ikutan ngisi juga. Pengisian sejumlah Rp. 190.000,- dengan isian 24 liter pertalite.

Setelah selesai urusan "ke belakang" di SPBU ini kami melanjutkan perjalanan menjelang pergantian hari.

Saya memilih berada di belakang mobil Fadli, karena adrenalin saya akan meningkat mengimbangi kecepatan mobil Fadli yang baru. Dengan begini InsyaAllah kantuk akan hilang. Ibarat orang ngantuk disuruh berlari, pasti kantuknya akan hilang. Begitulah kenyataannya.

Sebagai seorang solo driver, diantara rawannya daerah Lubuk Linggau - Lahat, mesti punya teman dalam perjalanan yang bisa dipercaya. Makanya saya tadi berkenan menunggu Fadli, sambil memanfaatkan waktu untuk tidur. Alhamdulillah, selama menempuh jalan malam hingga ke Muara Enim saya segar, nggak ngantuk sama sekali. Adrenalin berpacu, ditambah dengan asupan pisang dan cemilan secara bertahap disiapkan istri. Ada kopiko 78, vitacimin dan permen Hack yang menemani serta kue bolu juga.

Selepas Muara Enim, saya ambil posisi di depan. Dengan pertimbangan mau cari masjid yang bersih buat sholat subuh dan rehat. Alhamdulillah karena sudah terbiasa sholat di daerah ini saya hafal beberapa mesjidnya.

Tepat jam 4.30 saya memarkirkan mobil di masjid Nur Aqsha Keban Agung, lepas Kota Tanjung Enim, di sisi kanan jalan, diikuti oleh mobil Fadli. Anak anak saya bangunkan, kami bersiap sholat. Selepas adzan berkumandang, saya sholat sunnah. Dalam penantian iqomah, saya berfikir ada baiknya saya rehat tidur sejenak nantinya di sini. Masjidnya besar, bersih dan ada AC-nya.

Lepas sholat saya sampaikan niat tadi kepada Fadli, namun Fadli memilih tetap lanjut karena mereka masih fresh setelah pergantian driver.

Saya sampaikan ke istri bahwa saya mau tidur dahulu dan mereka bisa makan dan minum di teras masjid. Ada keluarga lainnya yang rehat di sana bersama "baby" mereka. Saya sarankan kalo mau mandi dan urusan "ke belakang" bisa dilakukan di sini.

Tak lama kemudian Imam sudah bawain saya bantal buat tidur. Saya benar benar terlelap. Tanpa mimpi, tapi saya tak tahu apakah saya ngorok atau tidak. Hanya mereka lah yang tahu.

Lebih satu jam rasanya saya tertidur, jam 06.30 saya pun terbangun dan lihat hanya mereka bertiga saja yang ada di teras masjid. Telah rapi, telah selesai makan dan lain lain sebagai nya. Saya pun bersegera mandi.

Jam 7.40 kami pun berangkat meninggalkan masjid, sembari tak lupa meninggalkan infak.

Pagi itu, walau tanpa sarapan sebelumnya, saya merasa fresh kembali. Di pinggang bukit itu saya coba mengikuti larinya mobil-mobil pribadi yang seolah balapan. Beberapa bus NPM, Transport dan Gumarang Jaya berpapasan dengan kami. Jalan sempit dengan banyaknya peminta sumbangan di sepanjang jalan, bukan jadi halangan. Beberapa spot jalan yang dahulu rusak parah, sekarang sudah mulus. Saya ingat daerah ini karena sering terjebak dalam lubang lubang kecil dan sekali sekali ada yang besar juga.

Alhamdulillah semua lancar. Kami lalui kota Baturaja dan Martapura menuju perbatasan Lampung. Alhamdulillah stamina masih saja oke, bisa jadi karena perut tak terisi penuh.

Menjelang tengah hari saya putuskan untuk istirahat dan makan siang di daerah Bukit Kemuning. Biasanya saya istirahat di SPBU, tetapi kali ini saya pilih di seberangnya. Ada jejeran tempat kuliner para musafir, yang selalu saya perhatikan selama ini. Kebetulan istri kepengen makan soto atau soup. Pengen yang hangat-hangat.

Jam sebelas siang saya parkirkan mobil di salah satu warung makan yang dari jauh terlihat ada sotonya. Dan disebelahnya ada rumah makan Padang. Saya benar benar butuh teh telur. Sesuatu yang tidak dapat selama mudik kali ini. Biasanya teh telur ataupun sekoteng jadi idola saya setiap pulang kampung, tetapi baru kali ini tak kesampaian sama sekali.

