Saat Ayah berkata, "Jaga dia, Dan"
Dahulu, saat semester 5 segera dimulai namun uang utk bayar kuliah tak kunjung ketemu. KRS sudah kuisi bersama teman-teman di kampus. Teman-temanku mengambil SKS sesuai dgn bobot nilai mereka berkisar 24 sks, sementara aku tak berani jadi aku kurangi sampai 19sks. Tadinya malah mau 11 SKS saja, tapi khawatir akan banyak pertanyaan dari dosen pembimbing nanti. Sejujurnya aku takut Ayahku tak cukup uang utk membayarnya.
Setiap kali moment mengisi KRS kejadian seperti ini bukan kali pertama. Hampir tiap ngisi KRS hati ini selalu harap-harap cemas bisa bayar atau ngga. Tapi kali ini Ayah makin lemah, makin sering murung mungkin karena makin tua dan sakit-sakitan. Dan makin tak berani aku minta bayarkan uang kuliah. Waktu terus berjalan seolah sang waktu tak peduli bahwa aku butuh perpanjangan waktu, agar bisa berusaha pinjam uang sana sini ke teman2 yang hidupnya tajir. Namun sampai akhirnya seorang teman senior berkata, "Mestinya lo jgn ngisi KRS dulu ri, lu isi form cuti ke kampus aja, drpd masa studi lu abis kl ternyata lu ga bayar".
Batas akhir bayaran pun sudah tiba, tapi aku tetap ke kampus ngumpul sama teman2 agar penat ini hilang. Sudah fixed semester ini ga bisa lanjut kuliah dan bakal dpt gambaran nanti dpt nilai E semua alias ga lulus, krn sudah terlanjur ngisi KRS, tapi yah sudah qadarullah mau diapain lagi.
Pulang dari kampus, ada tukang koran di halte yg masih buka, iseng2 beli koran yg paling banyak lowongannya. Karena koran itu murah jd masih sanggup aku membelinya. Sesampai dirumah, akupun sibuk bikin surat lamaran kerja. Bermodal ijazah SMA plus transkrip nilai kuliah. Nekat, mending 6 bulan ini dipakai buat kerja saja.
Ternyata Ayah diam-diam memperhatikan, dan dia bertanya. "Apa yg kau buat ri?"
"Bikin lamaran kerja Yah"
"Halah, janganlah.. kau kan masih kuliah"
"Yah, maaf ya Ayah.. batas akhir bayaran semester ini udh tutup, jd 6 bulan ini riri terhitung cuti, drpd ga ngapa-ngapain dirumah ri kerja aja sekalian ngumpulin duit buat bayar KRS semester depan".
"Knp kau ga bilang, aku pikir msh panjang waktu buat bayaran", Ayah berkata dengan rasa sedih sambil memegang kepalanya, ciri khas Ayah kl lagi penat, dia mengusap-usap kepalanya.
"Maaf yah, riri tau Ayah lg ga ada uang makanya ri ga perlu ingetin ayah lg ntar ayah tambah pusing, lagi jg ga apa2 Yah, banyak kok temen-temen senior yi yg begitu, kl ga bisa bayaran mereka pada cuti. Ayah tenang aja yg penting nanti bakal lulus, cuma mesti sabar aja kita", ujarku sambil mengutak ngatik surat lamaran kerjaku tanpa menengok ke wajah ayah.
Ayah terdiam, aku tak sadar bahwa di terdiamnya dia, dia sedang menangis, namun tangisan sunyinya tak mampu ia tahan hingga akhirnya dia nangis tersengguk. Lalu aku pun langsung memeluknya. Ayah berkata, " ayah menyerah nak, angkat tangan aku tapi ayah kasian lihat kau, ayah takut kalo kau kerja, kau malah jadi putus kuliah".
Akupun makin erat memeluk Ayah, "InshaaAlloh ngga Yah, riri akan berusaha bagaimana pun caranya biar sampe lulus, mulai skrg yi ga akan ngerepotin Ayah lagi, kalo ayah ada rezekipun, itu buat Ayah aja, utk kebutuhan Ayah aja, obat Ayah atau buat beli telor dan beras aja. Ayah skrg ga perlu mikirin riri lg. Alhamdulillah dikampus pun buat kebutuhan kuliah dan makan sehari-hari, riri dibayarin sama Dana terus, dan si Toel, Ita ama Amut jg sering nolongin riri yah. Jd InshaaAlloh riri aman".ujarku menenangkan Ayah.
