Trip ke Jawa sejak Rabu lalu melihat sang buah hati di Ngawi dan Ponorogo telah berakhir sesuai harapan kami semuanya. Tuntas sudah semua janji kepada kakak Dhila dan abang Imam. Alhamdulillah. Sekarang saatnya menunaikan janji kami dengan mama di kampung halaman.
Setelah deal dengan petugas bengkel, diperkirakan sesudah maghrib mobil sudah bisa diambil. Tune up, pergantian oli mobil, balancing dan spooring serta pengecekan hal hal lainnya untuk perjalanan jauh ke sumatra menjadi prioritas saya terhadap Service Advisor bengkel sangat saya tekankan. Penting bagi saya untuk memastikan tiada kendala dalam perjalanan nanti malam.
Setelah memesan taxi online buat pulang ke rumah, sebagian kecil barang kami turunkan. Sementara yang lainnya masih tertinggal di mobil. Mungkin bagi mereka yang melihat kami sore itu di bengkel nggak habis pikir dengan apa yang kami lakukan. Mobil 'dekil' ditingkalkan di bengkel, sementara barang banyak tidak diturunkan, malah pulang dengan taxi dengan penuh riang gembira. Penuh candaan. Bertiga. Hehehe
Hanya hitungan menit kami sudah sampai di rumah. Saya mencoba untuk rehat sejenak. Nova menyuruh saya untuk tidur sebisanya, sementara dia dan Dhifa sibuk mempersiapkan bekal buat perjalanan nanti malam.
Sesuai yang direncanakan, habis maghrib kami mampir ke optik untuk mengambil kacamata Dhifa yang dititip seminggu yang lalu. Setelah itu Nova mengantar saya ke bengkel dengan motor. Tiduran sejam lebih membuat saya segar malam ini.
Dari bengkel saya sholat isya di mesjid At Taqwa Puri Bintaro Hijau. Saya perlama sujud dan doa mohon kekuatan dan keselamatan pada Allah untuk trip ke Sumatra sebentar lagi.
Memang semuanya di luar rencana. Tadinya kami ingin mencoba naik bis ke Bukittinggi tapi apa daya tiket tak kunjung didapat untuk hari selasa esok sesuai rencana semula. Baru dijanjikan Rabu tanggal 25 Desember, itupun kalo ada tambahan bus NPM. Padahal seminggu nan lalu kami sudah hunting tiket ke loket NPM di terminal Poris Tangerang dan sudah pula meninggalkan no HP ke agentnya.
Karena tidak ada kepastian seperti itu, makanya ketika masih di toll Cipali menjelang siang tadi saya putuskan ke Nova, bahwa kita pulang dengan Terios saja. Kita lanjutkan tour de Java hingga Sumatra.
Sesampai di rumah, segera kami atur pergantian barang yang akan ditinggal dan yang akan dibawa. Sementara saya menyusun barang dan siap berangkat, ternyata Nova sudah selesai pula dengan cucian pakaian kotor kami yang tak seberapa. Tinggal jemur. Sebagian lagi sudah dicuci sebelumnya selama di penginapan kami di Ponorogo.
Jam 9 malam, kami meninggalkan rumah dengan sebelumnya pamit dengan tetangga depan rumah. Tak lupa pula titip kunci rumah pada tetangga. Kebiasaan yang kami lakukan bila hendak jalan jauh.
Memasuki kawasan Bintaro goggle map yang saya set, ternyata mengarahkan saya untuk memasuki tol Serpong Kunciran yang baru beberapa waktu lalu diresmikan oleh pak Jokowi. Sekedar mencoba saya ikuti arah yang ditunjuki oleh goggle map ini.
Ternyata benar rutenya keluar di Kunciran langsung nyambung dengan tol Jakarta Merak. Di pintu tol harga tiketnya tertera Rp 12.000,-. Memangkas waktu sekitar 20 menit menurut perkiraan saya. Memasuki tol menuju Merak terasa jalur lebih rame dari biasanya. Saya fikir senin ini agak sepi. Ternyata beda. Biasanya rute ini kalo malam hari bisa tertempuh selama kurang dari dua jam. Tetapi karena rame bisa jadi agak lebih.
