Barusan dapat kiriman gambar dari da Kojenk Rozy di WAG FIPIA Jadul, dipandang pandangi lebih lama ternyata indahnya, masyaAllah. Konfigurasi yang tak sengaja oleh para pemudik yang hendak balik ke tanah Melayu, Pekanbaru dan sekitarnya, sangat menakjubkan. Tentu kepintaran sang photograper dalam memgambil momen dan angle-nya sangat luar biasa. Pas banget.
Dalam kepadatan jalan, dalam kemacetan yang panjang ternyata melahirkan gambar yang sangat indah. Entah siapa yang memiliki photo ini, tentu sangat senang jika photo ini diteruskan, diabadikan oleh banyak orang.
Dan ternyata dalam kemacetan itu ada hikmahnya.
=={{{{}}}}==
Macet Selama Lebaran.
Ranah minang yang elok, yang macetnya hanya ketika pulang kampung ketika hari raya adalah sesuatu fenomena tahunan, sejak dulunya. Sudah rutin. Bukan sekali ini saja.
Bisa jadi macet tak ada selama lebaran hanya dua tahun belakangan ini saja. Ketika para perantau dilarang pulang kampung akibat Pandemi Covid tahun 2020 dan 2021. Tahun ini dianggap macetnya lebih parah disebabkan membludaknya perantau yang pulang kampung. Akibat tertahan rindu dua tahun lamanya. So macet ya dinikmati saja, dimaklumi saja. Seharusnya tak ada umpatan atau apapun kepada pihak manapun. Karena ini adalah pilihan. Pilihan libur saat lebaran, yang sebenarnya bisa disiasati.
Hampir dua juta perantau mudik libur lebaran tahun ini, wajarlah macet ada di sepanjang jalur dari dan menuju Bukittinggi. Harus pintar pintar memilih waktu jika ke Bukittinggi, dan/atau harus pintar juga menghindari jalur ini dengan memilih akses lainnya, seperti dari Payakumbuh, Batusangkar memutar ke Solok, Sitinjau Lauik Padang. Meski jarak bertambah, tetapi jauh lebih cepat. Dan ini akan meringankan akses dari Bukittinggi, Padang Panjang dan Kayu Tanam.
Solusi ke depan?
Pertama: Akses jalan tol yang belum jadi, karena kendala pembebasan lahan yang tak berkesudahan, harus bisa selesai secepatnya. Sehingga ketersambungan tol dari Riau ke Sumbar segera bisa dinikmati. Ikan sepat, ikan gabus. Makin cepat makin bagus. Sehingga di tahun tahun yang akan datang kemacetan parah ini bisa dikurangi bertahap.
Pembangunan tol di antara Kota Padang Panjang - Bukittinggi - Payakumbuh harus menjadi prioritas. Karena sumber macetnya di hari normal maupun weekend selalu di sini, ketimbang Tol Padang Sicincin. Banyaknya pasar sepanjang jalan yang relatif sempit bisa diimbangi oleh jalan tol yang akan dibangun.
Yang kedua: Perlu dipikirkan kapan akan dilaksanakan pelebaran jalan secara bertahap, di tempat-tempat yang masih memungkinkan. Akses jalan selama ini seperti Labuah Luruih antara Bukittinggi - Payakumbuh, Padang - Kayu Tanam, Ombilin - Padang Panjang dan Simpang Piladang - Batusangkar perlu dibuatkan rencana pelebarannya. Pelebaran secara bertahap harus dilakukan. Jangan dilupakan.Jangan segitu gitunya terus.
Alternatif pelebaran jalan ini jauh lebih ringan ketimbang membangun jalan Lingkar Luar di sepanjang Kota Bukittinggi. Bukittinggi yang tanahnya kotanya sempit, susah diharapkan, kecuali kerjasama dengan pemerintahan Kabupaten Agam.
Dua poin di atas jika dilakukan lebih cepat, InsyaAllah perantau yang dari tahun ke tahun meningkat tentu akan senang setiap pulang kampung. Akan banyak turis domestik lain yang akan menjadikan Sumbar sebagai destinasi utama dalam menikmati liburan bersama keluarganya. Akan banyak uang dari rantau yang mengalir ke Ranah.
Demikian sebuah tulisan menjelang siang ini, yang terinspirasi dari gambar Kelok Sembilan tadi malam. Sebuah view gambar yang syantik sekali. Andai tak macet, tentu tak ada gambar seindah ini. So selalu ada hal yang positif yang bisa diambil dalam setiap kesulitan (baca kemacetan ya?)
Parung Serab Ciledug,
8 Mei 2022, 11.50 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar