Kamis, 23 Januari 2020

Lintas Sumatra: Amazing Trip Bukittinggi - Pekanbaru

Senin, 30 Desember 2019

Menjelang jam 7 pagi kami sudah bersiap siap hendak memulai perjalanan ke Pekanbaru. Makan pagi, lebih dari sekedar sarapan lumayan padat mengisi lambung. Nasi "angek", udara yang dingin dengan lauk ama yang "lamak" membuat saya makan pagi itu agak berlebih. Namun kebugaran dari tidur yang lelap membuat saya bersemangat melawan kantuk dalam perjalanan nanti. Apalagi alam yang akan dilewati sangat indah untuk dinikmati. Sejatinya, jadwal ke Pekanbaru ini kami rencana Minggu siang kemarin sehabis Jalan Santai se-kapau, tetapi rangkaian acara yang menarik hingga menjelang ashar, rencana ini tertunda hingga pagi ini.

Setelah semuanya beres, rumah bersih dan pintu terkunci, tak lupa kami pamit ke ni Nani yang tinggal di depan rumah. Terios keluaran tahun 2013 pun melaju perlahan  meninggalkan rumah menuju simpang Tanjuang Alam. Di perempatan ini, sejenak berhenti menunggu giliran untuk bisa berbelok ke kiri menuju kota Payakumbuh. Tak banyak kendaraan pagi itu. Namun keberhati-hatian dalam perempatan jalan tetap menjadi prioritas dalam berkendaraan.

Melaju di jalan lurus dan menurun menuju kota Payakumbuh membelah kabut yang agak lambat tersibak pagi ini. Sejatinya sepanjang jalan ini kita disuguhkan oleh pemandangan alam yang sangat indah. Hamparan sawah di kiri dan kanan jalan raya Bukittinggi - Payakumbuh sangat memanjakan mata. Sepanjang mata memandang seolah olah sawah sawah ini dipagari langsung oleh jejeran bukit barisan. Namun kabut pagi, tak memberikan kita keleluasan menikmatinya. Gerimis turun di beberapa tempat dan kabut enggan meninggi.

Di SPBU Biaro, sebelum lanjut ke Pekanbaru terlebih dahulu saya mengisi "minyak" seharga Rp 300.000,- . Ini adalah pengisian ke empat kalinya selama lintas sumatra ini. Sebelumnya diisi menjelang kota Bangko Jambi.

Setelah itu kami berhenti sebentar di pasar Baso, karena Ama meminta Nova membeli oleh oleh. Di kiri jalan telah dipenuhi angkot dan kendaraan pedagang yang menurunkan barang dagangan, saya terpaksa mencari sisi kanan jalan buat parkir. Sembari menunggu Nova, saya membeli satu dus air mineral buat di jalan. Stok Ufia botol yang kami bawa dari rumah sudah habis.

Tak berapa lama kami di sini, perjalanan dilanjutkan. Gerimis mulai turun mengimbangi terios yang juga turun menuju kota Batiah. Jalan yang relatif lurus dan mulus serta tak banyak kendaraan yang lewat pagi itu menyebabkan kami terasa lebih cepat sampai di pusat kota Payakumbuh.

Lanjut terus melewati Sarilamak, hingga akhirnya menjelang Lubuk Bangku, saya mampir lagi di SPBU yang berada di sisi kiri jalan, karena adanya "desakan dari dalam". Jam delapan lebih kurang kami sampai di sini. Saya memanfaatkan sejenak menikmati suasana alam yang sangat asri di sini. Betul betul indah alamnya. Udaranya pun sejuk, kaya oksigen. SPBU ini sangat luas. Toiletnya bersih, airnya dingin dan berlimpah entah dari mana asalnya. Masjidnya megah dan anggun berdiri kokoh, dijaga dengan gagah oleh tebing bukit di belakangnya. Ini adalah standar SPBU yang umumnya kita temui sepanjang lintas trans Jawa, baik di jalan tol maupun arterinya. Dan pagi ini adalah suatu keberuntungan bagi saya bisa melihat dan merasakan lebih dekat dengan alam yang sangat mempesona ini.

Setelah "selfie" beberapa kali, saya lanjutkan perjalanan sesantai mungkin. Tak ingin saya berlalu begitu cepat dari alam perbukitan yang indah ini. Udara pagi yang segar, membuat saya enggan menghidupkan AC. Biarlah kantong paru paru kami terisi sebanyak mungkin oleh oksigen dari hutan sepanjang bukit barisan ini. Sementara itu di sisi kanan kami ada aliran sungai yang bening terlihat dari jalan yang kami tempuh.

Jejeran rumah makan di kiri kanan jalan Lubuak Bangku ini terlihat sepi. Hanya beberapa kendaraan pribadi yang terlihat parkir. Tak seberapa. Tetapi bayangan masa kecil saya dengan "apa" hingga kuliah, yang sering mampir di beberapa rumah makan ini sangat indah untuk dikenang.