Di Rest area KM 68, tak lupa saya mampir sejenak mengisi BBM dengan pertimbangan menempuh rute tol sumatra hingga ke Palembang sejauh hampir 400 KM, saya tak mau lagi kehabisan "minyak" di tengah jalan. Terios "minum' pertalite seharga Rp 163.000,-.
Selain itu juga memastikan ketersediaan saldo yang cukup buat tol dan biaya penyeberangan yang sudah menggunakan e-money. Tak sampai 20 menit termasuk ke toilet, kami lanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Merak.
Jam 23.30 kami sampai di pelabuhan. Terlihat antrian kendaraan dimana mana. Sudah hampir sama dengan lebaran. Saya diarahkan petugas, bukan ke tempat pembelian tiket biasanya. Diarahkan ke kiri, yang saya kurang hapal posisinya. Di sini pun antrian kendaraan pribadi menumpuk. Ada enam loket yang buka.
Setelah pembelian tiket seharga Rp. 374.000,- saya lihat antrian terakhir naik ke dek atas kapal sudah panjang. Saya kembali diarahkan oleh petugas ke arah antrain truk dan bus. Menyelip di sebelah kiri, paling kiri banget, saya bisa sedikit bernafas. Setidaknya tak begitu lama lagi akan masuk kapal. Andai telat, tentu saya akan menunggu kapal berikutnya. Ternyata di belakang saya mengikut beberapa mobil lagi.
Kurang lebih menunggu sepuluh menit, mobil bergerak. Saya bersyukur fuso yang ada di samping kanan saya masih diam. Saya maju perlahan, mengambil posisi sedikit ke kanan di depan truk fuso, perlahan masuk ke lambung kapal. Masih sepi, eh ternyata saya diarahkan lagi turun ke bagian terbawah dari kapal ini. Alamak jang!!!! Sudah ketahuan ini nanti akan menjadi bagian terakhir yang keluar dari kapal. Sambil senyum senyum, saya geleng geleng kepala sambil berucap dalam hati, "Tak mengapa lah, karena ini tetap lebih baik daripada harus menunggu satu kapal lagi".
Nova dan Dhifa yang telah lebih dulu ke dek atas, saya susul dari jalur yang berbeda. Jalur yang mereka tempuh tadi sudah tertutup karena kendaraan di lantai bawah sudah penuh. Saya mengambil jalur sebelah kanan. Menanjak tiga kali baru sampai di dek atas. Ternyata mereka berdua, naik eskalator yang ada di kapal ini. Kami bertemu di dekat resepsionis di lantai tiga. Saya mencari tempat untuk tidur dan mereka berdua duduk di area penumpang yang berjajar sofa-sofa dimana mereka bisa menonton film selama perjalanan di atas kapal ini. Posisi kami tak jauh.
Saya langsung terlelap dengan bantal angin sebagai alas kepala. Saya tak ada waktu untuk memantau kondisi kapal yang baru pertama kalinya kami naiki ini. Karena selama ini, baru kali ini ketemu kapal yang mempunyai eskalatornya.
Tak terasa menjelang jam setengah tiga saya tersentak. Bangun dan melihat orang sudah rame bersiap siap hendak turun, kembali ke mobil masing masing. Saya berberes dan menuju ke tempat Nova dan Dhifa yang masih anteng di depan televisi.
Pengumuman dari announcer kapal, bahwa dek terbawah diharap bersabar menunggu. Antrian yang turun sangat rame. Karena merasa akan keluar terakhir saya santai saja. Masih bisa berdiskusi dengan petugas kapal di bagian reseptionis tadi. Bahkan beliau memberikan kartu nama buat saya, sambil berucap, "Kalo bapak mau memilih kapal kami ini, silakan hubungi di nomor yang ada di kartu ini".
