Kamis, 31 Desember 2020

Catatan Akhir Tahun 2020

Sebelum tidur nyenyak malam ini sebagai pemulihan stamina selepas nonstop perjalanan dr Bukittinggi ke Tangerang sejak Rabu 6.45 - Kamis 2.30 sampai di rumah. 


Sesuatu banget bs men-chalange diri sendiri sebagai solo driver, alhamdulillah Allah masih titipkan stamina yang kuat hingga saat ini. Saya berfikir, "saya bukanlah seorang spinter yang hebat, tetapi saya adalah seorang pelari marathon yang cukup handal". 



Semoga setiap postingan saya memberi manfaat. Silakan share jika diperlukan. 


Have a nice dream guys... 


PBH: 20.49 WIB


#####


AGILITY


Minggu yang lalu, ada topik viral yang dibahas banyak orang. Presiden melantik beberapa menteri, termasuk seorang Menteri Kesehatan yang baru, dan bukan seorang dokter. 


Langsung topik ini viral, “Kok Menkes bukan seorang dokter?”


Dan kemarin Menteri Kesehatan yang baru pun tampil di depan publik untuk menyampaikan update tentang penanganan krisis yang sedang berjalan.


Saya melihat YouTube nya dari awal sampai akhir, mengamati communication style, caranya menangani krisis dan saya berkata,”He is not a medical doctor, he is a great leader” (Dia memang bukan Dokter, tapi dia seorang Leader). And that’s the inspiration for our future.


Dan, dalam suasana krisis seperti saat ini, bukankah kita memerlukan seorang Leader? Apakah seorang CEO perusahaan telekomunikasi harus seorang insinyur? Apakah pelatih sepakbola harus pernah menjadi pemain sepakbola terbaik? Dan daftar pertanyaan itu bisa diperpanjang …?


Padahal ternyata, ada seorang CEO perusahaan minyak yang bukan lulusan perminyakan. Ada seorang CEO sebuah bank internasional yang lulusan Teknik Kimia. Dan ada pelatih sepakbola yang hebat (Jose Morinho) yang dulunya tidak pernah bermain di Liga sepakbola yang top.


Bee, seorang sahabat saya dulunya pramugari, sekarang menjadi Managing Director, sebuah perusahaan consulting terkenal. 


Saya adalah seorang insinyur computer (Master saya dalam bidang Artificial Intelligence) yang sekarang menjadi HR Director. Saya pernah bekerja di bank, dan merekrut seorang lulusan Micro-biology, dan sekarang dia menjadi banker yang ulung.


Kadang ada yang bertanya,” Terus ngapain kuliah di satu bidang, dan kemudian kerja di bidang lain?”

Well, Bahasa humornya adalah HIMASALJU (Himpunan Mahasiswa Salah Jurusan). Itu yang untuk lucu-lucuan. Tapi secara serius, tentu saja kita bisa menganalisa dua hal. 


Pertama, semua orang berhak untuk memilih pekerjaan apa yang sesuai dengan passion-nya, dan membuat dia bermanfaat bagi lebih banyak orang kan?


Kedua, bukankah kita memang harus selalu belajar terus, meng-update diri kita dengan ilmu baru sesuai perkembangan jaman? 

Memangnya lulusan ekonomi harus selalu belajar ekonomi? Bagus dong kalau dia belajar IT? Memangnya lulusan perminyakan harus terus belajar perminyakan? Bagus dong kalau dia belajar tentang business management?


Banyak di antara kita yang tenggelam dalam bidang yang kita tekuni. Lupa untuk belajar something new. Padahal skills apapun yang kita kuasai suatu saat akan tergantikan oleh CPU yang senilai hanya 3 juta rupiah. That’s life. Your strength can kill you.


Seorang sahabat saya baru saja kehilangan pekerjaannya, terkena efisiensi dari perusahaannya, karena industri di mana dia bekerja sedang terkena krisis, dan tren bisnisnya terus menurun.


Sekarang dia kebingungan mencari pekerjaan karena dia hanya menguasai skills itu. Padahal dia pintar sekali. Lupa untuk mempelajari hal-hal lain di luar bidang keilmuannya.


Kenapa gak buka usaha sendiri? Buka usaha sendiri juga perlu kemampuan finance, marketing …dll, di luar bidang yang dia dalami selama ini.


Kuncinya adalah belajar terus, dan menghargai orang lain yang pernah berhasil membuktikan dirinya mampu mempelajari beberapa bidang keahlian, di luar bidang yang tadinya dialami di kuliahnya. That’s agility.


Artificial Intelligence sudah membuktikan bahwa komputer sudah bisa menggantikan penjaga tol, teller bank, sopir mobil, dokter, lawyer, guru, pembaca berita TV, peramal saham ...dan lain lain. Sebentar lagi hal ini akan semakin merajalela.


Apa yang harus kita lakukan? Belajar sesuatu yang baru, yang belum bisa digantikan oleh komputer atau robot. Apa saja! Karena itu akan mendidik kita untuk mengembangkan agility, sehingga kita mampu mempelajari hal yang baru.


Banyak orang yang hanya mempunyai satu skills dan suatu saat mereka akan berada dalam bahaya karena skills mereka tidak relevan lagi. Your skills can kill you (if you don’t learn new/other skills).


Makanya, harus membiasakan diri untuk belajar sesuatu yang baru, every year. Anak saya yang pertama tahun ini belajar Finance (meskipun dia kuliah Chemical Engineering), anak saya yang kedua belajar menjalankan online shop, anak saya yang ketiga belajar tentang pasar saham pada usia 16 tahun, istri saya kuliah lagi (dan menjadi mahasiswi yang paling tua di kelasnya). 


They all learn new things this year.


The question is ... Apa hal baru yang anda pelajari tahun 2021?


What is the new thing that you learn on 2021?


Your strength can kill you, if you are not ready to learn the new skills.


Your skills, your diploma, your certificate, will not be relevant in the future.


Kemampuan anda mempelajari hal yang baru akan menyelamatkan anda di masa depan!


Terus bagaimana dong untuk mengembangkan agility kita?

Kita bisa melakukan beberapa hal di bawah ini:


a) Learn something new everyday. 

Pelajari sesuatu yang baru setiap hari. Apa saja. Bisa bidang ilmu baru, olahraga baru, cabang seni baru, bahasa asing baru. Anything!

Ini akan melatih otak anda untuk selalu bersiap menerima dan mengolah informasi baru, yang belum pernah dipelajari sebelumnya


b) Challenge yourself. 

Bee, sebagai pramugari, dulu banyak belajar tentang bisnis di waktu senggangnya, sementara teman-temannya asyik main-main.

Anak saya belajar Finance untuk membuktikan apakah dia mampu menguasai ilmu lain selain Chemical Engineering.

Anak saya yang kedua belajar bahasa Perancis untuk membuktikan apakah dia mampu mempelajari bahasa Perancis yang katanya sulit.

Do not limite your challenges.

Challenge your own limit!


c) Add variety to your routine. 

Kerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda.

Kalau anda terbiasa menggunakan slide pada saat presentasi, coba suatu saat gunakan story telling tanpa slide.

Kalau anda terbiasa berdiskusi menggunakan flip chart, coba gunakan Post-It.

Kalau anda terbiasa meeting dengan duduk, coba semuanya berdiri.

Dengan begitu, otak anda tidak melakukan sesuatu berulang-ulang.

Ingat repetitive and routinity are the enemy of creativity and innovations.


d) Be the dumbest person in the room. 

Kadang-kadang hadirilah meeting yang anda tidak familiar dengan isinya. Jadilah orang yang paling bodoh di meeting itu.  Kalau anda orang HR coba ikuti meeting sales. Kalau anda orang Finance coba ikuti meeting marketing. Kalau anda orang sales coba ikuti meeting compliance...etc ...etc...

Kalau anda merasa bodoh, anda akan mencatat, menanyakan kemudian dan mempelajari hal yang baru. Kalau anda merasa pintar, anda tidak merasa perlu belajar.

Jangan setiap meeting menjadi orang bodoh, tapi Dua atau tiga kali dalam seminggu, jadilah orang yang paling bodoh dalam ruangan itu, dan belajarlah!


Jadi ingat ya, untuk mengembangkan agility kita, kita bisa lakukan empat rekomendasi ini:


a) Learn something new everyday

b) Challenge yourself

c) Add variety to your routine

d) Be the dumbest person in the room, and learn


Salam Hangat


Pambudi Sunarsihanto

Jumat, 25 Desember 2020

Banto Royo Kamang: Keren

 Banto Royo


Disebabkan ada perubahan agenda hari ini, yang saya lupa update sebelumnya, terpaksa hari ini mengisinya dengan mengajak anak kami Dhifa dan sepupunya Rara ke Banto Royo yang masih berada di Tilatang Kamang, sangat dekat dengan rumah di Kapau, sekitar 7.5 km dapat ditempuh dengan motor sekitar 15 menit. Agak siang kami berangkat dari rumah, sekitar jam 10 an disebabkan gerimis yang turun sejak pagi.



Hari ini kamis, kami salah pilih jalan, sehingga mengalami kemacetan di Pakan Kamih yang memang hari pasarnya hari ini. Seharusnya tadi kami memilih jalan ke Baringin, Tampuniak menghindari kawasan pasar yang hari ini sangat ramai. Mungkin karena hari ini hari yang diliburkan oleh pemerintah.


Menjelang jam 11 siang kami sampai di lokasi, saya parkirkan motor sementara sang Bundo sudah membeli tiket masuk. HTM: 10.000 per orang, untuk hari Selasa - Jumat. Sabtu - Minggu HTM nya 20.000 rupiah. Hari Senin objek wisata Banto Royo ini libur.    




Ketika masuk kami sudah takjub dengan suasana alam yang asyik dan asri. Cuaca tidak begitu terik ketika kami masuk. Dhifa dan Rara sangat senang melihat ikan ikan yang mendekat ketika menapak di track papan di atas area masuk Banto Royo ini. 


