Alhamdulillah, pulas saya tertidur semalam dan bangun lebih awal, sebelum alarm berbunyi jam 3.45. Bugar luar biasa, penuh semangat. Berberes sebentar apa yang tersisa semalam, merapikan apa yang akan dibawa lagi ke mobil, dan tak berapa lama kemudian Nova bangun. Sampah durian semalam, saya bawa keluar dan saya masukan ke dalam tong sampah yang ada di depan kamar.
Hujan masih turun dengan lembutnya menyambut subuh. Saya segera ke kamar mandi, melakukan "rutinitas membuang sampah lambung" sekalian mandi. Berharap rapi sebelum adzan.
Alhamdulillah semuanya sesuai rencana, rapi dan badan pun sudah berganti aroma, kami pun berbagi tugas. Saya memasukan semua barang ke mobil, Nova membangunkan Dhifa, ke resepsionis membayar sewa dan menyerahkan kunci kamar serta tak lupa mengambil kembali KTP yang ditinggal semalam sebagai jaminan. Beres semuanya, bertiga kami menuju mobil siap melanjutkan perjalanan.
Adzan subuh yang tak lama lagi berkumandang memberi kesempatan untuk kembali sholat di masjid Al Fallah Sarolangun. Gerimis yang turun memaksa saya untuk parkir lebih dekat ke area pintu mesjid. Baju kaos yang saya gunakan, saya lapisi dengan jaket ODOJ yang tertinggal di mobil semalam.
Sebelum adzan berkumandang saya masih sempat melakukan sholat sunnah dan menikmati suasana masjid pagi itu. Jemaah mulai banyak yang datang dan ketika sholat subuh mau dilaksanakan baru saya sadari "parfum" saya ternyata berbeda pagi ini. Mungkin jamaah di kiri dan kanan saya bingung darimana berasalnya aroma "parfum" durian yang saya cium pagi itu. Hehehee :)
Selesai sholat subuh, saya segera ke mobil. Tak ingin berlama lama, segera saya nikmati perjalanan pagi ini dengan penuh semangat. Nova bercerita tentang mama yang tadi malam menelpon tentang keberadaan dan keadaan kami. Ditemani ngobrol oleh sang istri, menjadikan saya agak santai mengendalikan mobil.
Penerangan jalan yang tak begitu terang, hujan yang mengguyur sepanjangan perjalanan membuat suasana di dalam mobil sangatlah romantis. Candaan dan gurauan kami nikmati seolah olah pengganti sarapan pagi.
Di beberapa SPBU yang kami lewati terlihat antrian mobil dan truk yang lumayan panjang. Bisa jadi mereka sudah di sana sebelum subuh. Anehnya di depan SPBU tersebut banyak orang yang jualan BBM dengan jerigen terisi penuh. Mungkin beginilah cara SPBU dan warga setempat berbagi rezeki. SPBU hanya melayani sedari pagi hingga malam, sementara warga setempat melayani "pembeli dadakan" dari malam hingga pagi. Sebagai catatan saja, bila kita melewati lintas tengah malan hari di propinsi Jambi dan Sumsel, ada baiknya pastikan dahulu BBM terisi penuh karena banyak SPBU yang tutup. Namun kalo kepepet ada juga yang jual dengan harga sedikit lebih mahal.
Menjelang jam 7, sebelum memasuki kota Bangko, saya mengisi pertalite di SPBU yang baru saja buka pagi itu. Terios "minum" di sini seharga Rp 285.000,-. Di belakang saya terlihat dua buah mobil PKS yang akan konvoi "rihlah" ke Sumatra Barat. Ternyata di jalan raya setelah keluar dari SPBU banyak lagi yang menunggu dua mobil tadi. Ada hampir sepuluh kendaraan pribadi dengan berbagai merk yang hendak jalan jalan menuju kota Padang. Mereka dari Muara Enim yang kabarnya akan mendapat "jamuan" dari korwil PKS Sumbar.