Selepas buang air di sana, saya tanya pada pelayan Rumah Makan Padang tsb, "Ada teh telur pak? "
Tanya saya yang penuh harap ini hanya berbalas kehampaan. Di situ saya merasa sedih.

Akhirnya di warung soto tersebut kami memesan 3 porsi soto, sambil dibuka juga bekal dari mama yang masih tersisa. Nasi yang dibungkus daun pisang masih Ok, aromanya saya suka, rendang ayam masih cukup, ikan "sapek" masih ada plus "samba ampok patai" kesukaan saya masih menggoda selera.

Melihat nafsu anak berkurang dengan soto di sini, dan nasi masih banyak, saya minta dua porsi indomie rebus pake telur. Anak anak sumbringah, mereka tersenyum bahagia. "Ayah tahu apa yang kami inginkan', begitulah yang ada dalam pikiran mereka. Tetapi saya bilang, "Sotonya harus habis sebisanya". Saya tahu mereka berdua kurang bersahabat dengan sayur "lobak' dan seledri yang ada di soto tersebut.

Sembari mereka makan saya manfaatkan lesehan yang kami pesan ini untuk tiduran sejenak, meratakan badan dengan bumi, sambil membaca perkembangan terbaru di WAG Jalinsum serta memantau siapa saja yang sedang dalam perjalanan ke arah yang sama.

Ternyata masih ada da Febrianto dan keluarga yang baru saja keluar dari salah satu hotel di Baturaja. Saya fikir sudah jalan sejak pagi, ternyata baru keluar jam 10 dari sana. Pada saat yang sama dengan saya di Bukit Kemuning, beliau juga sedang makan di RM Setia Baturaja. Pak Nami yang sama sama berangkat dari Solok kemarin, barusan saja meninggalkan rumah makan di Kota Bumi.

Setelah selesai makan, anak anak masih berberes, saya nyalakan mobil, hidupkan AC, tak sengaja mata ini tertuju pada angka 1000.0 di speedometer mobil. Alangkah kagetnya saya. Ternyata jarak tempuh yang sudah saya jalani dari Bukittinggi - Bukit Kemuning tepat dimana saya istirahat saat ini, PAS 1.000,0 KM. Tidak kurang tidak lebih. Luar biasa. Sesuatu banget. Sesuatu banget Allah perlihatkan pada saya.

Menjelang jam 12 siang itu kami lanjutkan perjalanan. Perhitungan saya nanti sholat zuhur dan ashar bisa dilakukan di rest Area tol Terbanggi - Bakauheni. BBM diperkirakan masih cukup, sekalian pengisiannya di sana saja. Masih terlihat 3 Bar sisanya saat meninggalkan Bukit Kemuning ini.

Kota Bumi kami lewati, kendaraan menuju tol sudah terlihat rame, berbagai plat no dari berbagai daerah terlihat sepanjang jalan. Memasuki gerbang tol Terbanggi, mobil dipaksa berputar oleh petugas LLAJ, menghindari kemacetan yang panjang menjelang pintu tol.

Dua bar tersisa saat saya lirik ketersediaan bbm, saya yakin masih amanlah untuk melewati tol ini.

Masuk tol antrian lumayan juga, e-money di kartu tol sangat cukup. Lepas gate tol terbuka, saya coba jajal kecepatan terios di atas angka seratus, berharap bisa berhemat bbm dan bisa rehat nanti di KM 33. Namun apadaya menjelang KM 42 kecepatan mobil mulai menurun, tak bisa dipacu lagi.

Saya kurangi kecepatan dan berpindah segera ke jalur paling kiri. Dan apa yang saya cemaskan ternyata terjadi. Di luar prediksi saya, ternyata BBM habis sama sekali. Kendaraan terhenti. Dan bersyukur juga bahwa posisi sudah sangat di tepi, di bahu tol.

Segera "hazard lamp" saya aktifkan, segitiga pengaman saya pasang. Setelah itu saya telpon kakanda Febrianto dan adinda Fadli Rahman menanyakan dimana posisi mereka masing masing. Alhamdulillah mereka berdua baru saja akan memasuki gerbang tol. Saya titip pesan dan ceritakan kondisi saya apa adanya. Saya minta tolong dibelikan bbm buat sebelum mereka masuk gerbang tol.