Ikan ikannya jinak, dan oleh Bundo mereka diberikan uang untuk membeli makanan ikan. Satu pack nya seharga Rp. 2.500,-. Mereka asyik sekali memberi makanan ikan tersebut, bahkan oleh penjaga yang ada di dekat mereka agar  disuapin langsung aja ikan ikannya. Hehehe, ternyata benar. Ada sensasi yang berbeda ketika makanan ikan itu diantarkan ke mulutnya daripada dilemparkan. Ikan ikan tersebut rebutan mendekati tangan tangan mungil mereka, bahkan ada yang loncat mendekati tangan anak anak ini. 


Tak lama berselang kami tapaki track kayu yang berada di atas Banto tersebut. Oh ya, Banto itu artinya rawa. 


Memang daerah ini adalah rawa dahulunya, baru dijadikan area seperti saat ini dua tahun yang lalu, oleh dan atas bantuan pak Andi Surandi, seorang tokoh Kapau yang berdomisili di Jakarta. Namun setelah jadi semuanya diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat sekitar Banto Royo tersebut. Ada yang bercerita ke saya, semuanya dikelola oleh BUM Nagari. Sebuah pemberdayaan objek wisata yang sangat disenangi oleh masyarakat sekitar tentunya. 


Dengan pola seperti ini tentunya masyarakat akan menjaga semuanya dengan sebaik mungkin, karena akan merasa bahwa ini adalah asset mereka semuanya, sehingga "sense of belonging" nya akan lebih terasa. Ini adalah pusat perekonomian mereka dan itu harus dijaga, sebaiknya, selamanya.


Di ujung di kaki bukit, suasana nya agak berbeda. Seolah kita berada di hutan. Ada gua yang terlihat dari tapakan kayu yang kita tempuh dan bisa masuk kita hingga ke bibir gua tersebut. Dan tak jauh dari sana ada pos untuk naik Flying Fox. Dan ternyata Dhifa sangat mau untuk mencobanya, sementara Rara agak takut. 



Kami sepakat meloloskan keinginan Dhifa tersebut. Harga tiket untuk Flying Fox ini hanya 15.000,- rupiah. Saya temanin Dhifa naik hingga ke puncak tertingginya. Sementara Bundo dan Rara ke ujung satunya, tempat landing nya nanti. Saya perhatikan dengan seksama semuanya, namun Dhifa sangat enjoy sekali, sementara saya ngos ngosan juga sampai ke atas. Umur memang tak bisa dipungkiri. 



Kamis menjelang siang itu, Dhifa adalah peserta pertama yang mencoba naik Flying Fox ini, dan sesudahnya ada keluarga dengan satu bapak dan sepasang anaknya yang kuliah dan SMA di Padang mengikuti kami dari belakang.


Ada sedikit kegamangan bagi Dhifa ketika sudah sampai di atas, ketika semuanya perlengkapannya terpasang, namun dengan support dari ayahnya yang kadang terbiasa jadi tukang kompor, rasa gamang itu enyah. Dengan bantuan abang penjaga akhirnya meluncur juga dia ke ujung di mana Bundanya dan Rara sudah menunggu dia turun sedari tadi, dengan penuh kebanggaan dan kebahagiaan. 


Alhamdulillah, video ketika Dhifa meluncur dari pinggang bukit dari saya dan ketika sampai di bawah rekaman dari bundanya. Suatu kombinasi dan kerjasama yang apik bagi kami dalam meliput Dhifa mencoba Flying Fox ini di sini. 


Setelah dia meluncur tadi saya menyusul mereka di dekat area pintu masuk. Lumayan juga jarak saya ke sana, dan ternyata mereka sudah berpindah tempat ke Play Ground. Di sana giliran Rara yang mencoba naik Flying Fox mini dan juga bermain trampolin bersama. Lumayan juga area main anak anak di sini. 



Melihat saya dari kejauhan mereka segera mendekat dan  entah kenapa, akhirnya mereka memaksa kami untuk memenuhi keinginan mereka naik perahu bersama yang ada di sana. 


Dengan empat dayung dan empat jaket pengaman kami mencoba menaiki dan mendayung perahu ini bersama mengelilingi seluruh kawasan rawa yang indah ini. Harga tiketnya 40.000 rupiah untuk satu perahu yang bisa diisi 5/6 orang. Jika suasana rame naik perahu ini hanya sekitar 30 menit, tetapi karena tadi sepi dan juga karena kami asyik dan ramah dengan penjaganya kami dipersilakan naik sepuasnya. Ada empat perahu ketika kami mengitari rawa tersebut, tetapi kami adalah peserta yang terakhir keluar perahu dan sempat mengitari dua kali putaran. 


Suasananya sangat luar biasa untuk dinikmati bersama keluarga. Karena dalam mendayung perahu itu ada kerjasama yang apik dan ada yang bertindak sebagai "leader".


Setelah itu saya sholat zuhur di mushola yang tersedia di sana. Mushola kecil namun bersih. 


Ada juga di sana aula yang bisa menampung sekitar 500 orang. Dan kebetulan ketika kami datang hingga pulang tadi ada dua rombongan besar yang hadir. Satunya dari alumni FKIP Muhammdyah Padang Panjang angkatan 1983 dan satu lagi dari rombongan SMAN 1 Pariaman. 


Kebetulan juga tadi kami sempat berkenalan dengan rombongan alumni dari Padang Panjang tersebut, yang umumnya guru guru senior yang sebentar lagi mereka akan masuk usia pensiun. Sangat bahagia bisa berkenalan dengan beberapa guru senior tersebut. 


Pulangnya, tak jauh dari Banto Royo ini kami mampir makan Sate Mak Tuah. Kami pesan 3 porsi dan seporsi harganya 15.000 rupiah. Porsi yang besar dengan dua ketupat dan enam tusuk sate. 



Alhamdulillah, puas bersama anak anak hari ini. Setidaknya kegiatan kami hari ini bisa melepaskan mereka dari HP mereka, mengisi dengan acara yang menghibur dan berkesan, penuh keakraban antara Dhifa dan sepupunya Rara. 


Kapau, 24 Desember 2020

22.29 WIB

Kamis, 24 Desember 2020

Damailah Bangsaku


Ada yang bilang happy ending setelah perjalanan yang panjang, penuh orak dan duri yang dilalui. 


Yaaaah yang happy ending mereka, dan kita yang sudah babak belur harus kembali merekat luka sebisanya, sesama anak bangsa. Walau ada yang kecewa, itulah nasib. Setelah ini harusnya tak ada lagi istilah cebong, ceceby,  kampret, kadrun, buzzeRP, influenseRP. Sudahlah, hentikanlah. Bagi yang ada organisasinya, bubarkanlah.


Mereka yang telah kita perjuangan sudah bisa duduk bersama di istana, sementara diantara pendukungnya ada yang menetap di penjara. Ada yang teraniya hidupnya. 


Namun itulah hidup, hidup dalam kancah permainan politik. Kadang kawan bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan. 


Akankah masih percaya dengan janji para politisi?

 

Saya masih percaya, masih percaya ada sekelompok orang yang tetap memegang integritas dan loyalitas yang tinggi untuk negeri ini. Mereka akan tetap berjuang meski dalam diam. 


Sejatinya hidup ini ada keseimbangan. Dan apabila keseimbangan ini terganggu, alam dan seisinya akan mencari keseimbangan yang baru sesuai petunjukNya, menurut sang Maha Pemilik atas segala galanya. Sejatinya kepada Dia lah kita selalu berharap dan selalu bermunajat. 


Damailah Indonesiaku atas ridhoMu. Berdirilah dengan kokoh bagi yang memegang amanah untuk negeri ini. Buktikan bahwa anda adalah tokoh bangsa, bapak bangsa, bukan kaum pecundang.


Yang pengkhianat pasti akan mendapatkan laknat, cepat atau lambat.

Rabu, 23 Desember 2020

Maut Mengintai di Tol Pekanbaru Dumai

 Maut Mengintai di Tol Pekanbaru Dumai


Pagi ini saya mendapatkan video tabrakan lagi di jalur Tol Pekanbaru Dumai untuk ke sekian kali ini. Jujur saya tak kuat menonton hingga tuntas. Tak kuat saya melihatbdan mendengar tangisan anak anaknya yang selamat sementara orang tuanya terjepit mobil yang dikendarainya di bagian belakang truk yang diseruduk.


####  



Kamis, 17/12, minggu lalu saya menjajal tol Pekanbaru ini menuju kota Duri pada siang hari, saat terik matahari sedang puncak puncaknya. Jujur saja saya nggak berani ngebut di toll ini. Kecepatan saya usahakan disekitaran 80 km/jam sesuai saran yang ada dianjurkan, antara 60 - 80 km/jam.


Selain ini tol baru, yang saya belum tahu kontur jalannya, juga disebabkan saya mengendarai mobil dalam suasana terik. Saya sadar saya nggak mungkin mengendarai dengan kecepatan tinggi karena takut bila ban mobil pecah, karena kontur jalan yang saya belum tahu serta teriknya matahari siang itu yang bisa saja menyebabkan ban cepat panas. 


Saya nikmati sepanjang jalan tol ini hingga keluar di KM 67 Pinggir menuju kota Duri. 


Esoknya Jumat siang saya kembali ke Pekanbaru dengan rute yang sama, jalan yang sama arahnya saja yang berbeda. Karena sudah merasakan kondisi jalan ini kemarin, sengaja saya jajal dengan kecepatan agak tinggi, antara 100 - 110 km/jam. Dengan kecepatan ini, saya bahkan diminta Bundo untuk mengurangi kecepatan. Padahal dia tahu bahwa kalo di jalan tol Bakauheni Palembang kadang kecepatan saya bisa lebih, tapi nggak pernah "dicubit sayang" seperti kemarin. 


Dengan kecepatan saya yang sengaja saya jajal antara 100 - 110 km/jam ini, bukan saya niatkan untuk ngebut, karena saya nggak juga diburu waktu ke Pekanbaru, tetapi hanya ingin merasakan sensasi tol ini saja seberapa aman dengan kecepatan tersebut. Namun ternyata masih banyak mobil mobil lainnya yang melewati mobil saya dengan kecepatan tinggi. Bahkan ada yang cc nya di bawah Terios saya, maksain banget dengan kecepatan di atas 120 km/jam siang itu, dalam kondisi terik matahari yang cukup tinggi. 