Kami lewati mereka dengan penuh kebanggaan. Beginilah rupanya anggota partai ini mengisi liburan bersama keluarganya menuju Sumatra Barat sekaligus mempererat silaturahim sesama mereka. Dugaan saya, mungkin sebagian besar dari mereka adalah para perantau minang yang ada di sana. Hhmmm
Agak kencang lari Terios saya pagi ini, selepas "minum" di kota Bangko tadi. Alhamdulillah, jam 9 lewat, kami sudah sampai di Gunung Medan. Tadinya ingin makan soto di RM Umega, dan mobil sudah masuk di area parkirnya. Namun dari kejauahan, jejeran warung di seberangnya menggoda kami untuk ke sana. Naluriah saja. Karena di sana lebih banyak pilihan. Di tempat ini, kami pesan makanan dari tiga tempat yang berbeda. Saya makan pagi dengan ikan asam padeh yang baru matang, Nova memesan miso dan soto nasi, Dhila memesan indomie dengan dua telor plus nasi. Miso karena memang kami "taragak bana" dengan makanan jadul ini, yang sudah sangat jarang ditemui. Plus ditambah lagi dengan seporsi sate dan segelas teh telor.
Hampir sekitar empat puluh menit kami makan dan rehat di sini, perjalanan dilanjutkan lagi, namun mampir dahulu di SPBU yang berdekatan dengan tempat kami makan tadi. Banyak juga mobil pribadi yang memanfaat SPBU di sini sebagai tempat istirahat. SPBUnya luas dan bersih, ada musholanya. Dan sebelum SPBU ini ada penginapan. Semuanya milik RM Umega.
Setelah selesai, kami tancap gas lagi menuju Pulau Punjung, ibukotanya kabupaten Dharmasraya ini. Ada icon barunya di sini, yakni jembatan bagus yang baru selesai dibangun. Lanjut hingga ke Kiliranjao, terus berbelok menuju Sijunjuang di simpang Tanah Badantuang. Hari sangat cerah, jalanan agak sepi, tak banyak kami temui bus maupun truk selama dalam perjalanan pagi itu. Jam dua belas siang kami sudah masuk di kota Muaro Sijunjung ini.
Saya segera menuju masjid Tuo yang ada di sisi kanan jalan. Masjid Taqwa Muaro, namanya. Masjid dengan bagunan dua lantai dan ber-AC. Nova dan dhifa rehat di mobil, saya melaksanakan sholat jamak di sini. Setelah selesai tak lupa memasukan sedekah di kotak masjid.
Perjalanan dilanjutkan menuju Sitangkai, Lintau untuk nanti berbelok ke kiri menuju Kota Batusangkar. Oh ya, beberapa ruas jalan yang berada di perbatasan kabupaten Sijunjung ini agak rusak. Genangan air sisa hujan menutupi lubang yang ada, membuat kita harus berhati hati melewatinya. Rusaknya jalan di sini sudah beberapa tahu yang lalu, entah ada perbaikan, entah tidak. Kalo pun ada pastinya tambal sulam saja.
Setelah melewati kantor wali nagari Atar yang terlihat indah di atas bukit, saya teringat teman SMA saya di Duri dulu yang tinggal di daerah Barulak Tanjuang Ameh. Saya telpon, siapa tahu dia ada di rumah dan bisa sekalian bersilaturahim. Nurdin namanya, terhubung kembali setelah beliau bergabung di WAG SMA PJ akt 92 beberapa waktu yang lalu.
Alhamdulillah, komunikasi saya tersambung dengan beliau dan ternyata toko yang baru saja dia tempati tak jauh dari jalan yang akan saya tempuh. Akhirnya kami pun mampir di sini. Saya dan Nova di ajak beliau "duduak di lapau" yang ada di depan toko perabotnya. Sementara Dhifa yang turun asyik main dengan ikan ikan yang baru ditangkap oleh salah seorang teman Nurdin, sahabat saya ini. Rumah Nurdin yang ada di belakang SD yang tampak dari jalan raya, di sebelah kanan kami, di tengah hamparan sawah. Kepada beliau saya janjikan, isnya ALLAH suatu waktu kami akan mampir.
