Rabu, 29 Januari 2020

Cerpen: Majikan Cantik

Cerpen: Majikan Cantik

Setelah lelah bekerja, mereka memutuskan duduk di bawah pohon kelapa yang rindang, menikmati menu makan siang.
Makanan sudah dibuka, kini waktunya makan. Sambil menikmati sajian di hadapan mereka pun berbincang-bincang.
"Sepertinya saya mulai menyukai istri Bapak," ucap Andika di hadapan majikannya.
"Kok, bisa. Sejak kapan?" Sambil mengunyah makanan, pria berbadan subur itu memandang lawan bicaranya.
"Sejak ketika saya melihatnya beberapa bulan terakhir, di mata saya ibu Ratna semakin cantik saja. Rasanya ada yang beda di dada saya, setiap melihatnya hati saya seperti runtuh." Andika menghentikan suapannya ke mulut. Sepertinya dia hanya ingin fokus membicarakan hal ini dari hati ke hati dengan majikan.

Sembari memandang Sang majikan, dia kembali melanjutkan. "Saya menyukai semua yang ada di ibu Ratna, bahkan sesuatu yang mungkin tidak bapak sukai-saya justru sebaliknya, begitu menyukainya." Andika mengatakan itu tanpa rasa bersalah. Malah kembali mengunyah makanan yang disimpan di temboloknya yang besar.
"Minum?" tawar sang majikan. Andika pun menyambar gelas yang disodorkan.
Matahari siang cukup terik. Mereka masih asik duduk dalam satu tikar, di bawah riap sinar matahari yang sesekali menerobos masuk ketika nyiur melambai disentuh angin.
Setelah meletakkan gelas minumannya, pria gendut itu pun menimpali. "Jangan asal bicara kamu. Dia itu istriku. Sebaiknya kamu cari perempuan lain saja," jawab pak Marta. Masih dalam kondisi biasa, tidak terpengaruh sama sekali.
"Kalau begitu, mulai sekarang biar saya saja yang mencintainya. Tidak tega rasanya hati saya, melihat wanita cantik seperti ibu Ratna, tapi Bapak sia-siakan."

Pak Marta malah tertawa mendengar ucapan Andika, kemudian berkata, "Sejak kapan kamu mulai berani mendikte saya? Saya itu majikan kamu. Kamu tidak patut berbicara seperti itu, atau kamu mau saya suruh kerja dari pagi sampai malam tanpa makanan?"
Andika menggaruk kepalanya. Kemudian menjawab, "Kalau begitu tolong jaga dan rawat Ibu Ratna atau saya--"
"Apa?" Pak Marta memotong ucapannya sambil tersenyum. Dia berusaha meraih puncak kepala Andika. Namun Andika keburu menunduk, berusaha mengelak dari telapak lebar pak Marta.

"Apa alasan kamu sampai sebegitunya mencintai majikan perempuanmu?"
"Dia wanita yang baik, sering sekali memperhatikan saya, mengajak bicara saya ketika bapak sedang pergi ke rumah janda. Cobalah bapak pikir, kurang apa lagi ibu Ratna ini. Dia wanita cantik, anggun, baik, penurut dan penyabar," ucap Andika, tidak lupa menggaruk punggung dan kepala. Kebiasaan buruk, yang sulit dihilangkannya. Ingin sekali ia mengubahnya, terutama ketika sedang bicara dengan majikan wanitanya. Tapi semua sia-sia.

"Ada lagi yang lain?" tanya sang majikan, sambil memajukan wajah setengah hasta, dan manarik satu alisnya ke atas.
"Saya menyayanginya dengan tulus, ceraikan saja kalau memang bapak sudah tidak cinta. Biar saya yang menikahinya. Saya yakin bisa memberinya nafkah lahir bathin."
"Haahaa ... untuk satu pisang yang kamu makan saja kamu mendapatkannya dari saya, bagaimana mungkin?" Pak Marta kembali tertawa. Kali ini lebih keras.
"Jangan terlalu meremehkan saya. Bukannya terbalik, ya. Justru bapak yang makan dari jerih payah saya memanjat kelapa beribu pohon tiap bulannya. Masih mau membantah?"
Pak marta terdiam. Apa yang dikatakan Andika semuanya benar. Tanpa Andika mungkin dia tidak punya nama di Desanya.

Dengan nada merendah pak marta menjawab," Maafkan saya. Kamu benar, tanpa kamu saya bukan apa-apa," jawabnya lesu.
"Kalau begitu, boleh jika saya menikah dengan ibu Ratna?"
"Boleh, saja. Kenapa tidak?"
"Bapak serius, kapan?" tanya Andika dengan raut wajah girang.
"Nunggu kamu sampai jadi manusia. Bukan monyet lagi."

Mendengar jawaban dari sang majikan, Andika tertunduk lesu. Baru sadar kalau cintanya yang begitu besar hanya isapan jempol belaka. Hanya mimpi yang tak pernah menjadi nyata.
-
End.
Ditulis: Hamam Rudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Car Free Day 15/09/2024

 Car Free Day  Minggu 15 September 2024 Sabtu siang Akbar, sepupunya Imam datang ke rumah. Dari kampus Untirta Sindang Sari Serang Banten be...