Selasa, 22 Desember 2020

Trip To Bukittinggi (Part 4)


 Trip to Bukittinggi: Via Tempino 

(Part 4)


Selepas sholat jumat yang masjidnya terletak di sebelah kanan RM Umega ini, ternyata suasana sudah rame sekali di depan rumah makan ini. Dan ternyata sudah terparkir dua bus NPM yang salah satunya kami lewati bada subuh tadi di daerah Tempino. Dua bus dengan penumpang yang sepertinya full seat nampak kotor bagian luarnya, yang tak kalah sama dengan terios kami. Hujan selama perjalanan yang sangat jauh ini membuat hampir seluruh badan mobil kotor, bercampur antara debu dan tanah yang menempel. 


Tak lama berselang saya pun membayar makan siang kami dan pamit sama bapak yang melayani, yang selalu senyum dan ramah. Lumayan lama kami rehat di sini, satu setangah jam lebih kurang. Total makan dengan 3 porsi sato nasi, plus seporsi soto saha dan teh telur hanya 108.000 saja. Murah sangat. 


Terios perlahan pamit dari RM ini langsung menuju SPBU yang juga milik RM Umega ini. Posisiny ada di seberang berdekatan dengan Hotel milik orang yang sama. 


Total pertamax yang "diminum" Terios sejumlah 42 liter Rp 290.000 dengan jarak tempuh sejauh 569 km. Alhamdulillah hitungan kawan kawan Jalinsum masih tergolong irit. Masih bisa 1:13.


Keluar dari SPBU kami nikmati kembali perjalanan menuju kampung halaman dengan penuh semangat. Jalanan masih lurus hingga kami melewati kota Pulau Punjung. Jembatan nan indah, jembatan baru yang berdiri kokoh di sebelah kanan jembatan lama kami lewati berwarna merah dan di bawah mengalir Sungai Dareh. 


Di sebelah kiri jembatan lama ini, di pinggir Sungai Dareh  terlihat masjid. Dan di sekitar masjid tersebut almarhummah ibu saya dilahirkan. Di sini masih banyak kerabat "bako" ibu tinggal. Dan rumah tempat ibu dilahirkan masih ada, masih terjaga walaupun sudah tua, sudah tak ada lagi yang tinggal di sana. Trip beberapa tahun yang lalu, saya dan Fera Indrawati mampir di sini, bersilaturahim dengan semua keluarga besar yang ada. Kami diantarkan ke rumah lama ini, rumah tempat ibu lahir dan dibesarkan. Banyak kisah yang diceritakan yang saya dapatkan di sini, baik ketika nenek saya berjodoh di sini, membina keluarga dengan seorang buya tokoh muhamadyah pada masanya, melahirkan ibu saya sebagai anak sulungnyq, serta harus kembali ke Tanah Datar ketika kakek sudah "dicari cari" oleh anggota PKI saat itu. Adik adik sepupu ibu masih banyak di sini, bahkan ada juga yang merantau ke Martapura Sumsel. Ibu dulu bangga bercerita tentang saudara saudaranya yang ada di Pulau Punjung ini. 


Selepas jembatan, kami berhenti sejenak di pasar membeli buah dan pengen juga mampir di keluarga bako ini, tetapi apalah daya, kami dari daerah red zone, sangat riskan untuk singgah dalam pandemi Covid ini. Apalagi kami belum sempat mandi sejak berangkat kemarin. 


Hanya sebentar di sini, kami lanjutkan perjalanan lagi. Lika liku jalan di antara bukit bukit yang indah kami nikmati. Alam yang indah, khas Sumbar sudah di depan mata. Hijau dimana mana. Tak banyak kendaraan saat itu, tetapi bus bus menuju tanah Jawa sudah banyak kami temui semenjak meninggalkan Rumah Makan Umega tadi. 


Di pertigaan Tanah Badantuang kami belok kanan menuju Sijunjung. Jalan ini sudah hapal, karena seringnya kami lewati di setiap trip ke ranah minang. Bahkan jalan jalan rusaknya pun sudah hapal. Namun kondisi jalan rusak tahun ini makin parah, sepertinya sejak setahun yang lalu belum ada perbaikan. Terutama yang berbatan menuju Sitangkai Lintau. Andai jalan malam dalam keadaan hujan, sangat berisiko. Harus ekstra hati hati, terutama yang ground clearance rendah seperti sedan. 


Jalanan menuju kota Batusangkar dari sini sangatlah berkelok kelok, baik ditanjakan ataupun di turunannya. Mengocok ngocok isi perut. Tikungannya sangat tajam di beberapa spot. Harus penuh kesabaran dan kehati-hatian. Tetapi hutan yang rimbun, suasana alam yang asri sangat menghibur. 


Selama dalam perjalanan istri sibuk mencari penginapan buat semalam. Di Kota Budaya ini kami rencanakan rehat dan membersihkan diri sebelum masuk ke rumah di Kapau. Andai diteruskan, kami bisa saja sampai menjelang maghrib, tetapi kami yakin, kami takkan sanggup untuk membersih diri sesampai di sana dan siap bertemu dengan mama dan sanak keluarga. 


Di Yoherma Hotel Batusangkar dengan tarif Rp 200.000 akhirnya kami menginap. Sampai di sana sekitar jam 4 sore.