Saya akui kapal ini, kapal besar. Bersih dan sangat memanjakan para penumpangnya. Ruang tidurnya banyak, ada juga VIP dan VVIP Roomnya yang berbayar antara 150.000 dan 200.000 per kamar dan bisa diisi empat orang maksimal. Kamar tidurnya seperti kapsul, ada ruang tamu dan TVnya. Dan menurut istri, kapal ini juga termasuk cepat. Hampir dua jam perjalanan antara Merak dan Bakauheni.
Sesudah agak sepi, saya ajak mereka melewati jalur yang saya tempuh tadi. Lebih cepat kami sampai di mobil karena jalannya menurun dan akses ke mobil juga agak dekat. Dan benar, sesuai perkiraan saya, kami adalah mobil terakhir yang keluar dari kapal ini. Bahkan sudah ada beberapa mobil yang telah masuk ke lambung kapal di pelabuhan Bakauheni ini hendak menuju pulau Jawa, padahal saya masih di dalamnya.
Keluar dari kapal, saya nikmati suasana pelabuhan ini dengan santai saja.
Saya tidak perlu buru buru menuju gerbang tol Bakauheni Selatan. Malam pekat. Kendaraan yang mendampingi kami pun tak banyak. Mungkin sebagian besar yang sekapal dengan kami tadi sudah berpacu menjajal tol sumatra. Bagi saya perhitungan waktu dan rehat menjelang subuh di rest Area KM 33 masih dalam jangkauan.
Agak sedikit antri ketika sampai di pintu tol. Truk dan bis lebih dominan saat itu. Dengan sedikit bersabar saya akhirnya sampai juga di loket. Kartu member Jalinsum yang juga merupakan kartu E-money saya gesek dan palang pun terbuka.
Dengan kecepatan sedang dan jalan yang menanjak saya kembali menikmati tol sumatra ini. Tak perlu ngebut, karena kendaraan tak banyak dan malam ini pun kelihatan agak pekat. Rembulan berbentuk sabit setengah malu menyapa kami.
Menjelang jam 4 pagi, terios saya arahkan menuju rest area KM 33. Banyak juga yang rehat di sini. Bahkan ada yang tertidur di dalam mushola yang sedang dibangun. Saya segera toilet lagi karena ada yang harus dituntaskan menjelang adzan subuh. Ini sudah jadi rutinitas menjelang subuh. Hampir setiap hari.
Selepas urusan ke belakang, saya berwudhuk dan melaksanakan sholat sunnah. Waktu terasa agak lama berjalan. Begitu juga dengan waktu subuh agak melambat di daerah Lampung ini. Tak seperti di Jawa Timur beberapa hari yang lalu. Setelah melaksana beberapa rakaat sholat sunnah, saya coba berbaring. Meluruskan badan, menempel ke bumi. Rasanya ini sangat diperlukan, dibutuhkan oleh tubuh beberapa saat.
Sempat terlayang, namun segera bangun ketika ada jamaah yang mengumandangkan adzan. Segera kami melaksanakan sholat sunnah lagi sebelum melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Dari bengkel saya sholat isya di mesjid At Taqwa Puri Bintaro Hijau. Saya perlama sujud dan doa mohon kekuatan dan keselamatan pada Allah untuk trip ke Sumatra sebentar lagi.
Memang semuanya di luar rencana. Tadinya kami ingin mencoba naik bis ke Bukittinggi tapi apa daya tiket tak kunjung didapat untuk hari selasa esok sesuai rencana semula. Baru dijanjikan Rabu tanggal 25 Desember, itupun kalo ada tambahan bus NPM. Padahal seminggu nan lalu kami sudah hunting tiket ke loket NPM di terminal Poris Tangerang dan sudah pula meninggalkan no HP ke agentnya.
Karena tidak ada kepastian seperti itu, makanya ketika masih di toll Cipali menjelang siang tadi saya putuskan ke Nova, bahwa kita pulang dengan Terios saja. Kita lanjutkan tour de Java hingga Sumatra.
