Selepas sholat subuh, suasana hati agak tenang. Ada kebahagiaan ketika amanah yang ALLAH perintahkan telah selesai kita tunaikan. Disebabkan Nova lagi berhalangan, segera saja saya menuju mobil, mengajak mereka untuk segera melanjutkan perjalanan bada subuh ini. Biasanya kalo Nova Sholat saya agak lama juga nungguin dia hingga selesai.
Udara segar saya biarkan masuk barang sejenak sejak Rest Area KM 33 ini. Sengaja sedikit jendela di empat sisi saya buka. Dhifa yang tadi sempat bangun dan keluar bersama kami, kembali terlelap dalam embusan angin sepoi subuh ini.
***
Ada sedikit kecemasan saya tadi, saat dia kembali ke toilet.
"Yah, minta uang buat ke WC", katanya.
"Buat apa dek", tanya saya lagi.
"Tadi sama bunda belum bayar, yah", sahutnya
Lalu saya kasih uang dua ribu satu lembar, dan dia kembali bertanya, "Nggak kurang nih yah? Soalnya aku mau sekali lagi ke WC. Yang "tadi" belum keluar".
Saya tertawa, sambil melanjutkan, "Bilang saja ke abangnya, yang "tadi" belum selesai bang. Mau dilanjutkan lagi bang". Saya pun tersenyum.
Dia tertawa dan si Abang penjaga WC yang di depan kami juga tertawa.
Setelah saya selesai, ternyata saya panggil panggil Dhifanya tak ada. Saya agak cemas, saya tanya ke Abang penjaga, "Bang, anak saya sudah keluar atau masih di dalam?"
"Sepertinya masih di dalam pak", jawabnya.
Saya lalu mencari sandal yang biasa dia pake, ternyata tak ada. Saya coba berjalan ke Mushola, ternyata sedang duduk manis sendirian di tangga, melihat bundanya dari kejauhan.
***
Kejadian yang saya alami itu menjadi pembuka diskusi dengan Nova, bagaimana kita harus hati hati menjaga anak selama dalam perjalanan maupun dalam keramaian. Termasuk di sekitar kawasan toilet umum karena rawan dengan pelecehan maupun penculikan. Alhamdulillah, kami sama sama memaklumi. Namun di samping kejadian tersebut, ada hal lainnya yang saya amati dari Dhifa, yakni dia pun sudah punya keberanian dan hafal dengan situasi dimana orang tuanya berada meskipun di lokasi baru.
Ketika gerimis mulai agak turun, perlahan AC saya hidupkan dan jendela pun ditutup lagi. Lumayan oksigen yang masuk tadi sudah menyegarkan kami, terutama udara di dalam mobil. Rinai mulai banyak menghempaskan diri di kaca depan mobil yang kami kendarai, namun kecepatannya saya coba pertahankan di angka 100 km/jam. Jalanan masih sepi, namun menanjak. Dan ketika tanjakan mulai berkurang, kecepatan mobil pun saya coba di atas angka 100. Sesekali melambat, namun angka tertinggi nya tak lebih dari 120.
Pagi mulai tersibak dan lampu mobil pun saya matikan. Suasana asri sepanjang jalan tol sumatra ini sangat layak untuk dinikmati. Perkebunan di kiri kanan jalan adalah pemandangan tersendiri. Nuansa hijaunya sangat kental.
Setelah melewati gerbang tol Terbanggi Besar, menjelang jam enam, di sebelah kiri jalan ada rambu rambu dari petugas. Perlahan kecepatan mobil saya kurangi. Saya amati apa yang terjadi. Nova yang dari tadi tertidur saya bangunkan. Ternyata jalur sebelah kiri sengaja ditutup petugas karena adanya kecelakaan tunggal.
Sepintas saya lihat ke kiri, sebuah mobil merah maron yang terbalik, dengan plat no BM. Kendaraan dari Riau, kampung halaman saya. Nampaknya kecelakaan tunggal karena tak ada lagi kendaraan lainnya yang mengikuti setelah mobil ini. Sepertinya pengemudi mobil ini menabrak sisi kanan pembatas jalan, terbanting dan terbalik lagi ke sisi kiri jalan. Dan tadi terlihat di beton kiri jalan, tiga orang lelaki dewasa yang bersandar di sana. Dugaan saya ini adalah para penumpang dari mobil berplat BM ini. Di bagian kiri depan, ada lagi petugas yang mengamankan lokasi berikut dengan mobil dereknya.
Saya ingatkan ke Nova, semoga ini jadi hikmah buat kita. Andai saya yang ngantuk, jangan marah kalo nanti saya bangunkan. Biasanya kalau saya ngantuk, kecepatan mobil sangat lambat dan saya suka minta sesuatu untuk bisa dikunyah kunyah. Nova sudah paham hal ini, karena biasanya ada cemilan cemilun yang sudah dia siapkan. Yang saya sangat sukai adalah kurma, selain bisa pengganti karbo, kalorinya sangat tinggi. Apalagi kurma Sukari yang sering kami konsumsi, manisnya itu suka membuat gigi saya agak cenat cenut bila ada yang nyangkut. Dan itu sangat efektif menghilangkan kantuk karena lidah saya akan menari nari di dalam mulut. Hehehe
Di beberapa titik dalam perjalanan pagi ini, awan tebal masih bergelayut. Di sekitar Pematang Panggang, jarak pandang kami terbatas. Ada beberapa lamanya rasanya kami diliputi awan. Pandangan sangat terbatas, sehingga kecepatan mobil pun saya kurangi. Kami serasa berada dalam lingkup awan yang gelap. Lampu mobil pun terpaksa saya nyalakan.
Kecepatan kendaraan rerata diantara ambang teratas di tol ini, 100 km/jam. Apalagi setelah kecelakaan yang tadi kami lihat Nova sudah mengingatkan untuk tidak terlalu kencang.
Pematang Panggang hampir terlewati, petunjuk gerbang tol Kayu Agung mulai terlihat dari kejauahan. Saya perhatikan di google map yang settingannya ke Kapau Bukittingi. Mengarahkan saya untuk keluar di exit tol Kayu Agung ini. Sepertinya ini mengarahkan ke jalan raya Kayu Agung - Prabumulih, Muara Enim, Lahat dan Lubuk Linggau. Sempat berfikir sebentar, ikuti google map ini atau ikut rencana awal via Betung - Sekayu - Lubuk Linggau.
Menjelang pintu keluar tol Kayu Agung ini, saya hentikan mobil sejenak. Ada petugas di pertigaan jalan dan ada mobil lain yang bertanya bertanya pada petugas tersebut. Setelah mobil itu berlalu, saya sapa petugas tersebut, "Assalammualaikum, pak".
"Alaikummussalam. Ada yang bisa saya bantu pak?", jawab dan bertanya balik ke saya.
"Ya, pak. Apakah jalan lurus ini, nantinya akan keluar ke Jakabaring, Palembang?, saya bertanya.
"Betul pak, tinggal ikuti jalan ini saja nanti bapak akan keluar di Jakabaring", jawabnya.
"Alhamdulillah, makasih ya pak", jawab saya atas info yang dia sampaikan.
"Sama sama, Pak"' jawabnya balik.
Semua aksen bapak petugas ini khas Palembang. Enak didengar.
Akhirnya saya putuskan tetap via Betung Sekayu Lubuk Linggau. Ada keraguan bagi saya melewati Prabumulih berdasarkan pengalaman orang lain yang saya tonton di youtube ketika arus balik lebaran kemarin. Mereka tersasar setelah lepas dari kota Lubuk Linggau, mengikuti google map menuju kota Prabumulih. Mereka konvoi beberapa mobil tetapi diarahkan ke jalan jalan proyek, jalan jalan bertanah yang dikelilingi oleh hutan karet dan sawit. Dengan bantuan penduduk setempat, mereka diantar dengan motor hingga ke jalan raya Prabumulih - Muara Enim. Sudah sore hari waktu itu. Entah apa yang mereka rasakan saat itu. Tentu saya tak ingin mengalami hal serupa.
Saya lajukan kendaraan lurus mengikuti jalur tol sumatra ini. Rasanya tak akan lama lagi akan sampai di pintu keluar. Saya perhatikan rest area sudah tak ada lagi terllihat, sementara hasrat "kebelakang" makin mendera. Udara dingin memang membuat ingin buang air kecil.
Alhamdulillah, sebelum pintu keluar Jakabaring, ada posko Pengamanan Natal dan Tahun Baru di bawah exit tol yang belum jadi. Saya lupa nama daerahnya. Saya berhenti di sini, dan terlihat ada beberapa posko, baik kepolisian, PMI, mushola dengan karpet warna merahnya dan beberapa warung tenda yang menyediakan kebutuhan para musafir yang singgah.
Di bagian belakang sekali ada "toilet mobile" beberapa buah. Kami turun, bergantian, tanpa mematikan mesin mobil. Di seberang jalan tol yang tanpa pembatas ini saya perhatikan kondisi posko yang sama tersedia. Pagi ini memang belum rame. Hujan gerimis masih menemani kami, namun badan jalan yang ada di atas membuat kami terlindungi.