Kami langsung mandi dan berganti pakaian, rehat sejenak sambil menunggu waktu sholat tiba. Kebetulan didekat hotel ini ada masjid besar. Saya sholat di sana dan Dhifa serta Bundanya sholat di hotel berjamaah. Sholat jamak. 


Dan di depan hotel ada restoran Kubang. Makan malam kami di sini. Alhamdulillah makan di sini dengan menu antara lain nasi goreng, dua porsi soto nasi, martabak mesir jumbo dengan telor bebek, teh telor dan teh manis hangat. 


Setelah makan kami langsung tidur. Total perjalanan dari Ciledug - Batusangkar sekitar 30 jam, solo driver. Dan ini adalah capaian terbaik selama ini dalam mudik ataupun kembali ke rantau. 


#####


Sabtu 12 Desember pagi, kami bertiga sarapan di hotel dengan menu nasi sop. Alhamdulillah Dhifa sangat senang di sini. Dari lantai 3 hotel tempat kami sarapan, dia asyik melakukan tugas photography nya. Hahaha, belajar menjadi photographer. :) 


Setelah semuanya mandi pagi dan rapi, kami menuju Kiambang dengan niat mencuci mobil di sini. Biar sekalian bersih semuanya sampai di Kapau nanti.


Lumayan lama mandinya terios di sini. Puas dengan cara kerjanya. Mobil benar benar dibersihkan, meskipun bagasi masih penuh barang. Dhifa makan lagi di kantin car wash ini. Dua porsi indomie telor dia habiskan. 


Sementara saya dan Nova jalan jalan memuaskan mata sekalian berjemur di sepanjang jalan kiambang ini. Matahari pagi yang cerah, udara segar, pematang sawah dan gunung Merapi yang terbentang dari kejauhan, gagah menjaga ranah Minang.


Setelah selesai mencuci mobil kami balik ke hotel mengambil barang barang yang tertinggal di kamar. Kami pamit kepada resepsionis dan penjaga yang ramah yang membantu kami. 


Selanjutnya kami mampir sebentar di V Kaum di rumah sanak famili dan berlanjut makan mieso yang cukup terkenal di daerah ini. Sang Bundo sangat suka dengan mieso, kuliner asli minangkabau yang jarang ditemui lagi, tergerus oleh baso dan mie ayam. 


Oh ya sebelum sampai di V Kaum, kami mampir di jalan selepas lampu merah pincuran tujuah, membeli apa yang dibutuhkan. Dan di samping warung tersebut ada yang menjual baso cryspi. Saya tertarik dan memperhatikan dengan seksama karena banyak yang membeli. Ternyata yang menjual adalah orang Jawa yang berasal dari Wonogiri. Sengaja merantau ke ranah minang karena ada kakaknya yang menjual bakso jufa di sini dan dia menjual baso dengan varian baru. Basonya lumayan besar, digoreng dengan bumbu cryspi dan di jual 1.000 per buahnya. Makannya nanti dicampur dengan kuah kacang, plus kecap jika dibutuhkan. Kami membeli di sini enam buah buat makan di jalan dan ternyata memang uenak. Inilah kekuatan hijrah atau merantau. Orang minang merantau ke Jawa dan orang Jawa banyak pula yang merantau ke minang. Inilah asimilasi Indonesia ke depan.


Menjelang tengah hari kami lanjutkan perjalanan kami ke Kapau. Suasana alam yang indah sepanjang jalan kami nikmati dengan suka cita. 


Sejatinya zuhur kami niatkan di masjid Quba, tetapi waktu belum masuk kami lewatkan. Masjid Quba, masjid yang indah di ketinggian bukit di tengah sawah yang terbentang sepanjang mata memandang. Masjid ini di pinggir jalan, dan sekarang area parkir mobilnya sudah lebih luas. Ada lahan baru di bagian bawah mesjid. Keren deh. 


Gerimis yang turun dan awan gelap terpampang menjelang Tabek Patah memastikan kami tidak jadi mampir di sini. 


Akhirnya kamisholat zuhur di daerah Baso. Masjid indah yang anggun di sisi kanan jalan, yang ternyata plafonnya sudah memakai PVC, seperti yang juga kami pasang beberapa bulan yang lalu ketika gypsum yang terpasang sudah mulai retak di beberapa titik.Masjid ini baru saja direnovasi, tempat wudhu nya sudah modern, airnya bersih dan dingin bak air es siang itu. Karpetnya juga baru. 


Selesai sholat kami lanjutkan perjalanan hingga sampai di rumah di Kapau jam setemgah dua. Kami sampai dengan kondisi yang sudah bersih, mobil juga dalam kondisi bersih. Kami siap bertemu dengan mama dan sanak famili dalam kondisi bersih meski tetap menjaga jarak aman. 


Semua barang diturunkan dengan penuh semangat. Sebagian ada yang dimasukan ke rumah induk, sebagian di paviliun tempat kami mengisolasi selama dua hari, sabtu dan minggu.


Kapau, 21 Desember 2020

1 komentar:

Car Free Day 15/09/2024

 Car Free Day  Minggu 15 September 2024 Sabtu siang Akbar, sepupunya Imam datang ke rumah. Dari kampus Untirta Sindang Sari Serang Banten be...