Sesampai di rumah, segera kami atur pergantian barang yang akan ditinggal dan yang akan dibawa. Sementara saya menyusun barang dan siap berangkat, ternyata Nova sudah selesai pula dengan cucian pakaian kotor kami yang tak seberapa. Tinggal jemur. Sebagian lagi sudah dicuci sebelumnya selama di penginapan kami di Ponorogo.
Jam 9 malam, kami meninggalkan rumah dengan sebelumnya pamit dengan tetangga depan rumah. Tak lupa pula titip kunci rumah pada tetangga. Kebiasaan yang kami lakukan bila hendak jalan jauh.
Memasuki kawasan Bintaro goggle map yang saya set, ternyata mengarahkan saya untuk memasuki tol Serpong Kunciran yang baru beberapa waktu lalu diresmikan oleh pak Jokowi. Sekedar mencoba saya ikuti arah yang ditunjuki oleh goggle map ini.
Ternyata benar rutenya keluar di Kunciran langsung nyambung dengan tol Jakarta Merak. Di pintu tol harga tiketnya tertera Rp 12.000,-. Memangkas waktu sekitar 20 menit menurut perkiraan saya. Memasuki tol menuju Merak terasa jalur lebih rame dari biasanya. Saya fikir senin ini agak sepi. Ternyata beda. Biasanya rute ini kalo malam hari bisa tertempuh selama kurang dari dua jam. Tetapi karena rame bisa jadi agak lebih.
Di Rest area KM 68, tak lupa saya mampir sejenak mengisi BBM dengan pertimbangan menempuh rute tol sumatra hingga ke Palembang sejauh hampir 400 KM, saya tak mau lagi kehabisan "minyak" di tengah jalan. Terios "minum' pertalite seharga Rp 163.000,-.
Selain itu juga memastikan ketersediaan saldo yang cukup buat tol dan biaya penyeberangan yang sudah menggunakan e-money. Tak sampai 20 menit termasuk ke toilet, kami lanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Merak.
Jam 23.30 kami sampai di pelabuhan. Terlihat antrian kendaraan dimana mana. Sudah hampir sama dengan lebaran. Saya diarahkan petugas, bukan ke tempat pembelian tiket biasanya. Diarahkan ke kiri, yang saya kurang hapal posisinya. Di sini pun antrian kendaraan pribadi menumpuk. Ada enam loket yang buka.
Setelah pembelian tiket seharga Rp. 374.000,- saya lihat antrian terakhir naik ke dek atas kapal sudah panjang. Saya kembali diarahkan oleh petugas ke arah antrain truk dan bus. Menyelip di sebelah kiri, paling kiri banget, saya bisa sedikit bernafas. Setidaknya tak begitu lama lagi akan masuk kapal. Andai telat, tentu saya akan menunggu kapal berikutnya. Ternyata di belakang saya mengikut beberapa mobil lagi.
Kurang lebih menunggu sepuluh menit, mobil bergerak. Saya bersyukur fuso yang ada di samping kanan saya masih diam. Saya maju perlahan, mengambil posisi sedikit ke kanan di depan truk fuso, perlahan masuk ke lambung kapal. Masih sepi, eh ternyata saya diarahkan lagi turun ke bagian terbawah dari kapal ini. Alamak jang!!!! Sudah ketahuan ini nanti akan menjadi bagian terakhir yang keluar dari kapal. Sambil senyum senyum, saya geleng geleng kepala sambil berucap dalam hati, "Tak mengapa lah, karena ini tetap lebih baik daripada harus menunggu satu kapal lagi".
Nova dan Dhifa yang telah lebih dulu ke dek atas, saya susul dari jalur yang berbeda. Jalur yang mereka tempuh tadi sudah tertutup karena kendaraan di lantai bawah sudah penuh. Saya mengambil jalur sebelah kanan. Menanjak tiga kali baru sampai di dek atas. Ternyata mereka berdua, naik eskalator yang ada di kapal ini. Kami bertemu di dekat resepsionis di lantai tiga. Saya mencari tempat untuk tidur dan mereka berdua duduk di area penumpang yang berjajar sofa-sofa dimana mereka bisa menonton film selama perjalanan di atas kapal ini. Posisi kami tak jauh.