Jujur saya akui, dibandingkan akhir tahun lalu saya menjajal Tol Sumatra dari Bakauheni yamg masih gratis dari Terbanggi hingga Jakabaring, serta baru dibukanya tol Cipali beberapa tahun yang lalu, yang juga saya lewati saat ke Ngawi, kondisi tol Pekanbaru Dumai jauh lebih baik. Jalannya lebih mulus, beraspal dan tidak banyak yang bergelombang, "sambungan" antara gap jalan/jembatan juga  relatif lebih halus dibandingkan yang ada di tol layang cikampek atau cipali saat itu. 


Dengan kondisi yang saya sampaikam di atas, sejatinya tak banyak kecelakaan yang terjadi seandainya prilaku pengendara yang taat akan aturan. Sadar bahwa tol itu dibuat untuk memperlancar perjalanan, bukan buat kebut kebutan, apalagi menjajal batas maksimal kendaraan. Padahal di beberapa spot di tol ini jelas terpampang dan gampang dibaca tulisan: "Keluarga MENUNGGU Anda Di Rumah bukan di Rumah Sakit".

Saya yang membaca sekali, sangat sadar bahwa himbauan seperti ini tentu sudah berdasarkan kejadian kejadian yang ada selama tol ini beroperasi. Sudah banyak kecelakaan yang ada, sudah banyak nyawa yang melayang, sudan banyak keluarga yang kehilangan sanak famili, janganlah ditambah lagi. Mari perbaiki cara kita berkendaraan di jalur tol ini. Berhentilah ugal ugalan di jalan tol, berhentilah adu balap di jalan bebas hambatan ini. Sadarlah, jangan menjadi penyebab kecelakaan bagi diri sendiri apalagi orang lain. 


Dan harus diingat juga dalam  mengendarai mobil sejatinya sadar juga akan cc mobil yang dibawa. Janganlah yang cc rendah dipaksa balap mendahului mobil yang cc lebih tinggi. Kasihan mobilnya, meskipun mobil tersebut keluaran terbaru sekalipun.

Selasa, 22 Desember 2020

Saat Ayah berkata, "Jaga Dia, Dan"

 Saat Ayah berkata, "Jaga dia, Dan"





Dahulu, saat semester 5 segera dimulai namun uang utk bayar kuliah tak kunjung ketemu. KRS sudah kuisi bersama teman-teman di kampus. Teman-temanku mengambil SKS sesuai dgn bobot nilai mereka berkisar 24 sks, sementara aku tak berani jadi aku kurangi sampai 19sks.  Tadinya malah mau 11 SKS saja, tapi khawatir akan banyak pertanyaan  dari dosen pembimbing nanti. Sejujurnya aku takut Ayahku tak cukup uang utk membayarnya. 


Setiap kali moment mengisi KRS kejadian seperti ini bukan kali pertama. Hampir tiap ngisi KRS hati ini selalu harap-harap cemas bisa bayar atau ngga. Tapi kali ini Ayah makin lemah, makin sering murung mungkin karena makin tua dan sakit-sakitan. Dan makin tak berani aku minta bayarkan uang kuliah. Waktu terus berjalan seolah  sang waktu tak peduli bahwa aku butuh perpanjangan waktu, agar bisa berusaha pinjam uang sana sini ke teman2 yang hidupnya tajir. Namun sampai akhirnya seorang teman senior berkata, "Mestinya lo  jgn ngisi KRS dulu ri, lu isi form cuti ke kampus aja, drpd masa studi lu abis kl ternyata lu ga bayar". 


Batas akhir bayaran pun sudah tiba, tapi aku tetap ke kampus ngumpul sama teman2 agar  penat ini hilang. Sudah fixed semester ini ga bisa lanjut kuliah dan bakal dpt gambaran nanti dpt nilai E semua alias ga lulus, krn sudah terlanjur ngisi KRS, tapi yah sudah qadarullah mau diapain lagi. 


Pulang dari kampus, ada tukang koran di halte yg masih buka, iseng2 beli koran yg paling banyak lowongannya. Karena koran itu murah jd masih sanggup aku membelinya. Sesampai dirumah, akupun sibuk bikin surat lamaran kerja. Bermodal ijazah SMA plus transkrip nilai kuliah. Nekat, mending 6 bulan ini dipakai buat kerja saja. 


Ternyata Ayah diam-diam memperhatikan, dan dia bertanya. "Apa yg kau buat ri?"

"Bikin lamaran kerja Yah"

"Halah, janganlah.. kau kan masih kuliah"

"Yah, maaf ya Ayah.. batas akhir bayaran semester ini udh tutup, jd 6 bulan ini riri terhitung cuti, drpd ga ngapa-ngapain dirumah ri kerja aja sekalian ngumpulin duit buat bayar KRS semester depan".

"Knp kau ga bilang, aku pikir msh panjang waktu buat bayaran", Ayah berkata dengan rasa sedih sambil memegang kepalanya, ciri khas Ayah kl lagi penat, dia mengusap-usap kepalanya.

"Maaf yah, riri tau Ayah lg ga ada uang makanya ri ga perlu ingetin ayah lg ntar ayah tambah pusing, lagi jg ga apa2 Yah, banyak kok temen-temen senior yi yg begitu, kl ga bisa bayaran mereka pada cuti. Ayah tenang aja yg penting nanti bakal lulus, cuma mesti sabar aja kita", ujarku sambil mengutak ngatik surat lamaran kerjaku tanpa menengok ke wajah ayah. 

Ayah terdiam, aku tak sadar bahwa di terdiamnya dia, dia sedang menangis, namun tangisan sunyinya tak mampu ia tahan hingga akhirnya dia nangis tersengguk. Lalu aku pun langsung memeluknya. Ayah berkata, " ayah menyerah nak, angkat tangan aku tapi ayah kasian lihat kau, ayah takut kalo kau kerja, kau malah jadi putus kuliah". 

Akupun makin erat memeluk Ayah, "InshaaAlloh ngga Yah, riri akan berusaha bagaimana pun caranya biar sampe lulus, mulai skrg yi ga akan ngerepotin Ayah lagi, kalo ayah ada rezekipun, itu buat Ayah aja, utk kebutuhan Ayah aja, obat Ayah atau buat beli telor dan beras aja. Ayah skrg ga perlu mikirin riri lg. Alhamdulillah dikampus pun buat kebutuhan kuliah dan makan sehari-hari, riri dibayarin sama Dana terus, dan si Toel, Ita ama Amut jg sering nolongin riri yah. Jd InshaaAlloh riri aman".ujarku menenangkan Ayah.

"Iya nak, akupun tau, udh lama ku tengok kau kalo ke kampus, pamit ke aku tanpa kau minta uang, tiap kali ku tanya kau jawab masih ada, tapi aku pun tak berani pula nanya, krn memang aku pun tak punya uang utk ku kasih ke kau bekal kuliah". Tangis ayah pun makin pilu.


Aku pun ikut menangis, terkadang aku ingin curhat ke Ayah, betapa kerasnya aku berjuang agar bertahan di kampus kadang kuliah seharian ga punya ongkos dan uang jajan utk makan. Tapi syukur Alhamdulillah punya sahabat baik-baik, terutama Dana. Dia tak perlu bertanya aku ada uang atau tidak, setiap pulang kuliah dia kadang memberi uang ongkos agar besok bisa ke kampus, hingga aku tak perlu minta ke Ayah. 


Suatu ketika Dana mengantar ke rumah dan ketika ia pamit pulang ke Ayah, lalu Ayah berkata, "jaga si Riri Dan", mata ayah berkaca-kaca. Seolah dia meminta tolong agar Dana mengurusku.


Dana, bukan orang kaya, ibunya penjahit, bapaknya berkebun. Namun dia orang yang baik, dia berusaha hidup hemat merantau dari Bangka, agar uang bulanannya terkadang dibagi dua utk aku. Padahal dia tau orangtuanya kerja keras bukan kepalang utk bisa mengirim uang bulanannya. Dana juga yg hadir setiap kali aku sakit, suatu ketika aku jatuh sakit dan harus dirawat, niatnya dia menjengukku di rumah sakit. Namun dia terkejut saat keluargaku semua pulang ke rumah dan menitipkan aku padanya agar berjaga di RS. Saat itu seumur hidupnya belum pernah mengurus orang sakit dan apalagi disuruh menginap di RS, namun entah karena kasihan lihat aku, dia pun menginap dan tidur di kursi tunggu rumah sakit. 


InshaaAlloh karena kesiagaan Dana lah, Ayah melihat, dan ingin segera aku menikah dengannya. 


Aku cuti kuliah 2 tahun, karena keasyikan bekerja sebagai copy writer dan design graphic di salah satu perusahaan asing. 2004 Dana dan aku menikah. Kami Lulus S1 di tahun 2005, kami wisuda S1 berbarengan, karena Dana pun dulu ikut cuti kuliah krn bekerja di sebuah perusahaan media.


Dan ketika kami punya anak ketiga. Dana memutuskan untuk membiayai aku kuliah S2. Dengan alasan yang membuat aku terharu, dia berkata, "Papa mau membiayai kuliah mama setinggi apapun, karena Papa menyesal dulu saat S1 Papa ga sanggup bayarin mama kuliah, sekarang InshaaAlloh papa sanggup, kuliahlah setinggi yang mama mau, papa bayarin, mama ga usah pusing kayak dulu nangis-ngangis tiap mau ngurus KRS". 


MasyaAlloh Tabarakallah, dititipkan sahabat seperti Dana, adalah hal yang paling merubah hidup aku yang dulu rasanya seperti sendirian dan tidak diprioritaskan oleh keluarga. Seperti yg dulu ayah selalu bilang, "keadaanlah yang membuat kami tidak bisa lagi mengurus kau Ri". 