Alhamdulillah, ternyata Fadli yang saya duga sudah di kapal, ternyata rehat pagi di Baturaja dan mampir ke rumah tantenya di Kota Bumi. Dia datang membawa 5 liter bensin. Alhamdulillah beliau ikut membantu saya mengisi bbm tersebut. Saya tawari agar kita rehat di RA KM 33 sembari menunggu da Febrianto yang juga telah membawa BBM juga.

Dua kali saya didatangi petugas saat menunggu mereka datang, tetapi saya katakan apa yang terjadi dan sedang menunggu BBM yang sedang "on the way". Petugas ini sangat ramah, sangat bersahabat.

Setelah pengisian bbm dari Fadli saya jalan lagi dan Fadli ternyata memilih tetap lanjut. Di rest area KM 33 ini saya menunggu da Febrianto. Di rest area ini juga kami melakukan sholat qashar zuhur dan ashar.

Alhamdulillah da Yan datang dan kami pun dapat tambahan pertamax 10 Liter. Saya pikir cukup ini. Dan bersyukur sangat terbantu oleh kakanda dan adinda yang sesama alumni kimia Unand. Kami termasuk sebagian kecil dari orang orang yang "care" terhadap alumni dan almamater, khususnya alumni Kimia Unand. Saya sangat bersyukur, di saat kritis seperti ini ada kemudahan, ada saja yang mau membantu tanpa pamrih. Alhamdulillah.

Lanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Bakauheni. Info yang didapat sebagian besar sejak jam 16.00 semua kendaraan yang menuju pelabuhan sudah dibuang ke jalan arteri. Kemacetan sudah mulai dipecah, jangan menumpuk di tol saja.

Di GT Kalianda, di depan saya sebuah mini bus sudah diminta petugas keluar. Ada mobil derek yang dipasang melintang dan beberapa "corn" plastic terpasang rapi. Saya yang tadinya menggunakan baju Jalinsum edisi terbaru sudah punya firasat bahwa baju kaos tentara yang ada pasti ada manfaatnya, pasti ada gunanya. Makanya baju jalinsum itu saya lepas, berganti dengan baju loreng di RA KM 33 tadi.

Nekad saja saya bilang sama Petugas tersebut,  "Pak izinkan saya lewat tol ya. Saya dan kakak yang menggunakan mobil hitam di belakang". Beliau melirik sejenak, dan menjawab, "Cepat ya Pak, jangan ketahuan yang lain". "Baik Pak", jawab saya dan beliau pun membuka jalan dr dua "corn" yang terpasang. Alhamdulillah kami pun bisa tetap di jalur tol hingga pelabuhan. Dari WAG Jalinsum sebelumnya kami sudah tahu bahwa jalan arteri juga sudah sangat padat. Jauh lebih panjang antriannya.

Menjelang pintu tol antrian panjang terlihat, begitu juga antrian mobil yang ada di dermaga terlihat jelas dari kejauhan. Luar biasa. Baru sekali ini saya mengalami kejadian yang seperti ini.

Akhirnya kami pun masuk dalam antrian. Baik di jalur tol maupun di dermaga 3 yang kami tentukan. Karena di dermaga ini adalah salah satu yang tercepat dalam pelayanan dan pelayarannya. Kapalnya relatif baru dan besar. Begitu info di jalinsum terbaca siang tadi.

Tiga kali menunggu kapal, bari kami bisa naik. Kapalnya kecil  tidak seperti dua kapal sebelumnya yang besar dua kali lipat yang ini. Tetapi saya sangat yakin, yang kecil ini bisa saja lebih cepat sampainya.

Benar sekali dugaan saya, menjelang jam 12 berangkat, jam 02 lewat dikit sudah merapat di Merak. Dua jam lebih perjalanan.

Alhamdulillah selama dua jam perjalanan di selat sunda ini saya bisa tidur maksimal. Saya tidur di mushola sehabis sholat maghrib dan isya ketika kapal sudah mulai bergerak. Saya putuskan di sini karena tak ada lagi tempat yang nyaman buat tidur. Semua area penuh oleh penumpang, baik di dalam mapun di bagian luar kapal.

Alhamdulillah tidur dua jam saya ini sangat membantu pemulihan diri. Keluar dari tol, saya langsung cari SPBU. Tertinggal satu bar saja saat itu. Pengisian terakhir ini diisi full dengan nilai 310.000 rupiah hampir 40 liter.

Menjelang masuk tol Fadli menelpon, menyampaikan bahwa dia baru saja istirahat di Rest Area Pertama. Lagi makan malam yang tertunda. Saya tanyakan istri, kita istirahat atau tetap jalan.