Saya langsung terlelap dengan bantal angin sebagai alas kepala. Saya tak ada waktu untuk memantau kondisi kapal yang baru pertama kalinya kami naiki ini. Karena selama ini, baru kali ini ketemu kapal yang mempunyai eskalatornya.
Tak terasa menjelang jam setengah tiga saya tersentak. Bangun dan melihat orang sudah rame bersiap siap hendak turun, kembali ke mobil masing masing. Saya berberes dan menuju ke tempat Nova dan Dhifa yang masih anteng di depan televisi.
Pengumuman dari announcer kapal, bahwa dek terbawah diharap bersabar menunggu. Antrian yang turun sangat rame. Karena merasa akan keluar terakhir saya santai saja. Masih bisa berdiskusi dengan petugas kapal di bagian reseptionis tadi. Bahkan beliau memberikan kartu nama buat saya, sambil berucap, "Kalo bapak mau memilih kapal kami ini, silakan hubungi di nomor yang ada di kartu ini".
Saya akui kapal ini, kapal besar. Bersih dan sangat memanjakan para penumpangnya. Ruang tidurnya banyak, ada juga VIP dan VVIP Roomnya yang berbayar antara 150.000 dan 200.000 per kamar dan bisa diisi empat orang maksimal. Kamar tidurnya seperti kapsul, ada ruang tamu dan TVnya. Dan menurut istri, kapal ini juga termasuk cepat. Hampir dua jam perjalanan antara Merak dan Bakauheni.
Sesudah agak sepi, saya ajak mereka melewati jalur yang saya tempuh tadi. Lebih cepat kami sampai di mobil karena jalannya menurun dan akses ke mobil juga agak dekat. Dan benar, sesuai perkiraan saya, kami adalah mobil terakhir yang keluar dari kapal ini. Bahkan sudah ada beberapa mobil yang telah masuk ke lambung kapal di pelabuhan Bakauheni ini hendak menuju pulau Jawa, padahal saya masih di dalamnya.
Keluar dari kapal, saya nikmati suasana pelabuhan ini dengan santai saja.
Saya tidak perlu buru buru menuju gerbang tol Bakauheni Selatan. Malam pekat. Kendaraan yang mendampingi kami pun tak banyak. Mungkin sebagian besar yang sekapal dengan kami tadi sudah berpacu menjajal tol sumatra. Bagi saya perhitungan waktu dan rehat menjelang subuh di rest Area KM 33 masih dalam jangkauan.
Agak sedikit antri ketika sampai di pintu tol. Truk dan bis lebih dominan saat itu. Dengan sedikit bersabar saya akhirnya sampai juga di loket. Kartu member Jalinsum yang juga merupakan kartu E-money saya gesek dan palang pun terbuka.
Dengan kecepatan sedang dan jalan yang menanjak saya kembali menikmati tol sumatra ini. Tak perlu ngebut, karena kendaraan tak banyak dan malam ini pun kelihatan agak pekat. Rembulan berbentuk sabit setengah malu menyapa kami.
Menjelang jam 4 pagi, terios saya arahkan menuju rest area KM 33. Banyak juga yang rehat di sini. Bahkan ada yang tertidur di dalam mushola yang sedang dibangun. Saya segera toilet lagi karena ada yang harus dituntaskan menjelang adzan subuh. Ini sudah jadi rutinitas menjelang subuh. Hampir setiap hari.
Selepas urusan ke belakang, saya berwudhuk dan melaksanakan sholat sunnah. Waktu terasa agak lama berjalan. Begitu juga dengan waktu subuh agak melambat di daerah Lampung ini. Tak seperti di Jawa Timur beberapa hari yang lalu. Setelah melaksana beberapa rakaat sholat sunnah, saya coba berbaring. Meluruskan badan, menempel ke bumi. Rasanya ini sangat diperlukan, dibutuhkan oleh tubuh beberapa saat.
Sempat terlayang, namun segera bangun ketika ada jamaah yang mengumandangkan adzan. Segera kami melaksanakan sholat sunnah lagi sebelum melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar