Sabtu, 31 Desember 2022

Setahun Bersama Sembodo (Part 3)

Alhamdulillah selama menunggu transit dari Executive Class ke Executive Plus, yang lebih kurang satu jam lamanya, banyak hal yang bisa saya lakukan. Selain memanfaatkan waktu sholat di awal waktu, saya juga bisa memantau kedatangan bis dari rantau di Ranah Minang ini. Alhamdulillah ada Palala Belibis yang saya tumpangi tanggal 18 Desember yang lalu bersama Palala Sakeso yang masuk jam 12.30 di Terminal Bareh Solok ini. Di susul kemudian oleh Sembodo Al Aziz, Executive Plus. 

Masuk siang nya bus bus ini pertanda perjalanan aman selama jalur lintas timur yang mereka lalui. Dan berdasarkan info dari driver Al Aziz, kondisi merak Bakauheni juga aman. "Jarak tempuh selat Sunda pun stabil, dengan kapal executive ditempuh 1 jam", katanya. 

Dan di Terminal ini pula ada 3 atau 4 bus MPM serta satu ANS yang akan membersamai perjalanan kami ke rantau. 5 bus ANS sudah jalan lebih dahulu. Ada juga NPM Sutan Class yang berangkat lebih dahulu. 

Waktu transit juga kami nikmati dengan makan sate sesuai permintaan Dhifa. Serta beli sebotol susu dingin yang dia sukai. Perpindahan barang pun dibantu oleh kru Sembodo dari EC ke EP. Agent yang di terminal Solok pun ramah. Sembodo yang kami naiki ini berjulukan As Salam, yang artinya Maha Pemberi Keselamatan. InsyaAllah dengan Ar Rahiim dan As Salam ini kami sampai nanti di rantau dengan penuh kebersyukuran. Aamiin. 



Keluar dari terminal Solok sekitar jam 2 siang, termasuk terlambat dibandingkan bus lainnya yang sudah berangkat. Namun tak mengapa, yang penting kenyamanan tetap terjaga. Memang bus ini luar biasa servicenya. 

Ada pramugari nya, yang menginformasikan kondisi bus, service makan dan jam tempuh serta berdoa bersama yang disampaikan ketika bus sudah berjalan dari terminal. 30 jam perjalanan yang akan ditempuh, andai semuanya lancar. Penyampaian ini layaknya apa yang kita temui di atas pesawat saja. Setelah itu snack dibagikan kepada masing masing penumpang. Keren, pokoknya. 

Sepertinya pramugari itu ada di Executive Plus nya Sembodo, dan pramugara itu di Executive Class. Ini yang saya amati selama naik Sembodo dari Bukittinggi hingga saat tadi. Alhamdulillah beli satu tiket dapat merasakan perbedaan dua kelas Sembodo ini. Oh ya, pramugari atau pramugara ini menawarkan minuman kepada "passenger"nya. Boleh Terima atau tidak tergantung kita saja. Atau buat sendiri pun bisa. 

Tak lama berselang lepas terminal juga naik pemusik jalanan. Namun yang ini keren. Be-rabab dia di atas bus yang kami tumpangi ini. Hiburan asli ranah Minang yang sengaja saya videokan. Silakan dikomentari ya. Sayangnya saya tak sempat menyapa siapa namanya tadi, karena saat itu sebenarnya sedang fokus menulis jilid sebelumnya. 

Sepanjang perjalanan kami berpapasan dengan bus bus lainnya yang datang dari rantau. Ada ANS, NPM, Gumarang Jaya dan lainnya. Sempat mengejar ANS yang dahulu berangkat tadi dari terminal bareh Solok. Dan setelah itu saya sempat juga terlelap sejenak. Saya tak ingat berapa lama saya tertidur. Bangun menjelang Kiliran Jao, sekitar jam 16.10.

Dan di Pulau Punjung ada dua penumpang lagi yang naik, di nomor bangku 13 dan 14. Memasuki rumah makan Umega, bus Sembodo As Salam ini mengisi solat dahulu. Persiapan dalam perjalanan panjang nanti. Ini yang selalu menjadi kendala sepanjang Jambi dan Sumatra Selatan. Solar terbatas dan antri, apalagi di malam hari. 



Alhamdulillah jam 17.25 bus berhenti rehat di RM Umega. Rehat sejenak selama 30 menit sesuai apa yang disampaikan oleh drivernya.


https://dandidinda.blogspot.com/2023/01/setahun-bersama-sembodo-part-4.html

Setahun Bersama Sembodo (Part 2)

Setelah Sembodo Ar Rahiim yang kami tumpangi selesai nyolar, perjalanan dilanjutkan lagi. Lumayan juga waktu tunggu hingga solar terisi di sini. Lebih kurang setengah jam antri dan ngisinya. 

Ketika bus keluar dari SPBU, naiklah satu penumpang sesaat. Sesaat saja, ketika yang "dijojokan" nya ada yang beli. Babalanjo juo lah si Bundo akhirnyo. "Paragede jo panukuik angek" yang dijual oleh pedagang tersebut.