Saran istri tetap jalan sajalah, toh anak anak tertidur pulas. Ntar menjelang ke rumah saja kota beli makanan. Dan betul juga menjelang jam 4 dini hari sebelum masuk gerbang perumahan kami membeli Sabana Fried Chicken di Parung Serab yang buka 24 jam. Tiga box kami beli dengan tambahan nasi extranya satu. Totalnya 51.000,-.

Jam 04.00, Senin 10 Juni 2019, akhirnya Terios kami sudah terparkir di garasi rumah. Total perjalanan dari kampung hingga ke rumah 1330.5KM. Dengan lama perjalanan sejak dari Kapau 44 jam.

Namun kalo dihitung tanpa kemacetan parah di Bakauheni, tanpa waktu tunggu di Lubuk Linggau dan waktu silaturahim di Batusangkar perjalanan kami ini masih tetapah sama. Masih bisa dibawah 36 jam, dengan tidur yang juga sangat sedikit.

So untuk seorang "solo driver" seperti saya Allah masih titipkan stamina yang masih prima. Alhamdulillah, tetap pada-Nya lah kami semuanya bersyukur atas karunia yang diberikan. InsyaAllah, selamanya akan begitu!!!














Senin, 10 Juni 2019

Kuliner Minang: Batiah

Batiah

Batiah yang umumnya dibuat di daerah Luhak 50 Koto adalah salah satu cemilan yang dahulunya sangat sering saya beli ataupun dijadikan oleh oleh dari sanak famili. Entah yang ada di payakumbuh maupun di batu sangkar.

Cemilan ini selalu ada di terminal bus, di pasar pasar, di pusat oleh-oleh di seantero sumbar. Tetapi entah mengapa saya, baru teringat kembali untuk membeli batiah ini di pakan Kapau jumat lalu ketika mengantar istri membeli kebutuhan dapur yang mama perlukan.

Sudah lama ternyata saya tak mencicipinya batiah ini. Mungkin sudah puluhan tahun. Entah mengapa kemarin itu mata saya tertuju pada batiah ini, di saat pedagangnya menyusun aneka kuliner kering di lapak yang dia kelola.

Belum semua barang dagangannya turun, masih dia bolak balik antara mobil box dan lapaknya, saya sudah bongkar bongkar apa yang ada di lapak tersebut. Minangkabau memang kaya akan kuliner, sangat beragam. Banyak pilihan.

Tetapi batiah ini sudah saya jadikan pilihan utama, buat konsumsi pribadi maupun sebagai oleh oleh dari ranah. "Palapeh taragak jo salero lamo", begitulah yang ada dalam ingatan saya.

Saya teringat dengan para etek dan nenek kami yang berjualan di terminal Dobok Batusangkar. Dulu ketika kecil kecil pulang kampung maupun ketika sudah SMA setiap ke sini, hampir selalu dibingkisin batiah ini buat ibu di Duri. Dan kenangan lama ini seperti berputar kembali ketika saya berkeinginan menulis batiah ini.

Batiah yang saya bawa untuk teman teman kantor sebagai oleh oleh, selain memperkenalkan bahwa ini adalah "rengginang" nya Sumatera Barat. Nusantara kaya akan kuliner khas dari masing masing daerah, tetapi yang dari Sumatera Barat takkan kalah dari cita rasa, tekstur maupun bahan dasarnya.

Mungkin masih perlu untuk pengembangan packing-nya serta promosinya. Perlu dukungan dari kita kita memanfaatkan media sosial sebagai media promosi baik berupa tulisan/blogger maupun youtuber.

Kembali ke batiah ini, ternyata kudapan pagi saya di kantor hari ini menunjukan bahwa cita rasanya batiah ini tetap sama. Lidah ini masih merasakan hal yang sama ketika masih kecil kecil hingga remaja dahulu. Cita rasa tak pernah bohong. Cita rasa itu jujur. Karena dalam setiap kudapannya akan membawa kita ke masa lalu. Andai ada perubahan, memori tidak akan merespon positif. Pasti akan ada protesnya.

Demikian tulisan saya pagi ini. Jujur, batiah tetap bisa jadi andalan kuliner yang bisa kita angkat bersama. Rasanya enak, harganya pun tak mahal. Mungkin perlu label expire dated di setiap kemasan sehingga bisa dipilih oleh para pelanggan dalam setiap pembelian, terlebih yang mau dijadikan oleh oleh buat para dunsanak di perantauan.