Dulu itu setiap aku datang ke rumah saudara, selalu meresahkan mereka, karena saking seringnya minjam uang buat bayar kuliah. Walau ga pernah dikasih, tp tetap saja kehadiranku di rumah saudara, agak meresahkan. Cuma dekat Dana dan sahabat-sahabat kampusku saja yg mau menerima susahnya aku. Terimakasih untuk suamiku dan best friend ku semua Ade Rahmah, Marita, Ade Mutia Herlambang, kalian paling sering ngasih makan aku, dan nyelametin aku dari minta-minta 'remahan gorengan' ke tukang gorengan di halte kampus. Semoga Alloh subhanawata'alla membalas kebaikan kalian. 

Semoga Alloh subhanawata'alla menempatkan Ayah dan Mama rahimahullah di surga firdausNya. Aamiin Allohumma aamiin. 


Jangan pernah putus asa, karena Alloh subhanawata'alla selalu memberikan solusi dari setiap ujian.



Lubuak Bangku


 Lubuak Bangku


Rehat sejenak disini setelah bada zuhur tadi meninggalkan Harapan Raya Pekanbaru dan mampir silaturahmi di rumah sahabat saya sedari SD-SMA hingga sama sama kuliah di Padang, Ratna Dewi . Sampai di sini menjelang maghrib dan cuaca sehabis hujan, bersyukur masih dapat moment bagus dengan alam yang indah.


Di sini sudah lama sekali tidak mampir. Padahal dahulu sejak kecil tempat ini adakah transit terakhir bagi "pasisia" ketika akan masuk ke kota kota besar di sumatra Barat, menjelang subuh. Setelah sholat subuh baru bis bis ini berangkat sehingga ketika masuk di kota kota tujuan pagi hari atau menjelang siang. 


Dinginnya udara di sini jangan ditanyakan di saat berwudhuk. Bagaikan menggunakan air es. Penumpang umumnya menggunakan jaket tebal dan ada dipan besar sebagai tempat tidur yang disediakan oleh pemilik rumah makan bagi yang mau rebahan. Tang mau mendengarkan "rabab" di tengah malam ini pun ada sebagai hiburan. Rabab adalah alat musik tradisional ranah minang yang sekarang sudah mulai jarang dimainkan. 


#####


Back to laptop. 

Di RM Ranah Minang ada dua tempat makannya. Satu menyediakan masakan padang dengan lauk pauknya dan satu lagi khusus menyediakan sop, soto dan mie rebus, khusus masakan panas. Nah pilihan kami pada tempat yang kedua ini. Tempat nya terpisah memang. 


Ada mushola dan kamar mandinya di bagian belakang. Dan saya mendahulukan sholat di sini, sementara istri dhifa dan Ama sudah dahulu memesan sop, soto dan mie rebus.  


Dengan makan tiga porsi soto, satu porsi sop dan mie rebus, plus satu bungkus kerupuk kulit, tanpa nasi karena nasi kami bawa dari rumah, total semuanya yang dibayarkan Rp. 78.000. Harga yang sangat murah di kantong. Sang Bundi kaget, ternyata memang makan di sini nggak mahal. Padahal sop dan sotonya uenak, daging soto dan sop nya banyak. Kami rekomendasi buat sahabat sahabat yang menempuh jalur ini, makan lah di Lubuk Bangku ini. Suasananya sangat nyaman, sejuk, udaranya dingin dan kulinernya mantap. 


Selesai makan kami lanjutkan perjalanan ke Kapau yang tertempuh sekitar satu setengah jam. Jalan santai saja. Menikmati suasana malam di kota payakumbuh yang rame. Sate danguang danguang sementara kita abaikan dahulu ya... 

Ada momennya nanti. :)


Sabtu, 19 Desember 2020

Trip To Bukittinggi (Part 4)


 Trip to Bukittinggi: Via Tempino 

(Part 4)


Selepas sholat jumat yang masjidnya terletak di sebelah kanan RM Umega ini, ternyata suasana sudah rame sekali di depan rumah makan ini. Dan ternyata sudah terparkir dua bus NPM yang salah satunya kami lewati bada subuh tadi di daerah Tempino. Dua bus dengan penumpang yang sepertinya full seat nampak kotor bagian luarnya, yang tak kalah sama dengan terios kami. Hujan selama perjalanan yang sangat jauh ini membuat hampir seluruh badan mobil kotor, bercampur antara debu dan tanah yang menempel. 


Tak lama berselang saya pun membayar makan siang kami dan pamit sama bapak yang melayani, yang selalu senyum dan ramah. Lumayan lama kami rehat di sini, satu setangah jam lebih kurang. Total makan dengan 3 porsi sato nasi, plus seporsi soto saha dan teh telur hanya 108.000 saja. Murah sangat. 


Terios perlahan pamit dari RM ini langsung menuju SPBU yang juga milik RM Umega ini. Posisiny ada di seberang berdekatan dengan Hotel milik orang yang sama. 


Total pertamax yang "diminum" Terios sejumlah 42 liter Rp 290.000 dengan jarak tempuh sejauh 569 km. Alhamdulillah hitungan kawan kawan Jalinsum masih tergolong irit. Masih bisa 1:13.


Keluar dari SPBU kami nikmati kembali perjalanan menuju kampung halaman dengan penuh semangat. Jalanan masih lurus hingga kami melewati kota Pulau Punjung. Jembatan nan indah, jembatan baru yang berdiri kokoh di sebelah kanan jembatan lama kami lewati berwarna merah dan di bawah mengalir Sungai Dareh. 


Di sebelah kiri jembatan lama ini, di pinggir Sungai Dareh  terlihat masjid. Dan di sekitar masjid tersebut almarhummah ibu saya dilahirkan. Di sini masih banyak kerabat "bako" ibu tinggal. Dan rumah tempat ibu dilahirkan masih ada, masih terjaga walaupun sudah tua, sudah tak ada lagi yang tinggal di sana. Trip beberapa tahun yang lalu, saya dan Fera Indrawati mampir di sini, bersilaturahim dengan semua keluarga besar yang ada. Kami diantarkan ke rumah lama ini, rumah tempat ibu lahir dan dibesarkan. Banyak kisah yang diceritakan yang saya dapatkan di sini, baik ketika nenek saya berjodoh di sini, membina keluarga dengan seorang buya tokoh muhamadyah pada masanya, melahirkan ibu saya sebagai anak sulungnyq, serta harus kembali ke Tanah Datar ketika kakek sudah "dicari cari" oleh anggota PKI saat itu. Adik adik sepupu ibu masih banyak di sini, bahkan ada juga yang merantau ke Martapura Sumsel. Ibu dulu bangga bercerita tentang saudara saudaranya yang ada di Pulau Punjung ini. 


Selepas jembatan, kami berhenti sejenak di pasar membeli buah dan pengen juga mampir di keluarga bako ini, tetapi apalah daya, kami dari daerah red zone, sangat riskan untuk singgah dalam pandemi Covid ini. Apalagi kami belum sempat mandi sejak berangkat kemarin. 


Hanya sebentar di sini, kami lanjutkan perjalanan lagi. Lika liku jalan di antara bukit bukit yang indah kami nikmati. Alam yang indah, khas Sumbar sudah di depan mata. Hijau dimana mana. Tak banyak kendaraan saat itu, tetapi bus bus menuju tanah Jawa sudah banyak kami temui semenjak meninggalkan Rumah Makan Umega tadi. 


Di pertigaan Tanah Badantuang kami belok kanan menuju Sijunjung. Jalan ini sudah hapal, karena seringnya kami lewati di setiap trip ke ranah minang. Bahkan jalan jalan rusaknya pun sudah hapal. Namun kondisi jalan rusak tahun ini makin parah, sepertinya sejak setahun yang lalu belum ada perbaikan. Terutama yang berbatan menuju Sitangkai Lintau. Andai jalan malam dalam keadaan hujan, sangat berisiko. Harus ekstra hati hati, terutama yang ground clearance rendah seperti sedan. 


Jalanan menuju kota Batusangkar dari sini sangatlah berkelok kelok, baik ditanjakan ataupun di turunannya. Mengocok ngocok isi perut. Tikungannya sangat tajam di beberapa spot. Harus penuh kesabaran dan kehati-hatian. Tetapi hutan yang rimbun, suasana alam yang asri sangat menghibur. 


Selama dalam perjalanan istri sibuk mencari penginapan buat semalam. Di Kota Budaya ini kami rencanakan rehat dan membersihkan diri sebelum masuk ke rumah di Kapau. Andai diteruskan, kami bisa saja sampai menjelang maghrib, tetapi kami yakin, kami takkan sanggup untuk membersih diri sesampai di sana dan siap bertemu dengan mama dan sanak keluarga. 


Di Yoherma Hotel Batusangkar dengan tarif Rp 200.000 akhirnya kami menginap. Sampai di sana sekitar jam 4 sore.


Kami langsung mandi dan berganti pakaian, rehat sejenak sambil menunggu waktu sholat tiba. Kebetulan didekat hotel ini ada masjid besar. Saya sholat di sana dan Dhifa serta Bundanya sholat di hotel berjamaah. Sholat jamak. 


Dan di depan hotel ada restoran Kubang. Makan malam kami di sini. Alhamdulillah makan di sini dengan menu antara lain nasi goreng, dua porsi soto nasi, martabak mesir jumbo dengan telor bebek, teh telor dan teh manis hangat. 


Setelah makan kami langsung tidur. Total perjalanan dari Ciledug - Batusangkar sekitar 30 jam, solo driver. Dan ini adalah capaian terbaik selama ini dalam mudik ataupun kembali ke rantau. 


#####


Sabtu 12 Desember pagi, kami bertiga sarapan di hotel dengan menu nasi sop. Alhamdulillah Dhifa sangat senang di sini. Dari lantai 3 hotel tempat kami sarapan, dia asyik melakukan tugas photography nya. Hahaha, belajar menjadi photographer. :) 


Setelah semuanya mandi pagi dan rapi, kami menuju Kiambang dengan niat mencuci mobil di sini. Biar sekalian bersih semuanya sampai di Kapau nanti.


Lumayan lama mandinya terios di sini. Puas dengan cara kerjanya. Mobil benar benar dibersihkan, meskipun bagasi masih penuh barang. Dhifa makan lagi di kantin car wash ini. Dua porsi indomie telor dia habiskan. 


Sementara saya dan Nova jalan jalan memuaskan mata sekalian berjemur di sepanjang jalan kiambang ini. Matahari pagi yang cerah, udara segar, pematang sawah dan gunung Merapi yang terbentang dari kejauhan, gagah menjaga ranah Minang.


Setelah selesai mencuci mobil kami balik ke hotel mengambil barang barang yang tertinggal di kamar. Kami pamit kepada resepsionis dan penjaga yang ramah yang membantu kami. 


Selanjutnya kami mampir sebentar di V Kaum di rumah sanak famili dan berlanjut makan mieso yang cukup terkenal di daerah ini. Sang Bundo sangat suka dengan mieso, kuliner asli minangkabau yang jarang ditemui lagi, tergerus oleh baso dan mie ayam. 


Oh ya sebelum sampai di V Kaum, kami mampir di jalan selepas lampu merah pincuran tujuah, membeli apa yang dibutuhkan. Dan di samping warung tersebut ada yang menjual baso cryspi. Saya tertarik dan memperhatikan dengan seksama karena banyak yang membeli. Ternyata yang menjual adalah orang Jawa yang berasal dari Wonogiri. Sengaja merantau ke ranah minang karena ada kakaknya yang menjual bakso jufa di sini dan dia menjual baso dengan varian baru. Basonya lumayan besar, digoreng dengan bumbu cryspi dan di jual 1.000 per buahnya. Makannya nanti dicampur dengan kuah kacang, plus kecap jika dibutuhkan. Kami membeli di sini enam buah buat makan di jalan dan ternyata memang uenak. Inilah kekuatan hijrah atau merantau. Orang minang merantau ke Jawa dan orang Jawa banyak pula yang merantau ke minang. Inilah asimilasi Indonesia ke depan.


Menjelang tengah hari kami lanjutkan perjalanan kami ke Kapau. Suasana alam yang indah sepanjang jalan kami nikmati dengan suka cita. 


Sejatinya zuhur kami niatkan di masjid Quba, tetapi waktu belum masuk kami lewatkan. Masjid Quba, masjid yang indah di ketinggian bukit di tengah sawah yang terbentang sepanjang mata memandang. Masjid ini di pinggir jalan, dan sekarang area parkir mobilnya sudah lebih luas. Ada lahan baru di bagian bawah mesjid. Keren deh. 


Gerimis yang turun dan awan gelap terpampang menjelang Tabek Patah memastikan kami tidak jadi mampir di sini. 


Akhirnya kamisholat zuhur di daerah Baso. Masjid indah yang anggun di sisi kanan jalan, yang ternyata plafonnya sudah memakai PVC, seperti yang juga kami pasang beberapa bulan yang lalu ketika gypsum yang terpasang sudah mulai retak di beberapa titik.Masjid ini baru saja direnovasi, tempat wudhu nya sudah modern, airnya bersih dan dingin bak air es siang itu. Karpetnya juga baru. 


Selesai sholat kami lanjutkan perjalanan hingga sampai di rumah di Kapau jam setemgah dua. Kami sampai dengan kondisi yang sudah bersih, mobil juga dalam kondisi bersih. Kami siap bertemu dengan mama dan sanak famili dalam kondisi bersih meski tetap menjaga jarak aman. 


Semua barang diturunkan dengan penuh semangat. Sebagian ada yang dimasukan ke rumah induk, sebagian di paviliun tempat kami mengisolasi selama dua hari, sabtu dan minggu.


Kapau, 21 Desember 2020

Jumat, 18 Desember 2020

Duri - The Oil City

Alhamdulillah dikunjungi sahabat Wan Alfian di sela sela kesibukannya hari ini di komplek Krakatau CPI Duri. Masuk ke sini agak ketat, ternyata. Dan kami dijemput di gate 3 dan keluar pun diantar di gate 2 oleh tuan rumah yang baik hati. Sementara sahabat saya bisa masuk karena ada "kartu sakti", bisa agak bebas masuk ke sini. 



Sesuatu banget bisa masuk dan mampir bertamu di komplek Caltex ini, setelah hampir dua puluh tahun rasanya tak pernah ke sini. 


Suasana agak berbeda dibandingkan dahulu. Perumahan ini sepi, tak banyak penghuni. Padahal kompleks ini sangatlah asri. Rumahnya tak ada pagar, punya halaman yang luas, pepohonannya rindang, udaranya segar. Rapi dan bersih, tertata asri. 


Di tengah pandemi ini memang harus bisa menahan dan membatasi diri. Berkumpul atau didatangi, mendatangi pun harus tetap jaga diri, tetap harus jaga protokol kesehatan diri sendiri. 


Alhamdulillah, saya sejak datang kamis kemarin dan balik lagi siang tadi banyak hal yang telah berubah di Kota Duri, terutama sepanjang jalan pertanian dari ujung hingga ke jalan sudirman, banyak toko/ruko berdiri. 


Andai tak terikat waktu dan pandemi mau juga berlama lama di sini. Menyapa sahabat dan kawan kawan serta sanak famili. InsyaAllah lain kesempatan di ulang lagi ke sini. Apalagi jarak antara Pekanbaru Duri sekarang sudah sangat singkat. Tak ada lagi keraguan berlama lama di jalan, menghabiskan waktu hampir empat jam bahkan lebih kadang. 


Duri, the Oil City. Minyak mu 1.000.000.000 barel lebih sudah digunakan untuk membangun NKRI, tetapi geliat pembangunan mu sangat lambat sekali. Kondisi yang ada sekarang seharusnya ada puluhan tahun yang lalu. 


Seharusnya kondisi Duri setidaknya mirip dengan komplek CPI dari dulu hingga kini. Tertata asri bak perumahan di luar negeri ataupun komplek super elite yang ada di Jakarta dan sekitarnya saat ini. Sayang buat NKRI jauh lebih kau senangi, atau ada segelintir yang masuk ke kantong kantong pribadi. 


Bye bye Duri, insyaAllah akhir tahun depan bisa datang lagi. Dan semoga Koh Rona ini segera pergi.

Kamis, 17 Desember 2020

Trip To Bukittinggi (Part 3)

 Trip to Bukittinggi: Via Tempino

(Part 3)



Selepas mengisi BBM, jalanan masih sama seperti ketika keluar dari exit tol Jakabaring, tersendat sendat karena banyaknya truk yang jalan malam ini. Ini kesempatan bagi mesin mobil untuk kerja agak ringan dibandingkan ketika di tol tadi. Alhamdulillah jarak tempuh 362 km tertempuh dalam waktu 4 jam, sudah termasuk rehat hampir setengah jam di rest area KM 277.


Lumayan harus bersabar jalan malam ini, tetapi semuanya terhibur dengan tertibnya lalu lintas di Palembang malam itu. Hampir tak ada yang zig zag ataupun nyalib mendadak seperti di Jawa umumnya, entah di tol ataupun di jalan arteri ketika jalan tersendat. Kecepatan antara 30-40 km per jam. 


Melintasi jalan raya palembang betung sudah bisa agak bernafas sedikit, kadang bisa agak dalam juga menekan gas nya, tetapi tetap harus hati hati. Truk truk yang berjalan malam ini lumayan banyak, harus hati hati dalam menyalibnya. Kadang antrian mereka berjalan bisa tiga truk, membuat kita harus hati hati dalam mengambil timing kapan akan mendahului mereka. 


Jalan malam itu sangat ramai. Tiada keraguan akan ada gangguan ketika jalan malam sepanjang jalintim ini. Tadinya ingin beristirahat di daerah Betung, menginap semalam esok pagi gabis subuh langsung jalan lagi. Tetapi melihat ramenya jalanan, dan stamina pun masih oke, kami akhirnya tetap jalan saja. Yang penting terios sudah full tank, karena memang banyak SPBU yang tutup jika jalan malam di daerah Sumsel Jambi ini. 


Setelah Dhifa terjaga, kami akhirnya mulai mencari rumah makan yang aman dan nyaman serta bisa buat rehat serta sholat. Pilihan akhirnya jatuh pada RM Pagi Sore yang berada di Sungai Lilin, sebelah kiri jalan. 


Sudah ada referensi sebelumnya melalui bisser mania yang saya tonton dari youtube. Menjelang pulang kampung saya selalu update info jalan yang akan ditempuh melalui Youtube dan ini sangat bermanfaat karena banyak hal yang bisa kita dapatkan ketika menempuh jalan tersebut. 


Di RM Pagi Sore ini biasanya tempat singgahan bus NPM baik yang dari ranah maupun dari rantau. Sementara di bayung Lencir, RM Simpang Raya adalah tempat singgahan bus ANS dan MPM. 


Kami sholat jamak qashar di sini, berjamaah. Alhamdulillah kondisi masih sepi, belum ada bus yang masuk. Suasana yang bersih, air nya bening, serta masakannya juga uenak. 


Buat Dhifa bundanya pesankan sop Iga, karena butuh makanan hangat. Dan saya tertarik dengan gulai ikan mas yang masyaAllah ukurannya lumayan besar dan warna gulainya kuning, sangat menarik. Sementara sang bundo memilih asam padeh ikan gabus, atau ikan rutiang bahasa minangnya. Seporsi ikan tadi dengan nasinya 36.000 sementara sop Iganya dengan nasi harganya 61.000. Sop Iganya dua potong dengan ukuran yang lumayan besar. Dhifa hanya sanggup makan sepotong daging iga tersebut dengan nasi tambah. Yang sepotong sisanya buat kami berdua. Dan memang uenak. 


Dengan harga segitu memang agak mahal terasa, tetapi dengan kualitas rasa dan tempatnya ala restoran seperti ini menurut saya masih wajarlah. Bertiga kami makan dengan tambahan tambahan reg telor dan teh manis, totalnya 170.500 rupiah. 


Ada lebih satu jam kami rehat disini. Saya mendapatkan info dari kasirnya bahwa bus NPM dari Jawa biasanya masuk jam 12 malam, sementara yang dari ranah masuk sekitar jam 2 dini hari. 


Menurut saya ada baiknya kita berjalan lebih dahulu dari bis bis ini, karena speed mereka kalo jalan malam jauh lebih dari kita. Jadi ketika nanti di jalan bisa bertemu sebagai teman dalam perjalanan. 


Jam 11an kami melanjutkan perjalanan, meskipun masih banyak kendaraan pribadi yang bertahan istirahat di RM ini.


Lebih kurang satu jam jalan akhirnya mata ini rehat sejenak di SPBU yang tutup, tetapi banyak truk dan kendaraan yang istirahat di sini. Hampir seluruh area di sini penuh oleh kendaraan. Saya kebagian di bagian luar, tempat yang tersisa dan juga biar gampang keluar karena memamg niatnya hanya tidur selayang saja. 


Ada setengah jam rasanya tertidur di sini dan ketika mata terbuka melintas dengan kecepatan tinggi bus ANS.  Semangat saya kembali menyala, saya yakin di belakangnya masih ada vus ANS lainnya. Lagian, RM Simpang Raya tempat mereka ngumpul nanti sudah tak jauh lagi. Mereka akan konvoi menuju Terminal Solok dari sana. 


Satu jam lebih berjalan, rasa penasaran saya muncul, pengen tahu suasana RM ini. Saya putar kemudi ke sebelah kanan dan benar ternyata sudah ada empat bus ANS yang ada di sana. Tetapi nggak tahu apakah ini dari jawa atau da rantau karena memang biasanya mereka ngumpul di sini semuanya dalam waktu yang hampir bersamaan. Dan waktu sudah jam dua an lewat. Akhirnya sang bundo memaksa saya untuk istirahat di sini, habis subuh nanti jalan lagi katanya. Permintaan ini saya turuti, karena tak enak hati untuk menolaknya. 


Jam 3.45 alarm Hp saya berbunyi, lelap tidur buyar sudah berganti bugar. Tidur lebih dari satu jam suda lebih dari cukup. Satu butir Vitalong C saya minum sebelum mobil bergerak meninggalkan rumah makan ini. Alhamdulillah sekali jalan malam ini, dua rumah makan fenomenal bagi bisser mania saya jajali. Setidaknya saya sudah tahu kondisinya. Berbeda dengan RM Pagi Sore, RM Simpang Raya ini selain oleh bus juga banyak "dihuni" oleh truk truk yang rehat malam. Dan saya diarahkan oleh petugas parkir tadi malam di area truk truk ini. 


Belok kiri di simpang tempino kami adzan subuh mulai terdengar. Sahut bersahut di lagi ini. Tadi kami sempat di dahului oleh satu bus NPM dan saya berusaha mengejar dengan harapan bisa sholat subuh bersama penumpangnya sekalian saling sapa. Namun ternyata, akhirnya kami memilih di salah satu rumah makan truk, yang musholanya ada di ketinggian dan nampak jelas di sisi kiri jalan. 


Kami mampir di sini karena kebutuhan hajat pagi yang tak bisa ditolak. Sudah saatnya harus berhenti. Bertiga kami sholat berjamaah di sini.

Selepas sholat subuh perjalanan dilanjutkan lagi. 


Jalan sedikit rusak namun tak terlalu parah kami tempuh, namun secara keseluruhan sudah merupakan jalan cor yang baru jadi. Tak lama berjarak kami lewati NPM di sisi kanan jalan yang rehat dan penumpangnya menunaikan  subuh.


Secara keseluruhan jalannya bagus. Saya menikmati jalanan ini, jalanan yang pertama kalinya saya tempuh. Kalo tak salah di Muaro Tebo, jalanannya sudah sangat bagus. Jalannya lebar sekali, tanpa pembatas. Kami masuk daerah ini sekitar jam 8 an lewat. Satu jam lagi akan masuk di lintas tengah sumatra. 


Alhamdulillah menjelang jam 10 kami sudah sampai di pertigaan Muaro Bungo lintas tengah sumatra. Dan jalan lurus itu sudah tampak di depan mata. 


Agak berpacu dengan waktu, menjelang jumatan, gas agak dalam sata tekan. Sudah lelah juga kaki dengan kecepatan 50/60 km per jam, dan saatnya agak diluruskan sedikit kaki kanan ini dengan kaki kiri rehat tanpa terlalu sering menginjak kopling. 


Alhamdulillah, semakin lama semakin terasa aroma kampung halaman. Perbatasan makin terlihat dan nikmatnya soto padang yang kami inginkan menjelang siang ini makin terbayang. Rumah makan Umega adalah tempat istirahat yang kami inginkan.


Jam 11.25 wib akhinya terios sudah perkir di halaman rumah makan ini, tepat di pintu masuknya. Sengaja saya memilih disini, karena wikayah ini adalah wilayah kekuasaan oara bus sumatra. Karena mereka belum ada yang datang, saya kasih isyarat bahwa menjelang siang ini saya bisa datang lebih awal dari mereka. Hehehee


Ada dua kendaraan pribadi lainnya yang berada bersama kami saat itu. Suasana di dalam RM ini masih sepi tetapi makannya sudah tersedia. 


Pelayanan sangat ramah, kami disambut dengan senyuman. Ditawarkan makanan yang prasmanan atau hidangan. Tetapi karena kami pengen sekali makan soto Padang nya yang terkenal, kami lupakan prasmanan yang ditawarkan. 


Tiga porsi nasi soto kami pesan, habis tuntas dan akhirnya sang bundo minta tambahan semangkok lagi sotonya saja. Kalo dah begini, apabila sang bundo minta lagi,  saya akui memang ssotonya luar biasa. 


Dan pelayan yang melayani kami sangat senang, sambik berkata dengan senyuman, "Kami sanang pak, jika makanan kami bersih seperti ini. Kami senang karena makanan kami disenangi oleh pelanggan." 

Nah, ini sama konsepnya dengan #DapurBundoNova yang kami tawarkan ke pelanggan. Awak suko, urang pun suko. 


Alhamdulillah juga, saya bisa melaksanakan sholat jumat di sini. Masjid tetap menjalankan prokes pada bagian dalam masjid, namun pada bagian terasnya sudah rapat karena banyaknya jamaah.

Trip To Bukittinggi (Part 2)

 Trip to Bukittinggi: Via Tempino

(Part 2)



Keluar dari lambung kapal Terios kami berjalan perlahan karena antrian truk yang berjalan beringsut. Alhamdulillah menjelang masuk ke Bakauheni gelombang laut relatif tenang sehingga kapal dapat dengan mudah bersandar. 


Kami berlabuh di dermaga baru yang relatif dekat menuju akses keluar pelabuhan. Agak lambat terios saya jalankan karena kami sangat menikmati laut yang terpampang di sebelah kiri jalan. Seolah tak puas puasnya memandang keindahan alam sore itu. 


Selepas pintu tol barulah saya menekan gas lebih lebih dalam. Menyusul fortuner hitam plat L yang dikemudikan oleh teman ngobrol saya di kapal tadi. Mereka orang batak, suami istri dan seorang anak bujangnya, yang akan menuju Kota Medan, sama sama memilih jalintim, namun mereka akan terus ke Jambi, Pekanbaru dan Medan. Mereka dari Surabaya. 


Ketika ditanjakan, saya klakson mereka minta izin mendahului. Beberapa km fortuner tersebut masih mengiringi saya dari belakang, namun lambat laun tak lagi terlihat. 


Sore itu saya sangat menikmati suasana perjalanan. Saya teringat mudik tahun lalu namun suasananya sedikit berbeda. Kalo tahun lalu, kami lalui jalan ini masih tetap sama hingga ke Palembang, namun itu menjelang subuh dari Bakauheni. Subuh kami di KM 33 dan sampai di sana sebelum adzan berkumandang. Komposisi kami masih tetap sama, seperti saat ini, bertiga. 


Namun tahun kemarin itu suasana rest area nya sangat terbatas, ala kadarnya saja. Namun saat ini hampir semua rest area yang kami temui sudah bagus bagus. Ornamen bangunan memiliki ciri khas daerah masing masing, baik yang di Lampung maupun yang di Sumsel. Sayang suasana masih relatif sepi jika kita bandingkan dengan jalur tol Jawa. Namun saya yakin suatu saat nanti, pasca pandemi Covid-19 ini akan berubah, apalagi bila jalur tol ini terus bertambah. Apalagi kalo dilihat kecendrungan bus bus sekarang lebih rame dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Armada bus Sumbar-Jawa sekarang terus bertambah, baik dari PO ataupun jumlah armadanya. Rata rata armada keluaran terbaru. 


Beberapa kali kami di jalan diterpa hujan, baik yang kecil maupun yang deras sekali, sehingga kendaraan harus menyalakan lampu dengan kecepatan rendah-sedang. Keselamatan adalah hal yang utama, jangan sampai terjadi tabrakan ataupun kecelakaan. Saya pribadi dalam kondisi huja lebat lebih suka menyalakan "hazard lamp" hingga kondisi aman. Banyak juga truk atau kendaraan pribadi yang terpaksa berhenti di bahu jalan di bawah jembatan penyebrangan, menunggu redanya hujan. Semuanya karena jarak pandang yang sangat terbatas oleh derasnya hujan. 


Oh ya, sangat diperhatikan kondisi jalan yang sedang dalam perbaikan, di beberapa titik ada yang berlobang dan bergelombang. Jangan terlalu ngebut di jalan ini, berbahaya. 


Yang perlu diperhatikan di jalan tol menuju Palembang dalam waktu dekat ini sbb:


1. Di km 90 arah palembang. Ada jalan rusak, agak panjang, dan penyempitan jalan. Terlebih khusus harus ekstra hati hati kalau jalan malam.


2. Di km 248 - 252, jalan rusak,  berlobang hampir sepanjang  4 km.


Semoga kondisi jalan ini segera diperbaiki oleh pengelola jalan tol menjelang libur natura yang tinggal beberapa hari lagi . 