Dulu, Lubuk Bangku ini adalah pemberhentian utama dari hampir seluruh bus yang datang dari Riau menjelang pagi. Ada yang makan "sahur", minum kopi atau sekedar teh telua, namun ada juga yang "bakaruah" di atas bus. Ada juga sebagian "pasisia" bus menikmati suasana menjelang subuh itu dengan mendengarkan "rabab ataupun saluang", musik tradisional minang. Di rumah makan ini juga tersedia dipan panjang buat tidur. Namun kadang kala dalam keramaian di Lubuak Bangku ini, kadang terselip juga cerita tentang kecopetan. Setelah para penumpang selesai sholat subuh, bus bus yang dari Riau ini segera meninggalkan rumah makan menuju kota-kota tujuan yang ada di ranah minang. Sayang sekali, hampir semua PO bus yang dulu pernah ada, tak ada lagi yang bertahan hingga saat ini, kecuali PO ANS, yang kini kembali melayani trayek Padang - Pekanbaru - Dumai.

Lintasan kenangan ini mengantarkan saya hingga hampir masuk ke kelok sembilan. Mobil saya hentikan sejenak, saya coba videokan sepanjang perjalanan, dan silakan nikmati dilink berikut ini:


Gerimis yang menghiasi selama perjalanan kami ini, akhirnya bertemu titik kulminasinya saat mobil mulai menuruni bukit bukit Barisan ini. Jarak pandang yang terbatas disebabkan kabut yang tebal serta gerimis belum juga berhenti. Kecepatan kendaraan sangat pelan, antara 20-30 km per jam, dengan tikungan tajam di antara tebing dan jurang. Dan menjelang Koto Alam, ternyata kami mengalami sedikit kemacetan. Ada badan jalan yang sebagian amblas, yang masih dalam tahap perbaikan. Alhamdulillah, hampir dua puluh menit kami terpaksa "rehat" di sini. Suasana selama perjalanan berkabut saya abadikan di video ini:



Tak berapa lama lepas dari  "Tanah Bergerak" Kota Alam ini, barulah cuaca mulai bersahabat. Tak ada lagi kabut yang tadi menghalangi pandangan. Bisa jadi karena sudah setengah pinggang bukit ke bawah, kabut ini mulai tersibak sehingga kecepatan mobil bisa agak di pacu hingga masuk Pangkalan. Di SPBU Ombak Pangkalan kami sejenak rehat, karena hasrat "pipis" yang tertahan sedari tadi. Alhamdulillah, di sini ada Rest Area yang sangat bagus dan disenangi oleh anak anak. Ada play ground dan saungnya. Rumah makan Ombak ini pengganti rumah makan Sederhana yang ada sebelumnya.

Lanjut perjalanan selepas Pangkalan, kami bagai disuguhkan pemandangan "danau" yang sangat luas. "Danau Buatan" dari hasil bendungan aliran sungai buat PLTA Kota Alam adalah objek wisata yang berkembang saat ini bagi masyarakat Riau dan Sumbar. Alam yang indah sepanjang jalan, bahkan katanya terdapat miniatur Raja Ampat di sini. Tempat yang sangat rame ketika weekend ataupun liburan.

Namun pagi ini tak begitu banyak orang yang kami lihat kecuali mobil mobil yang parkir, rehat di beberapa kedai yang berjejer di sepanjang jalan yang "view"-nya sangat strategis untuk melihat keindahan danau dari atas maupun di sekitar jembatan. Kendaraan pribadi yang memanfaat lokasi ini sebagai tempat persinggahan dalam liburan keluarga, biasanya menuju Sumatra Barat.

Saya sangat menikmati perjalanan ini. Sangat berkesan. Dalam keadaan hujan maupun gerimis, jalan yang mulus, alam yang indah, tak terasa sudah sampai di daerah Rantau Barangin.

Di sini kami rehat sejenak, untuk sekedar makan menjelang siang. Berempat kami di sini memesan 2 porsi soto daging, 1 soto ayam, 1 mie rebus dan segelas teh telur kesukaan saya serta 3 gelas teh manis hangat. Baru di "kedai nasi" Rantau Barangin ini saya bertemu dengan "Teh Talua Limo Tingkek".
Total konsumsi kami di sini sekitar 102,000,- rupiah.

Dari Rantau Barangin ke Pekanbaru kami tempuh selama lebih kurang dua setengah jam. Jalanan antara Bangkinang hingga Pekanbaru saat ini sedang dalam tahap pelebaran, di beberapa titik sudah ada yang dua jalur. Di sepanjang jalan yang kami temui banyak yang dagang durian di pinggir jalan. Ada juga yang jual bibit pohon durian di sekitar daerah Bangkinang. Saya pikir, suatu saat kota Bangkinang ini bisa menjadi sumber utama durian buat propinsi Sumbar dan Riau, menggantikan durian yang "diimport" dari Medan Sumatra Utara.

Oh ya sholat zuhur dan isya kami lakukan di daerah Bangkinang ini, di sebuah masjid yang juga kami singgahi tahun lalu di bulan yang sama. Panam yang jauh berkembang kami lewati lepas jam satu siang dengan sedikit kemacetan di beberapa titik, terutama pada perempatan lampu merahnya.
Pesat sekali perkembangan daerah ini sejak kampus UNRI dan UIN Suska pindah. Panam telah berubah menjadi salah satu pusat bisnis di Pekanbaru. Luar biasa pesat perkembangannya.

Alhamdulillah kurang dari jam dua kami sudah sampai di rumah Ami dan Iwat, di daerah Harapan Raya. Saya pun istirahat sejenak. Tidur siang adalah pilihan terbaik buat pemulihan stamina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...