Ada tanggapan, saya persilakan.  :) :)

Sabtu, 08 Juni 2019

Limau Manih

Limau saat ini sedang diandalkan menjadi produk andalah sumatra barat. Rasanya manis. Dua tahun yang lalu saya sempat mampir di koto tinggi kab 50 Kota, banyak penduduk yang mengembangkan di halaman, diparak ladang mereka sebagai tanaman produktif. Hampir semua warga di sana menjadikan ini sebagai salah satu sumber income keluarga.

Banyak yang akhirnya berkecukupan dengan hasil dari buah limau ini. Banyak pedagang yang datang membeli dan mendistribusikan ke berbagai kota di sumbar maupun ke propinsi tetangga.

Buah yang sarat vitamin C ini adalah pencuci mulut bagi orang minang sesudah makan besar, ataupun sebagai cemilan dalam perjalanan selama berkendaraan baik angkitan umum maupun kendaraan pribadi. Karena aroma kulitnya ketika dibuka akan menjadi penyegar udara alami, selain rasanya yang umumnya memang manis.

Dahulu di hampir tiap rumah makan sepanjanb jalur Sumbar - Riau banyak kota jumpai buah buahan ini. Begitu juga di banyak terminal baik di lapak lapak ataupun yang dijojokan amai amai. Entahlah kondisi sekarang, saya tak tahu pasti, masih adakah atau tidak.

Tetapi yang jelas produk ini bisa dikembangkan menjadi andalan buah dari sumatra barat. Salah saty kelebihannya adalah buah ini selalu dipetik saat matang. Bukan matang karena peraman.

Limau memang salah satu buah kesukaan saya.

Jumat, 07 Juni 2019

Kuliner Minang : Katan Goreng

Seporsi ketan goreng berlatarkan gunung Singgalang sebagai kuliner pembuka sarapan pagi di sebuah lapau di simpang Ladang Laweh Kapau.

Ketan goreng adalah salah satu kuliner minang yang memang oke. Bisa di makan kapan saja, tak berbilang waktu, baik pagi siang ataupun malam. Kudapan ini makin nikmat ketika ditemani segelas kopi hitam ataupun teh manis.

Dinginnya pagi akan sirna dengan sarapan ringan ini.




Bagi yg berminat membuat kuliner Minang yg satu ini bisa buka link :

https://cookpad.com/id/resep/7544512-pisang-goreng-ketan-khas-minang


Rabu, 05 Juni 2019

Dialog anak dan ayahnya tentang wanita

Seorang anak yang sudah remaja bertanya pada ayahnya.

Anak : “Ayah, mengapa seorang wanita itu sangat mudah menangis?”

Ayah : “Seorang wanita itu mudah menangis karena Allah menciptakan bahu yang cukup kuat untuk menopang dunia, namun harus cukup lembut untuk memberi kenyamanan!”

Anak : “Menopang dunia?”

Ayah : “Iya, karena wanita memiliki peranan sangat penting di dunia ini!”

Anak : “Bisa ayah jelaskan apa yang istimewa dari seorang wanita?”

Ayah : “Allah memberikan kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak, dan menerima penolakan yang sering datang dari anak-anaknya. Allah memberi kekerasan untuk membuatnya tegar saat orang lain menyerah, namun dia mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh.”

Anak : “Seistimewa itu yah.?”

Ayah : “Bukan hanya itu, Allah juga memberikan kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan. Bahkan ketika anak-anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya.”

Anak : “Ternyata wanita itu sungguh luar biasa ya, ayah?!”

Ayah : “Masih ada lagi keistimewaan yang dimilik seorang wanita.”

Anak : “Apa itu yah?”

Ayah : “Allah memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalan dan melengkapi tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya. Allah memberi kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa suami yang baik tak akan pernah menyakiti istrinya. Tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada di sisi suaminya tanpa ragu.”

Anak : “Lalu bagaimana dengan lelaki?”

Ayah : “Lelaki harus membuat wanita merasa nyaman dan terlindungi saat berada disampingnya. Jangan pernah membuat hati wanita terluka, jika lelaki berniat mempermainkan wanita, ingatlah pengorbanan wanita yang telah melahirkannya.”

Teruntuk yang tersayang: Nova Yanti


Asa Kami ya Rabbi

Senja menjelang
Ketika asa masih saja mengawang
Akankah segala amalan ini akan terus membentang
Membuka jalan hingga saatnya Engkau takdirkan menghilang bersama bayang

Senja menjelang
Ketika doa masih saja dipanjatkan
Adakah segala dosa ini akan Engkau hapuskan
Terkikis habis di sisa perjalanan hidup yang telah Kau tentukan

Senja menjelang
Ketika Ramadhan tersisa dalam bilangan
Akankah segala ibadah ini Kau jadikan amalan
Menjadi amalan terbaik bagi kami sepanjang Ramadhan.