Dan berdasarkan info petugas, pintu keluar Jakabaring sudah tak jauh lagi. Ini yang membuat kami lega. Setelah semuanya selesai, perjalanan ini kami lanjutkan dengan santai. Saya nikmati akhir perjalanan di tol sumatra ini dengan sebaik mungkin. Sambil bercanda dengan dengan Dhifa yang sudah tak mau tidur lagi. Kami perhatikan rumah rumah penduduk yang ada di pinggir tol. Rumah yang berdiri di atas rawa. Rumah Panggung, khas sumatra selatan.
Tak berapa lama, jalan mulai mengecil. Di ujung jalan terlihat pintu tol yang hanya ada dua buah, masih bersifat sementara. Saya sapa petugas yang ada, dan mempersilakan saya lewat. Tol ini belum berbayar, masih dalam tahap uji coba, belum diresmikan.
Jadi total biaya yang saya nikmati sepanjang tol hingga Palembang ini masih di angka Rp. 112.000,- masih sebatas Bakauheni - Terbanggi Besar saja yang berbayar. Entah berapa yang seharusnya nanti jika sudah diberlakukan tarif tolnya.
Dalam suasana yang masih gerimis, saya mengikuti arahan google map. Tak berapa lama kami sudah sampai di jalan lingkar luar palembang. Saya kurang hapal daerahnya, dan kalo tak salah ingat, nama jalannya Soekarno Hatta. Waktu sudah menunjukan angka 08.15. Berarti selama perjalanan kami dari rest area KM 33 hingga saat ini dengan jarak tempuh + 350 km tertempuh dalam waktu tiga setengah jam lamanya.
Berhenti sejenak, di SPBU pertama yang kami temui. Terios sudah patut pula diisi lagi. Dengan pertalite. Total pengisiannya Rp 236 ribu.
Keluar dari SPBU jalanan sudah mulai rame. Di sisi kiri jalan, dalam kemacetan sebelum google map menyuruh belok kiri, saya melihat terminal bus Type A Kota Palembang.
Berbelok ke kiri, kemacetan makin parah. Jalan pun banyak berlubang. Angkot banyak menyodok dari bahu jalan, yang tak beraspal. Ini adalah jalan lintas timur sumatra. Jalan Betung Palembang. Hujan yang turun tak menyurut kendaraan kendaraan lokal untuk saling salib di kiri maupun kanan jalan, termasuk para pemotor. Motor dalam kondisi begini selalu yang saya takutkan. Makanya saya sangat berhati hati di jalan raya Betung ini. Beringsut ingsut tak mengapa, yang penting jangan bersinggungan dengan kendaraan roda dua ini. Berbahaya!!!
Akhirnya, dentuman dari dalam perut lebih terasa. Saya perhatikan jam sudah menujukan angka 9. mau tak mau harus cari rumah makan. Dalam kondisi seperti ini, soto atau pindang khas palembang adalah pilihan utama.
Beruntung, tak lama berselang ada di kiri jalan sebuah rumah makan. Berhentilah kita di sini. Mengisi lambung. Alhamdulillah, di sini kami makan dengan pindang, soto dan pecel lele buat Dhifa. Lebih kurang satu jam kami rehat disini. Makan dan melepas penat sebelum memulai perjalanan menuju Betung - Sekayu - Lubuk Linggau - Sarongalun.
Di sini pula kami bertemu dengan Avansa putih plat A hendak menuju Padang. Mereka hanya berdua saja di mobil. Yang satu orang serang, beristrikan orang Padang dan satu lagi dari Garut temannya. Mereka ke padang hendak menjemput istri dan anaknya. Dia melihat mobil saya ketika di Pelabuhan Merak, posisinya dibelakang saya, katanya.
***
Nantikan kelanjutannya ya....
Keren sharingnyo da jeje.. Akhir tahun patang 23 des jam 5 sore dari jkt kami juo pulang lewat tol exit prabumulih jam 6 pagi muara enim lahat lubuk linggau.. pulang ka jakarta lewat lbk linggau sekayu palembang jakabaring... memang lebih baik lewat sekayu
BalasHapusAlhamdulillah dinda David. Kama dinda pula patang tuh? Padang ataua bukik?
BalasHapusDesember patang ka kerinci da jeje, ndak sempat ka bukik, karena libur ndak panjang.
HapusMemperhatikan judul berita dibawah, judul tulisan saya dipake oleh media CNN ini.
BalasHapusAda rasa bangga juga
https://m.cnnindonesia.com/.../menjajal-tol-bakauheni...