SMS: Solar Masih Susah (part 6)
Setelah rehat di RM Simpang Raya Tempino kendali bus diambil alih oleh Bang Anto, sekitar jam 3 dini hari. Bang Dayat yang sebelumnya membawa kembali ke "kandang singa" rehat kembali.
Bawaan Bang Anto cukup stabil, sat set mendahului kendaraan yang ada di depannya. Jalanan sepi membuat bus bisa melaju agak kencang. Penumpang Kemabli tidur dalam buaian mimpinya masing-masing, termasuk Bundo yang ada di sisi kanan saya. Tak lama saya pun menyusul.
Menjelang adzan subuh saya kembali terbangun dan tak berapa lama bus pun berjalan perlahan. Mencari posisi yang aman untuk berhenti di sisi kiri jalan. Dan di depannya ada mesjid yang indah. Mesjid Ar Rahman namanya.
Adzan berkumandang dengan syahdunya. Bundo yang masih terlelap saya bangunkan. Kemudian saya turun perlahan, menunggu Bundo di bawah sembari mengambil gambar syantik masjid besar ini.
Kemudian kami masing-masing menuju area wudhu yang terpisah di kiri dan kanan mesjid. Lumayan panjang juga ukuran mesjid ini hingga ke area wudhu nya. Saya pun masih sempat melaksanakan rutinitas pagi sebelum subuh. Dorongan yang mendesak untuk dikeluarkan setiap bangun dari tidur. Setelah selesai langsung berwudhu dan masuk ke dalam mesjid untuk menunaikan sholat fardhu. Alhamdulillah saya bersyukur karena selama safar ini subuh senantiasa terjaga berjamaah di Masjid. Sesuatu yang sangat sangat saya syukuri.
Tak lama selesai sholat saya sempat Kodak interior mesjidnya. Mesjid yang bagus didalamnya, juga dikelilingi AC yang banyak. Luar biasa mesjid yang berada di jalan lintas Sumatra ini.
Keluar dari mesjid baru saya sadari adanya aroma karet. Mengingatkan saya akan area Simpang Haru di Padang dan area jembatan Leighton di Pekanbaru, dimana waktu itu kokoh berdiri pabrik pengolahan karet. Aroma yang sama saya temui pagi ini.
Tak lama sambil menunggu Bundo keluar dari mesjid saya memesan satu cup susu jahe instan. Mendengar cerita ibu yang menjual di sekitaran mesjid ini. Biasanya ada sekitaran 5 bus yang parkir di sini dari Padang menunaikan sholat subuh katanya. Subuh ini hanya bus kami saja parkir di sini. Namun beberapa kendaraan pribadi lumayan banyak. Begitu juga sepeda motor penduduk sekitaran berjejer rapi di sisi kiri mesjid.
Tak lama saya mengiringi langkah Bundo masuk ke dalam bus, saya melipir sejenak mengambil gambar lainnya. Setelah itu saya menyapa seorang bapak yang ada di warung asesoris, yang juga baru selesai sholat subuh di mesjid tadi. Eh, ternyata dia dari Baso Bukittinggi. Pernah sekolah di MTI Kapau dan pernah tinggal di Surau Sirah di kampung halaman Bundo sekitar tahun 1981-1987. Anaknya ada dua orang anaknya di sekitaran daerah Sungai Lilin ini. Satu berkeluarga dan satu masih bujang. Alhamdulillah pertemuan dengan orang kampuang awak di rantau ko lain Lo seronyo. Lumayan panjang "Ota" kami hingga supir dan kru bis mempersilakan para penumpang naik kembali ke bus.
Tak lama berselang bus sudah berjalan kembali menyambut pagi. Beberapa kali bus berjalan melambat ketika melihat SPBU. Solar masih saja susah dicari. Dan akhirnya bang Anto dan kru memutuskan membeli Dexlite seharga 300.000 rupiah agar bus tak berhenti di jalan nantinya. Apa boleh buat. Menurut bang Anto lebih baik dexlite ketimbang solar yang ada di pinggir jalan di depan SPBU. Jauh lebih aman, katanya.
Negara sudah tak sanggup mengatur ketersediaan bbm buat mmasyarakat, pahal itu jelas2 hak kita sebagai rakyat
BalasHapus