Syawal menjelang
Ketika zikir memuji-Mu mulai berkumandang
Pantaskanlah bagi kami ini sebagai suatu tanda kemenangan
Atas panggilan-Mu bagi insan beriman yang telah berjuang sebulan

Syawal menjelang
Ketika asma-asma Mu diagungkan
Semoga menghujam di lubuk hati kami yang terdalam
Terimalah segala doa yang kami panjatkan sepanjang hari hingga penghujung malam

Syawal menjelang
Sebagian merayakan dengan kegembiraan
Sementara itu tak sedikit yang merasakan kehilangan
Ya ALLAH, ya Rabbi jadikanlah kami ini insan bertaqwa seperti yang Kau janjikan.


****


Ya Allah, ya Rabbi
Ramadhan Mu telah berlalu
Tetapi biarkanlah ramadhan ini bersemayam di hati kami sepanjang tahun, menjadi amalan bagi kami dalam keseharian.

Ya Allah,  ya Rabbi
Pertemukan kami kembali di RamadhanMu tahun depan.

Ya Allah,  ya Rabbi
Buliran air mata ini jadikan saksi betapa sedihnya kami berpisah dengan bulanMu yang agung ini



Aryandi

1 Syawal 1440 H
5 Juni 2019, 10.00 WIB
Surau Sirah Kapau Bukittinggi







Senin, 03 Juni 2019

Lintas Sumatra : Mudik Lebaran 2019


Alhamdulillah setelah mendapatkan izin pulang lebih awal dari Head of Science Dept, siang itu saya pamit kepada sejawat di kantor bergegas pulang ke rumah. Jam 12.30 saya keluar dari kantor, British School Jakarta. Walau agak terlambat dari rencana semula, tetapi semangat untuk mudik tetap menggelora.

Sebagian besar barang dan bekal yang akan dibawa sudah dipersiapkan dari semalam bahkan subuh tadi, tetapi tetap aja ada yang kurang ataupun lupanya.

Tepat jam 13.30 kami start dari rumah, Ciledug menuju Bintaro melewati Graha Raya, Alam Sutra Serpong hingga menuju gerbang tol Tangerang. Alhamdulillah semuanya lancar, hingga tepat jam 15.30 kami sudah sampai di pelabuhan Merak

Tadi sempat mampir di Rest Area km 68 dengan rencana membeli tiket kapal langsung di sana saja, supaya tak lama antri di pelabuhan. Ternyata tidak ada penjualan di sana, namun saya masih bisa top up e-money Jalinsum satu juta rupiah, sebagai persiapan di pelabuhan. Sebelumnya sudah dapat info bahwa pembelian tiket untuk terminal eksekutif hanya menggunakan e-money dengan tarif 579.000 per mobil. Makanya e-money minimal di kartu haruslah satu rupiah sekalian buat tol cilegon maupun tol trans sumatra, supaya hemat akan waktu.

Hingga keluar tol akhirnya saya memastikan diri untuk mengambil kapal regular saja. Terpaksa keinginan menikmati kapal eksekutif ini ditunda dahulu, setelah memerhatikan diskusi di grup WAG Jalinsum sbg info valid dalam setiap musim mudik. Karena laporan dari para membernya selalu up to date.

Beredar kabar sebelum nya kapal eksekutif ini terbatas waktu pemberangkatan nya. Hanya melayani jam keberangkatan di waktu genap saja dari Merak. Antrian sudah menumpuk. Bisa cepat dalam pelayaran, yang katanya hanya satu jam saja, tetapi antri yang lama menyebabkan waktu total penyeberangan lebih lama.

Ya sudah, akhirnya kami masuk ke kapal regular saja. Mengambil tiket, ternyata masih bisa menggunakan cash payment, dengan harga tiket 374.000.

Boleh dikatakan tak ada antrian, kami langsung masuk ke kapal. Beruntungnya lagi dengan kondisi 5 mobil terakhir di kapal, kapal langsung berangkat. Alhamdulillah, sangat beruntung. Tepat jam 16.00 kapal pun lepas jangkar.