Lama tak bertemu dengan beliau ini. Lebih dari 27 tahun. Banyak kisah yang saya dengar dari beliau yang bisa saya ambil. Merantau selepas SMA ke Cikokol Tangerang, membuka usaha rumah makan hampir dua tahun, banting stir merantau lagi ke Palembang dan kursus "meubel" di sana hingga akhirnya berkembang di sini, di Barulak. Mempunyai anak enam orang, yang sulung sudah menikah dan mempunyai seorang anak dan tinggal di Batam. Anak keduanya sedang dalam persiapan untuk melanjutkan pendidikan di BLK Kota Padang untuk kemudian bersiap siap "short course" di Jepang, yang empat orang ada di sini dikampung.
27 tahun tak terdengar kabar sama sekali adalah suatu keajaiban yang ALLAH berikan kepada saya untuk bertemu kembali dengan Nurdin ini. Sahabat saya yang gigih dalam berusaha. Sahabat yang yang sama sama berjuang di kelas Fisika di SMAN 2 Duri. Banyak kenangan kami saat masih sekolah dahulu. Dan tak banyak perubahan di wajah dan sifatnya.
Hampir satu jam kami di sini, saya pun pamit untuk melanjutkan perjalanan. Ini adalah kali kedua saya mampir untuk bersilaturahim dengan sahabat saya di daerah ini. Mudik lebaran yang lalu saya juga singgah di Saruaso, di rumah mertuanya John Mikhrad teman kuliah saya, yang kebetulan saat itu ada syukuran walimahan. "Mandoa" bahasa minangnya.
Menanjak jalan menuju Istana Pagaruyung, gerimis turun lagi. Jalan berliku hingga ke perempatan lampu merah kota Batusangkar. Banyak cerita kami di dalam mobil, bertiga.
Alam yang indah, udara yang sejuk selepas perempatan lampu merah di jalan yang umumnya lurus menanjak hingga panorama Tabek Patah membuat saya merekam semuanya dalam camera HP yang terpasang di mobil.
Bagi yang ingin menikmati pemandangan alam dan celotehan kami sepanjang jalan hingga ke simpang baso bisa dilihat di youtube saya :
Setelah panorama Tabek Patah jalan berliku lagi hingga keluar di simpang Baso. Hujan masih setia menemani perjalanan kami. Di beberapa titik yang kami lewati tadi ada beberapa tebing yang longsor, yang agak memakan badan jalan. Kendaraan beriringan, karena selain hujan juga adanya truk besar yang melewati jalan yang kecil ini. Kendaraan berplat selain BA banyak kami temui, menandakan bahwa Sumatra Barat memang daerah tujuan wisata bagi para perantau maupun pelancong.
Di simpang baso, berbelok ke kiri kemacetan mulai kami rasakan. Gerimis dan macet kami alami hingga perempatan simpang Tanjung Alam. Namun karena suasana bahagia yang kami rasakan, ditambah lagi telpon dari mama yang menanyakan kami membuat semuanya terasa sebentar saja.
Menjelang adzan berkumandang sore itu, kami sudah berada di simpang Tanjuang Alam, berbelok ke kanan, kami mampir sebentar di depan masjid Nurul Huda karena ada yang jual "cindua langkok". Cendol ini adalah salah satu kuliner favorit jika kita ke Bukittingi, berisi ketan dan duriannya. Rasanya uenak, pas banget kalo diminum di saat teriknya matahari. Tetapi cuaca yang dingin, gerimis yang masih turun, tak menyurutkan Nova untuk melepas seleranya. Dua bungkus kami beli untuk dibawa pulang.
Sepanjang perjalanan dari simpang Tanjung Alam hingga ke rumah bisa dinikmati di channel saya:
Alhamdulillah, jam 4 kami sudah berada di rumah dengan selamat disambut oleh Mama dengan penuh keceriaan, dan yang paling kencang suaranya adalah Dhifa. "Neneeeeeeeek...", serunya.
Total perjalanan dari Sarolangun hingga ke Kapau lebih kurang 11 jam.
It was an amazing travelling
BalasHapusAlhamdulillah... Thanks for your comment
BalasHapus