Dalam perjalanan hingga menjelang exit tol Jakabaring Palembang saya punya rekaman videonya. Durasinya lumayan lama, lebih dari saty jam. Yang membuat saya takjub adalah ketika perubahan waktu antara sore dan malam hari, saya punya liputan video yang sangat indah. Alam yang berwarna biru muda nan indah terekam dalam video tersebut di tengah gerimis. 


Oh ya, kami sempat istirahat sebentar di KM 277. Hampir setengah jam rehat di sini, meluruskn otot dan buang air kecil di sini. Tersisa lebih kurang 90km lagi menuju pintu tol, sementara BBM masih tersisa 3 bar lagi. 


Tadinya mau ngisi disini, tetapi saya teringat bahwa selepas pintu tol nanti ada SPBU, dimana tahun lalu saya juga mengisi BBM di sini. Tiga bar masih cukup untuk sampai di sana. 


Jam 18.30 kami keluar pintu tol, dan saya rehat lagi sebentar sekedar buang air di masjid yang ada lepas pintu tol Jakabaring ini. Saat itu tersisa satu bar. Tadinya mau sholat di sini, tetapi istri dan anak masih tertidur. Akhirnya lanjut perjalanan hingga ke SPBU tempat kami mengisi pertamax sebanyak 41.80 liter dengan biaya sejumlah 290.000. Tadinya mau ngisi dengan pertalite, tetapi antrian lumayan panjang akhirnya milih pertamax biar cepat. 


Sehabis pengisian dengan pertamax, saya nol kan speedo meter A, dengan maksud ingin mengetahui seberapa jarak yang tertempuh hingga kembali sisa satu bar lagi. 


Di samping itu, juga sebagai persiapan dan antisipasi kelangkaan BBM selama menempuh perjalanan malam di Sumsel Jambi yang SPBU nya banyak yang tutup di malam hari. Nah pengisian BBM di ujung toll sumatra ini adalah pilihan yang sangat tepat. Hitung hitung kalo full bisa amanlah ntuk 300 Km ke depan.

Trip to Bukittinggi (Part 1)


 Trip to Bukittinggi: Via Tempino 

(Part 1)


Sejatinya kami merencanakan untuk mudik akhir tahun ini antara 19-20 Desember, setelah selesainya urusan Bundo Nova  di sekolahnya. Tetapi telepon dari Ama sabtu dan minggu akhirnya kami berusaha mempercepat agenda pulang kampung ini. Alhamdulillah, semua urusan tugas dan izin selalu ada kemudahan. Semua kebutuhan Air mineral Ufia bagi pelanggan selama tiga minggu ke depan saya lengkapi sebisanya, baik galon, gelas maupun yang botol. Begitu juga mempersiapkan segala yang akan dibawa mudik, termasuk kesiapan mobil.  


Alhamdulillah, kamis pagi  urusan Bundo dan saya, kami berangkat jam 9.45 WIB dari rumah. Sebelum masuk tol Bintaro Jaya, saya mampir sebentar di SPBU mengisi full tank terios dengan pertalite, Rp 270.000 dan menambah angin di keempat ban.


Beres semuanya, perlahan mobil mengarah ke pintu toll Bintaro Kunciran.


Selama tol menuju kunciran kendaraan masih sepi, tetapi ketika masuk ke tol merak mulaibterasa rame, baik truk maupun kendaraan pribadi. Bus bus yang menuju sumatra belum terlihat banyak. 

Di Rest Area saya rehat sejenak untuk mencoba mangaktifkan aplikasi Ferizy yang sudah saya install sebelumnya untuk memesan tiket kapal penyeberangan ke bakauheni. Ternyata tak semudah saya bayangkan. Hampir setengah jam, saya menyerah. Akhirnya meminta petunjuk selama dalam perjalanan di tol kepada adinda Riko, dimana bisa beli tiket manual. 


Setelah keluar pintu tol cilegon timur, saya segera merapat ke SPBU pertama yang saya temui yang berada di sisi kanan jalan. Saya mampir di Alfamart memesan tiket di sini. Dan ternyata sudah ada yang lebih awal datang dari saya untuk tujuan ke Palembang. Tak lama berselang di belakang saya juga ada suami istri yang ikut antri. Hanya sebentar saja, dengan bermodalkan KTP dan no kendaraan, tiket kapal pun didapat. Saya berfikir manual begini jauh lebih praktis, nggak banyak isian, termasuk data anggota keluarga yang bakalan naik kapal. 


Sementara saya beli tiket ternyata sang bundo jyga telah selesai memesan nasi bungkus untuk makan siang kami nanti di kapal. Akhirnya terios mulai bergerak cepat memuju dermaga. Sengaja kami memilih kapal regular supaya nanti setelah makan siang, saya bisa tidur satu jam dua jam buat menjaga kebugaran selama dalam perjalanan di tol sumatra menuju Palembang. 


Masuk dermaga, langsung masuk kapal. Tak pake lama. Alhamdulillah, kapal pun tak terisi penuh. Lebih kurang jam 12.30 sudah berjalan perlahan meninggalkan pelabuhan Merak. Ombak yang agak besar siang itu membuat goyangan di kapal agak terasa membuat pusing si Dhifa. Bersyukur sebelum kapal berlayar tadi kami sudah makan siang dan sholat jamak antara zuhur dan ashar. Sempat sejenak bertegur sapa dengan satu keluarga etnis medan. Mereka bertiga dengan anaknya yang sudah mulai dewasa. 


Tak berapa lama kapal jalan saya pun pindah tempat ke ruang lesehan, dimana di sana ada tempat untuk tidur. Alhamdulillah, sebelum bersandar di Bakauheni bisa tidur satu jam-an lebih. Sehingga ketika keluar dari kapal jam 14.30 tetap bugar.

Selasa, 15 Desember 2020

Syukurku ku syukuri

Alam yang indah di pagi hari,

Singgalang tetap kokoh berdiri,

Menjaga ranah dan anak negeri


Ladang dan sawah sumber kehidupan petani, 

Hewan hewan saling bersinergi, 

Tak ada yang merasa kuasa apalagi pongah akan diri,

Semuanya menyatu, bisa berdampingan dan saling memberi.


Indahnya alam semuanya karunia Illahi

Yang mesti senantiasa kita jagai dan syukuri


Aryandi 

Kapau, 15/12/2020

10.17



Minggu, 13 Desember 2020

Inspiring Bisnis: Pondok Teh Talua Tapai

Bermula ketika beberapa waktu yang lalu viral Teh Talua Tapai ini di media sosial. Sebagai pecandu Teh Talua, sudah tentu ada keinginan untuk dapat mencoba mampir ke sana. Rasa penasaran akan rasa, view yang katanya indah di tengah ladang serta awal memulai bisnis ini sudah membuncah ketika ada rencana mudik akhir tahun ini. Kebetulan dekat dari Kapau. 

Alhamdulillah sore ini, setelah dirasa badan sudah bugar, setelah isolasi di hari ke tiga di kampung, iseng aja saya mengajak Bundo Nova untuk menemani jalan jalan sore ini keliling kampung. 

Menggunakan motor kami nekad aja jalan, meski di awalnya gerimis mulai turun sesaat. Berbekal google map, lokasi ini kami susuri dari Giriang Giriang Kapau ke beringin, tampuniak hingga meluncur terus sesuai arahan si Mbah "Google". 

Enjoy dalam jalan jalan sore ini, kami sempat melihat dari kejauhan di sebelah kiri Kawasan Wisata Bonto Royo yang rame pengunjung. Terlihat banyak mobil parkir dari kejauhan. InsyaAllah nanti kami rencanakan akan ajak Dhifa ke sana. Bersama dia lebih seru. Biar dia tahu bahwa di kampung halaman banyak lokasi wisata menarik, di dekat rumah neneknya. 

Lurus terus lebih kurang 15 menit kami sampai di Pondok Teh Talua Tapai ini. Keindahan alam yang terpampang selama perjalanan sangat memanjakan mata. Tak terasa  waktu setengah jam dari rumah berkendaraan begitu cepat. 

Setelah parkir, yang saya kagumi adalah lokasinya. Dari pondok yang ada jelas terpampang indahnya alam sejauh mata memandang. Hamparan sawah yang dikelilingi oleh hijaunya bukit serta nun di ujung sana terlihat jelas genangan air yang banyak, yang tak lain tak bukan adalah Terusan Kamang yang juga sudah terkenal sebelumnya. Kami sudah pernah mampir ke sana beberapa tahun yang lalu bersama anak anak, Full Team.

Ketika masuk lokasi pondok ini, hampir semua tempat yang ada penuh. Tak lama berpikir, kami langsung pesan satu teh telor dan semangkok mie rebus, sebagai penghangat suasana sore. Cemilan "jadul" siap santap ada di toples, pisang pun tersedia. 

Saya sempat videokan suasana sore itu sambil menunggu pesanan datang. 

Ide mengelola kuliner seperti ini sangat berarti dalam suasana ekonomi yang susah saat ini. Butuh keberanian untuk memulai usaha setelah banyaknya PHK akibat Covid 19 ini. Peluang untuk bekerja sangatlah tipis, kecuali bagi mereka yang punya akses "menggarong" uang rakyat. Entah itu benur, apalagi dana sosial Covid yang sangat menarik. Duitnya jangan dikira sedikit. Banyak, man. M M an, bahkan trilyunan. Amazing banget itu. 

Pengunjung silih berganti, hingga sedikit bersabar menunggu pesanan datang. Ada yang datang dengan mobil, ada juga yang datang rombongan kendaraan roda dua. 

Alhamdulillah akhirnya dapat juga bergeser ke ujung di meja yang ada bangkunya. Tempat semula saya incar. Itupun setelah menunggu sekitar 5 menit pengunjung tersebut beranjak pulang. 

Sebagai pemain baru di bisnis kuliner, #DapurBundoNova, Allah takdirkan di meja depan kami seorang ibu dengan anak bujangnya. Yang ternyata beliau adalah owner kedai nasi di depan pasar Baso. Yang juga menyediakan teh telor di samping nasi soto, nasi goreng, mie rebus/goreng juga. Beliau ke sini karena anak bujang nya yang ngajak. 