Pilihan yang tepat kali ini dengan kapal regular sangat menguntungkan kami, selain pertimbangan di atas sebelumnya, juga karena perhitungan dana dan waktu

Selisih antara regular dan eksekutif bisa buat nambah BBM di jalan karena perbedaan sekitar 200.000 rupiah. Lumayan buat lebih dr setengah tangki isi terios dengan pertalite.

Waktu dengan kapal regular, sekitar dua setengah hingga tiga jam bisa dimanfaatkan buat tidur secukupnya, sehingga bisa fresh jalan malam. Terlebih lagi bisa berbuka dan sholat jamak di atas kapal, sehingga keluar dari kapal bisa langsung cus, melintasi jalan sumatra.

Oh ya dalam perjalanan menuju pelabuhan tadi, kami berbarengan dengan bus bus Sumatra yang lumayan rame. Ramenya bus bus ini akan membantu kita dalam perjalanan karena mereka adalah teman yang baik dalam perjalanan, khususnya yang tak punya teman konvoi. Bus bus ini sangat membantu. Dan pas di belakang mobil kami adalah bus NPM Vacansa 06.

Menjelang jam waktu buka 17.55, kapal memang agak tenang. Menunggu waktu sandar dan memberi kesempatan bagi para penumpangnya untuk berbuka terlebih dahulu. Saya yang kebetulan memilih tempat yang nyaman dengan menyewa dua tikar dan dua bantal, tadinya sempat tidur lebih kurang satu jam. Lumayan segar, dan waktu buka pun kami lakukan dengan nyaman karena agak lega dan tak ada gangguan penumpang yg lalu lalang di dekat kami.

Berbuka dengan nasi bungkus dari rumah buat berlima kami gelar. Lauknya dendeng dan miehun goreng serta kue bolu buatan Dhifa dan Imam menemani santap buka puasa kami. Namun kami merencanakan sholatnya nanti di rest area tol lampung saja karena waktu merapat bagi kapal sudah makin dekat.

Tak lama kemudian benar bahwa kapal sudah bersandar di pelabuhan Bakauheni. Sambil menunggu waktu saya disamperin oleh supir Inova yang berdiri di sebalah kanan saya. Salam yang beliau sampaikan pun saya jawab. Begitu juga dengan diskusi ringan tujuan dan rute perjalanan yang akan kami tempuh.

Nama beliau pak Syukur, tujuan ke pekanbaru dan dumai. Berlima beranak di dalam mobil, tetapi baru pertama kali ini menempuh tol sumatra. Akhirnya kami sepakat, konvoi saja hingga batu raja. Karena beliau ingin istirahat di sana, di salah satu mesjid besar sekalian mau memunaikan sholat tarawih di sana. Rencananya bada subuh baru akan melanjutkan perjalanan.

Keluar dari kapal kami kangsung masuk tol. Saya coba jajal kecepatan di tol malam ini, sambil sekali sekali melaju di jalur kanan dengan kecepatan 100 km/jam.

Di area KM 33 kami istirahat sholat. Dan dilanjutkan makan malam oleh pak Syukur dan keluarga, yang tadi di kapal belum tuntas berbukanya. Rest area yang terbatas, tetapi lumayan membantu bagi para penggunana jalan tol dalam kondisi seperti ini. Harganya pun standar, nggak terlalu mahal juga.

Setelah selesai semuanya perjalanan pun kami lanjutkan, tetapi dengan kecepatan yang sudah saya kurangi. Rerata sekitar 80 Km/jam sesuai saran dari pak polisi di rest area tadi. Jangaah terlalu ngebut karena kondisi jalan tol ini masih terlalu kasar, takut nanti mengalami pecah ban hingga mengakibatkan kecelakaan yang fatal. Saran ini saya ikuti karena pak Syukur pun berkeinginan demikian.

Sekitar pukul 21.30 kami keluar tol Terbanggi Besar. Jalanan rame, hingga ke batu raja. Lancar jaya, tak banyak kendala. Lalu lintas pun rame meskipun ini tengah malam.

Jam 02.10 sampai di masjid besar batu raja yg dekat SPBU dan hotel besar didekatnya. Berpisahlah kami, dengan pak Syukur dan keluarga nya. Beliau istirahat di sana dg tujuan PKU via kilirinjao.

Melanjutkan perjalanan mulai terasa sepi. Beberapa spot baik itu rumah makan maupun SPBU banyak kendaraan parkir  disana. Bahkan ada puluhan mobil pribadi yang terpakir di jejeran rumah makan dan warung makan selepas kami berpisah tadi. Hanya sedikit kendaraan yang kami jumpai, meskipun ada beberapa yang kami lewati.