"Iya nak, akupun tau, udh lama ku tengok kau kalo ke kampus, pamit ke aku tanpa kau minta uang, tiap kali ku tanya kau jawab masih ada, tapi aku pun tak berani pula nanya, krn memang aku pun tak punya uang utk ku kasih ke kau bekal kuliah". Tangis ayah pun makin pilu.
Aku pun ikut menangis, terkadang aku ingin curhat ke Ayah, betapa kerasnya aku berjuang agar bertahan di kampus kadang kuliah seharian ga punya ongkos dan uang jajan utk makan. Tapi syukur Alhamdulillah punya sahabat baik-baik, terutama Dana. Dia tak perlu bertanya aku ada uang atau tidak, setiap pulang kuliah dia kadang memberi uang ongkos agar besok bisa ke kampus, hingga aku tak perlu minta ke Ayah.
Suatu ketika Dana mengantar ke rumah dan ketika ia pamit pulang ke Ayah, lalu Ayah berkata, "jaga si Riri Dan", mata ayah berkaca-kaca. Seolah dia meminta tolong agar Dana mengurusku.
Dana, bukan orang kaya, ibunya penjahit, bapaknya berkebun. Namun dia orang yang baik, dia berusaha hidup hemat merantau dari Bangka, agar uang bulanannya terkadang dibagi dua utk aku. Padahal dia tau orangtuanya kerja keras bukan kepalang utk bisa mengirim uang bulanannya. Dana juga yg hadir setiap kali aku sakit, suatu ketika aku jatuh sakit dan harus dirawat, niatnya dia menjengukku di rumah sakit. Namun dia terkejut saat keluargaku semua pulang ke rumah dan menitipkan aku padanya agar berjaga di RS. Saat itu seumur hidupnya belum pernah mengurus orang sakit dan apalagi disuruh menginap di RS, namun entah karena kasihan lihat aku, dia pun menginap dan tidur di kursi tunggu rumah sakit.
InshaaAlloh karena kesiagaan Dana lah, Ayah melihat, dan ingin segera aku menikah dengannya.
Aku cuti kuliah 2 tahun, karena keasyikan bekerja sebagai copy writer dan design graphic di salah satu perusahaan asing. 2004 Dana dan aku menikah. Kami Lulus S1 di tahun 2005, kami wisuda S1 berbarengan, karena Dana pun dulu ikut cuti kuliah krn bekerja di sebuah perusahaan media.
Dan ketika kami punya anak ketiga. Dana memutuskan untuk membiayai aku kuliah S2. Dengan alasan yang membuat aku terharu, dia berkata, "Papa mau membiayai kuliah mama setinggi apapun, karena Papa menyesal dulu saat S1 Papa ga sanggup bayarin mama kuliah, sekarang InshaaAlloh papa sanggup, kuliahlah setinggi yang mama mau, papa bayarin, mama ga usah pusing kayak dulu nangis-ngangis tiap mau ngurus KRS".
MasyaAlloh Tabarakallah, dititipkan sahabat seperti Dana, adalah hal yang paling merubah hidup aku yang dulu rasanya seperti sendirian dan tidak diprioritaskan oleh keluarga. Seperti yg dulu ayah selalu bilang, "keadaanlah yang membuat kami tidak bisa lagi mengurus kau Ri".
Dulu itu setiap aku datang ke rumah saudara, selalu meresahkan mereka, karena saking seringnya minjam uang buat bayar kuliah. Walau ga pernah dikasih, tp tetap saja kehadiranku di rumah saudara, agak meresahkan. Cuma dekat Dana dan sahabat-sahabat kampusku saja yg mau menerima susahnya aku. Terimakasih untuk suamiku dan best friend ku semua Ade Rahmah, Marita, Ade Mutia Herlambang, kalian paling sering ngasih makan aku, dan nyelametin aku dari minta-minta 'remahan gorengan' ke tukang gorengan di halte kampus. Semoga Alloh subhanawata'alla membalas kebaikan kalian.
Semoga Alloh subhanawata'alla menempatkan Ayah dan Mama rahimahullah di surga firdausNya. Aamiin Allohumma aamiin.
Jangan pernah putus asa, karena Alloh subhanawata'alla selalu memberikan solusi dari setiap ujian.
Sebuah kisah inspirasif,.
BalasHapus