Sengaja dari Baso. Dan anak bujangnya, yang bernama Dayat, adalah spesialis pembuat Teh Telor di kedai nasi mereka ini. Nah?? Ketahuan kan bahwa banyak yang penasaran tentang kualitas teh talua yang viral ini, termasuk da Dayat ini. 

Jadi kami yang datang dari Tangerang tak salah tempat datang ke sini. 


Dalam obrolan kami betempat, beberapa menit kemudian baru datang teh telor dan mie rebus pesanan saya, baru kemudian ibu dan anak bujangnya ini. 


Saya akui bahwa teh talua tapai ini tidak mengecewakan. "Lai manggigik" sesuai tanya mas Triyogo Priyohadi ketika saya share di WAG kami. 


Porsi nya besar, sesuai ukuran gelasnya yang lumayan jumbo. Menggunakan telor bebek dan tapai ubi yang sangat terasa. Bagi yang tak suka gula berlebihan, menurut istri saya ini sangat cocok. Rasanya ok. 


Selain rasa dan kualitasnya, keberanian untuk memilih dan menata tempat di lokasi seperti ini, saya harus akui owner Pondok Teh Talua Tapai ini sangat berani. Nun di ujung desa, di pelosok negeri beliau sangat berani membuka usaha ini. Akses ke sini dari kota Bukittinggi lebih kurang satu jam, tetapi banyak orang yang datang. Datang untuk menikmati Teh Talua Tapainya dan menikmati suasana alam desa yang asri. 

Sayang tak sempat "maota" dengan owner yang sibuk tanpa henti membuat teh telor ini, saya akhirnya bertanya dengan yang melayani saja. 

Usaha ini baru dimulai sejak lebaran idul Fitri lalu. Dan itu dikelola sendiri oleh sang Bapak pemilik usaha. Beliau yang bikin langsung untuk customer nya. Andai berhalangan baru diserahkan ke yang lain. Selagi dia ada, dia yang membuatnya. Semuanya demi cita rasa buat pelanggan yang sudah datang dari jauh. Jangan sampai ada yang kecewa. Saya saluuut. Saya akui beginilah seharusnya pemilik usaha kuliner. Harus totalitas, seperti juga usaha Masakan Kapau Online #DapurBundoNova yang kami rintis sejak Agustus 2020 ini. Harus totalitas, harus cooking with passion and love.

Makanya saya tak heran hingga kami pulang, pelanggannya datang silih berganti. Luar biasa. Semoga ini bisa menginspirasi sahabat ataupun saudara saudara kita yang lain yang berminat memulai bisnis kuliner seperti ini. Setidaknya harus berani dalam memilih menu utamanya, lokasi dan setting-an tempat. Kalo semuanya oke, pelanggan akan datang. Bak semut mendatangi gula. 

Oh ya harga segelas teh telor tapai ini hanya 8.000 rupiah saja. Sangat murah dan terjangkau. 


Lepas dari Pondok Teh Talua Tapai ini kami pamit kepada ibu dan uda Dayat ini, membayar apa yang dimakan, kami susuri alam yang indah sepanjang jalan yang ditempuh oleh motor kami. Alamnya memang sangat indah. 



Kami menempuh jalan yang berbeda, dan sempat mampir di dekat Tarusan Kamang menuju pakan Sinayan, terus ke Kamang Magek menuju rumah di Kapau. 

Sangat berkesan sekali. Semoga suatu waktu bisa ke sana lagi dan "maota lamak" dengan si pemilik usaha. Semoga!!!

Kapau, Bukittinggi 13/12/2020

20.40

Sabtu, 12 Desember 2020

Baso Cryspi di Batusangkar

Tadi ketika mau ke V Kaum selepas pertigaan pincuran tujuah Batusangkar mampir sejenak di sini karena tertarik dengan dagangannya. 

Awalnya pengen lihat bentuknya ajah. Dan karena peminat mulai datang sata titip pesan enam buah saja sebagai tester, sekedar pelepas rasa penasaran saya saja. 

Jujur saya teringat dengan Om Susilo Amell Nurulfajri yang juga sahabat saya di walsantor Tangerang Raya. Usahanya juga baso. Baso dua saya pesan selain buat sop, juga untuk dijual lagi ke beberapa customer #DapurBundoNova dalam bentuk baso balado ataupun rendang baso. Nah ini apalagi inspirasi yang saya temui sian tadi di kampung halaman saya. 

Tanya punya tanya ternyata si mas yang menjual ini aslinya dari Wonogiri. Datang merantau ke ranah Minang ikut saudaranya yang dagang baso juga, di belakang outlet dia ini. 

 


Dari wonogiri banyak bis ke Jakarta dan dari Jakarta dia lebih suka memilih bus NPM ke Batusangkar ini. Ata kalo tak dapat bus NPM pilihannya SAN.

Inilah realita hidup, bagi orang orang yang memiliki jiwa pedagang, pejuang dan petarung. Kuncinya adalah kemauan hijrah, atau merantau. Orang minang banyak yg ke Jawa dan ternyata yang dari Jawa tak sedikit pula yang ka Minang. Dan keturunan anak anak PUJAKUSUMA ini adalah bentuk keindonesiaan kelak di negeri ini, selain yang juga melakukan perkawinan dengan orang minang di ranah minang itu sendiri.

Pujakusuma adalah singkatan dari Putra Jawa Kelahiran Sumatra seperti sahabat saya Om Susilo tadi yang kelahiran Palembang, yang kedua ortu berasal dari Jawa, dan dia sendiri tetap memilih istrinya juga orang jawa. Dan kami dipersatukan oleh anak anak kami yang juga bersekolah di tanah Jawa, di pondok Gontor Darussalam. 

Demikian sekelumit cacatan perdana saya setelah trip perdana ke sumatra tahun ini, tahun 2020.

Kapau, 12 Desember 2020

Jam 20.56

Rabu, 09 Desember 2020

Joey

Joey, adalah pria kulit putih dari Amerika  yang sedang berkunjung ke Inggris.


Suatu malam Joey masuk ke sebuah restoran  di London. Begitu masuk, ia melihat seorang pria Afrika  kulit hitam dengan santai duduk sambil  membaca koran di sudut restoran.

"Pelayan!" teriaknya.
"Saya traktir semua orang di restoran ini,  kecuali orang kulit hitam Afrika di sana!"  ucapnya dengan lantang sambil menunjuk  pria Afrika itu.

Pelayan mulai melayani untuk semua orang  yang ada di restoran, kecuali si pria Afrika.
Pria Afrika tersebut hanya menatap Joey dan  berkata, "Terima kasih!"
Ucapnya sambil mengangguk.

"Wah ngeledek nih orang," pikirnya.

Joey menuju bar: "Bartender! Minuman gratis untuk semua disini, kecuali orang Afrika yang duduk di pojok sana!"

Sekali lagi, bukannya marah, si Afrika hanya  tersenyum sambil mengangguk ia berkata, "Terima kasih."

Joey, si Amerika kulit putih semakin bingung  dibuatnya. Ia memanggil si pelayan: "Apa dia itu sudah  gila?" Sambil menunjuk pria hitam itu.
"Tidak, ia tidak gila" Pelayan itu tersenyum, "dia adalah pemilik restoran ini."

Joey terkejut mendengar penjelasan si  pelayan dan merasa sangat malu.
Saking malunya, ia langsung pergi keluar dan  menyebrang jalan. Tanpa Joey sadari, sebuah mobil yang berlari  kencang tiba-tiba menabraknya. Mobil itu tidak berhenti menolong Joey dan langsung kabur.

Para pelanggan restoran berhamburan keluar ingin melihat apa yang terjadi dengan Joey.
Namun tak ada yang peduli dengan Joey.  Tidak satu orang pun dari semua yang telah  ia traktir makan dan minum, mau  membantunya.
Pria Amerika itu terkapar di jalanan dan  hanya menjadi tontonan warga.

Dengan sigap pria Afrika kulit hitam kembali  ke restoran, menyalakan mobilnya dan  membawa si Amerika ke rumah sakit  terdekat.
Setelah siuman, Joey bersusah payah,  mencoba bangkit dari tempat tidur dan ingin  meminta maaf.

Namun belum sempat terucap dari mulutnya,  si Afrika langsung berkata, "sudahlah, aku  sudah memaafkanmu sejak awal."

Setelah dirawat beberapa hari, Joey  dinyatakan sembuh dan boleh pulang.
Namun Joey kaget melihat di bawah tagihan  Rumah Sakit tertulis 'Lunas'.

"Siapa yang membayar ini semua?"
"Teman yang menemani bapak selama  dirawat di rumah sakit ini," jawab pihak  rumah sakit.

Joey bergegas menuju restoran pria kulit  hitam. Ia langsung ke sudut restoran mencari pria kulit hitam itu biasa berada, namun,  orang yang dicarinya tidak ada disana.
"Dimana pria kulit hitam pemilik restoran  ini?"

Belum sempat si pelayan menjawab, muncul  seorang pria kulit hitam berpakaian rapi dari  belakang menimpali,
"Saya pemilik restoran ini, ada apa ya pak?"

"Bukan anda yang saya maksud, saya mencari pria tua kulit hitam yang beberapa hari lalu  duduk di pojokan itu,"

"Itu ayah saya, dia baru saja meninggal 5 hari lalu dan sekarang saya adalah pemilik  restoran ini," jawab pria muda itu.
"Sebelum meninggal dia menitipkan ini jika  ada orang kulit putih yang mencarinya,"  ucapnya sambil menyodorkan kertas.

Dipenuhi rasa sedih bercampur penasaran, ia membaca isi kertas itu.
Si pria Afrika kulit hitam tersebut menulis untuknya :

"Tolong sampaikan kepada sahabat kita semuanya untuk senantiasa menjaga Protokol Kesehatan dengan tetap melaksanakan 3M secara ketat."

"_Andai butuh makanan uenak sesuai salero kampuang asli Kapau, Bukittinggi silakan hubungi #DapurBundoNova 08121962368._
πŸ˜‰πŸ™πŸΌπŸ™πŸΌ

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...