Menjelang tanjung enim akhirnya kami bertemu rombongan empat mobil yang mengikuti satu bus di depannya. Kami pun mengikuti dari belakang, sambil sesekali melihat kiri kanan apakah ada rumah makan terdekat buat sahur nantinya.

Akhirnya jam 04.05 kami sampai di tanjung enim tepatnya di RM Mawar 6. Ada dua bus dan dua mobil pribadi istirahat saat kami masuk. Kami pun sahur di sini. Rumah makan Khas masakan Japang ternyata. Singkatan dari Jawa Padang.

Lepas sahur kami lanjutkan perjalanan. Tak jauh berjalan kami pun sholat di masjid kecil. Saat kami masuk masjid ini, hanya ada dua orang di dalamnya, satu lagi adzan. Selepas berwudhu semuanya, iqomah dan saya diminta oleh mereka berdua menjadi imam sholat subuh tsb. Awalnya saya menolak karena nggak enak sebagai musafir, harusnya salah satu dari mereka yang jadi Imam.

Lepas sholat saya diingatkan sama istri. Seharusnya pakaian layak pakai yang sudah kita packing tadinya dibawa dan bisa ditinggalkan saja di sini. Tentu hal ini akan sangat berarti bagi masyarakat sekitar masjid ini. Benar bahwa kami sdh merencanakan, tetapi karena mobil yang dirasa penuh, akhirnya pakaian pakaian layak tersebut kami tinggalkan. Ada rasa penyesalan juga.

Ketika kami sudah siap siap jalan lagi ada dua lagi mobil pribadi yang masuk untuk menunaikan sholat subuh.

Perjalanan pagi ini lebih segar, suasana jalan masih tetap lengang. Dengan kecepatan sedang kami memasuki kota Lahat jam 6.30. Lanjutkan lagi, dan pas jam
10.00 masuk Lubuk Linggau. Awalnya diarahkan oleh GPS ke lingkar utara kota, tetapi saya tetap memilih masuk kota aja, walau agak lambat sedikit. Siapa tahu ada yang bisa dilihat lihat. Agak merambat jalan ketika masuk pusat Kota Lubuk Linggau ini. Bisa bergerak setelah pertigaan lampu merah menuju Sarolangun.

Memasuki jalan lurus, setelah melewati RM Siang Malam kecepatan mobil makin bertambah hingga akhirnya saya istirahat di SPBU. Mengisi pertalite dan sekalian mandi, biar segar karena akan menempuh rute lurus bak di jalan tol nantinya. Jalan lurus dan sangat baik kondisinya menuju perbatasan Propinsi Sumatra Barat.

Hanya sebentar saja di sini karena saya saja yang mandi.

Jam 12.00 sholat di masjid Al Ihsan musitara menjelang masuk sarolangun. Istri dan dua anak kami mandi di sini, sementara kamanakan tidak mau mandi. Masjid yang bersih, rasanya masjid salafi ada di sini.

Sebelum maghrib kami 18.00 berbuka di Muaro Bungo di RM Ampera. Kami pilih karena banyak mobil parkir di sepanjang jalan, bahkan ada dua jalur terpakai. Diseberang jalan ada bus berjejer, penumpangnya berbuka di sekitar sini. Ada mesjid besarnya juga.

20.30 kami rehat sholat di SPBU Pulau punjuang. Di Muaro Bungo tadi nggak jadi sholat karena hari mulai gerimis.

Di sini kami memperkirakan sekitar jam 1 sudah sampai di Kapau.

Semua jalan so far so good. Bbrp jebakan batman ada di kota Muaro bungo dan depan GOR Dharmasraya. Lainnya oke, sudah banyak perubahan jalan di dharmasraya di bandingkan desember th lalu.
Kondisi Tebing tinggi lingkar-luarnya banyak lobang besar. Hati hati andai dipaksa masuk ke sana kalo malam hari.

Pengisian BBM - Pertalite:
Lampung Utara 270.000
Sarolangun 300.000

Setiap pengisian selalu ditambahkan sebutir Eco Racing. InsyaAllah cukup hingga ke Bukittinggi, krn masih tersisa 4 bar saat ini.
Biasanya pengisian BBM bisa 3 kali.

Biaya konsumsi :
Berbuka di kapal bekal dr rumah.
Rest Area KM 33 Lampung 50 ribu
Sahur di Tanjung Enim 85.000
Berbuka di Muara Bungo 100.000


Ditulis saat rehat sholat di SPBU Sikabau, Dhamasraya.








Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...