Sabtu, 26 Oktober 2019

Anak Urang, Anak Awak

Sesampai minggu pagi di Gontor Putri 3 jam 00.45 dini hari, saya titipkan barang di bapenta dan tidur di masjid. Sengaja tidur di sini supaya bisa terbangun menjelang subuh nanti. Maklum karena kecapekan takut saja bablas tidurnya.

Alhamdulillah tidur sejenak tepat jam 03 45 alarm di HP pun berbunyi. Segera bangun dan ke kamar mandi. Setelah berwudhu saya sempatkan sholat sunnah dan menunggu waktu subuh. Selesai menunaikan ibadah subuh saya segera ke warung mbak Kus sekedar mencari secangkir kopi panas dan makan pagi pengisi perut yang terasa dingin.

Sembari makan ada walisantri juga yg menemani obrolan pagi itu. Saya pesankan dua nasi bungkus lengkap dengan sayur dan lauknya buat Dhila dan Firna temannya. Saya yakin Firna akan menyusul ke bapenta karena saya membawa titipan dari Abinya dan sudah mengetahui akan kedatangan saya hari minggu itu.

Di bagian administrasi saya titip nama Fadhilah Az Zahra untuk dipanggilkan sesuai prosedur pondok. Tak lama berselang, betul saja mereka berdua datang.

Dengan Firna memang Dhila sangat dekat ditambah rumah kami pun berdekatan. Kadang kami yang titip ke Abi ataupun Ummi nya bila mereka berkunjung. Sudah seperti saudara saja kami ini.

Makan pagi mereka pun saya siapkan termasuk titipan buat Firna baik paket maupun amplop dari Abinya.

Saya pun tertidur. Entah berapa lama mereka di bapenta,  saya nggak ingat. Karena ketika saya bangun mereka tak ada.

Siang mereka datang lagi, saya sudah siapkan rendang dari bundanya Dhila, sekalian Firna mengambil paketnya yang belum dibawa pagi tadi.

#####

Senin pagi saya pamit ke Dhila hendak mengurus penjilidan buku kelas enamnya yang sejak Juni lalu kita titipkan pada pak Wawan, sekaligus melihat M. Imam Abdurrahman. Kebetulan kata si kakak, senin ini Imam tak banyak kegiatan, jadi bisa bertemu dengan agak leluasa. Karena kondisi semua Gontor sama saat ini. Semua ujian serentak dilaksanakan pada hari Selasa.

Berangkat dari Widodaren menjelang jam delapan, saya naik ojeg ke depan gapura GP3. Alhamdulilah, tak lama berselang bus Sumber Selamat yang menuju Surabaya datang. Dulunya bus ini bernama Sumber Kencono yang sering diplesetin orang menjadi Sumber Bencono akibat supir bus ini terkenal ngebut dalam membawa kendaraan, sering menyebabkan kecelakaan. Makanya  mereka ganti nama.

Meski sudah ganti nama, tetapi bawaan supirnya tetaplah sama. Saya pikir, awetlah kampas rem bus ini, karena jarang dipake. Hehehe

Sejam lebih saya sampai di terminal Madiun, dengan tiket Rp. 11.000,-. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan mini bus menuju kpta Ponorogo dengan tiket Rp. 10.000,-. Jaraknya dekat, tetapi karena bus yang seukuran "metro mini" suka mengambil penumpang di jalan memakan waktu satu jam lebih juga. Tetapi karena saya tak diburu waktu, enjoy aja.

Dari terminal Seloaji Ponorogo dilanjutkan dengan ojeg. Harga ojeg dr sini ke Gorda Rp 30.000,-. Jarak terdekat tetapi harga beda jauh. Hehehe, wajar juga lah karena sifatnya personal, sedangkan dengan bus kolektif.

#####

Setiba di Gorda kira kira jam 11 siang. Di bapenta segera registrasi kehadiran dan titip pesan pemanggilan untuk ananda Imam dan satu lagi anak dari walisantor dekat rumah titip duit. Tak lama berselang mereka datang saat mau menunaikan ibadah sholat zuhur berjamaah.

Bada zuhur saya makan siang bersama dengan Imam. Dia kaget karena saya datang mendadak. Dan itu diumumkan ketika saat lagi kumpul se rayo. Imam malu, katanya, karena semua orang tahu. Tetapi sejatinya mereka bahagia karena ada "nutrisi baru". Hehehe

Selanjutnya saya ceritakan mengapa mendadak hadir, dia paham bahwa ayah datang karena ada urusan juga buat kakaknya di Gontor Pusat. Saya pamit ke Imam mau ngurus penjilidan buku Dhila, tetapi dia minta nanti malam bisa makan bareng dengan teman teman konsulatnya. Saya sanggupi. Karena sebagian anak anak ini pasti ada keperluan menelpon dengan orang tuanya, dan tentu saja titip transferan uang juga ujung ujungnya. Standar orangtua berkunjung.

Tetapi enaknya di Gorda, kita bisa menjamu anak anak. Agak leluasa, tidak seperti di Gontor Putri yang memang ketat.

Jam dua lewat dikit saya ke Penjilidan pak Suwandi dengan ojeg. Di jalan saya sempat kontak dengan pak Wawan juga. Alhamdulillah tak lama berselang saya ketemu dengan pak Suwandi dan istrinya serta pak Wawan. Saya hanya pengen memastikan sampai dimana proses penjilidan ini dan kapan selesainya. Dan dijanjikan selesai rabu siang. Terlihat memang sedang dikerjakan dalam proses press.

Selesai semuanya, saya segera balik ke Gorda dengan ojeg yang tadi juga.  Kebetulan beliau berkenan menunggu. Dijalan saya beli 10 bungkus dawet jabung yang terkenak di Ponorogo ini buat anak anak sekalian cemilannya. Plus buat pak ojeg.

Malam itu kami makan nasi bungkus yang ada di pondok selepas sholat isya. Ada sepuluh anak. Segala cemilan yang ada saya keluar, biar anak anak makan sesuka mereka, sesuai maunya. Ada brownies, kue roma kelapa, dawet jabung, gemblong. HP saya yang jadi sasaran mereka.

Saya pesankan pada mereka jangan dwngan kehadiran saya di sini mengganggu proses belajar mereka. Tetaplah fokua pada ujian yang akan dilaksanakan besok pagi. Jangan temui saya di bapenta pagi hari karena pagi hari waktu terbaik membaca ulang apa yang akan diuji hari itu.

Kemudian kompromi terjadi bahwa mereka akan makan siang bersama keesokannya. Sekalian saya mempersiapkan uang buat anak anak ini, titipan orang tuanya.

#####

Bersambung....

Ditulis di atas Harapan Jaya
Kreo 04.26




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...