Dan ternyata bus tak masuk ke Terminal Bukit Surungan Padang Panjang. Hal ini disebabkan karena tidak ada penumpang yang naik di sana. Bus melaju memasuki kota Padang Panjang. Kami menikmati perjalanan dalam kota ini sambil makankudapan yang tadi dibeli Bundo. Pergedel jagung dan pancake nya enak. Masing masing nya Bundo beli 10.000 rupiah saja. 

Dan ketika sampai di Kubu Karambia, bus Sembodo ini melaju terus menuju Ombilin. Ternyata tak masuk ke Terminal Dobok Batusangkar. Tak ada penumpang sepertinya. Selepas ini saya sempat tertidur. Dan bangun bangun ketika sudah sampai di Pasar Ombilin. 

Saya bangunkan juga Dhifa dan Bundo untuk sama sama menikmati pesona Danau Singkarak. Tetapi mereka berdua memilih tidur. Saya yang berada di no seat no 1, tak bosan bosannya memandang ke arah Danau. Pesonanya begitu kuat. 


Riak Danau yang cukup besar menandakan angin berembus dengan kencang nya. View rumah makan yang berada di tepian danau Singkarak sangat menggoda saya. Jujur saja, jika berkendara di jalur ini saya ingin mampir untuk sekedar ngopi di sini. Ada banyak pilihan, diantaranya RM Angin Berembus, RM Tanjung Indah dll. Banyak pilihan, tak ada yang tak enak di sini. Apalagi semilir angin Danau yang berembus ditingkahi oleh cuaca cerah ceria, akan memanjakan mata kita. Bilih Singkarak yang terkenal disertai nasi panasnya akan memanjakan selera anda. Sayang hal begini tak bisa kita nikmati dengan bus, kecuali bus ALS saja. Hanya ALS yang berhenti makan di RM Angin Berembus. 

Dan disepanjang jalan di pinggir Danau Singkarak ini terlihat dia akses jalan menuju Gontor 9. Yang pertama selepas jembatan Ombilin dan satu lagi di Singkarak. Gontor 9 salah satu kampus Gontor yang berada di atas awan. 


Dan di sini juga timbul niat saya suatu saat nanti pengen berkeliling Danau Singkarak bersama anak anak. Entah itu dengan mobil ataupun sewa kapal. Sepertinya asyik, membersamai kegiatan seperti ini bersama mereka dan bundanya. Dengan mereka "bonding"-nya beda. Moga asa ini terwujud kelak. Asa yang simple simple saja. Murah meriah tentunya, tapi bermakna. 


Tak terasa juga Danau Singkarak terlewati, jam 12 kurang sudah sampai di perbatasan antara Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Perkiraan jam 12.20 sudah sampai di Terminal Bareh Solok. Kudapan yang masih tersisa masih saya nikmati. 

Dan akhirnya jam 12.23 Sembodo sudah sampai di loketnya di TBS. Ada pemeriksaan di pintu masuk Terminal sebelumnya. Formalitas saja sepertinya. Dan naik lagi tiga orang pedagang, yang jual sate, nasi goreng dan "pinukuik". Rezeki para pedagang ini ada juga di sini, di setiap bus yang masuk ke Terminal. Mereka sopan semuanya, ini terlihat dari cara mereka menyapa para penumpang. 


Di terminal ini kami melakukan sholat jamak qashar. Allah lebih suka fasilitas yang Dia berikan dimanfaatkan, apalagi digunakan di awal waktu. Dan bagi para musafir, sholat jamak qashar adalah fasilitas yang Allah berikan. Setelah selesai sholat saya dan Bundo menemani sang buah hati untuk jajan. Melepas selera sang buah sebelum dia balik ke pondoknya nanti. Sate adalah pilihan kami. Satu sate kami nikmati bersama. Seru kan itu? 


Dan di TBS ini kami menanti bus Executive Plus Sembodo. Saya sempatkan juga dengan jalan jalan ke PO bus lainnya yang baru datang dari rantau serta yang akan berangkat bareng dengan Sembodo. 


15.00 WIB 

https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/setahun-bersama-sembodo-part-3.html

Setahun Bersama Sembodo (Part 1)

Alhamdulillah pagi ini tepat jam 9.40 kami memulai perjalanan balik ke Tangerang bersama Sembodo. Perjalanan balik ini pas bertepatan di akhir tahun, tanggal 31 Desember. Perjalanan yang panjang menempuh lebih kurang 1.300 km di mulai dari saat ini, dari Pool Sembodo di Jambu Aia Bukittinggi. 

Kami ke pool tadi diantar oleh adik ipar, Yan, yang tadi malam datang sekalian menjemput anaknya Rara, yang telah menjadi teman bermain Dhifa selama liburan akhir tahun ini. Kebersamaan antara Dhifa, Rara dan Affan yang dari Pekanbaru, melengkapi kebahagiaan sang nenek. Nenek yang didatangi oleh tiga orang cucunya dari tiga kota yang berbeda. Ikatan emosional yang dibentuk oleh mereka ini InsyaAllah akan terasa hingga nanti mereka dewasa. Sayang suasana ini belum sempurna sebenarnya dibandingkan libur lebaran tahun lalu, yang jauh lebih lengkap karena yang dari Batam juga datang. 


Nenek yang tinggal sendiri semoga terpuaskan. Semoga bahagia dan semoga doa doa untuk anak cucunya untuk kembali berkumpul lagi, Allah wujudkan. Dan tugaskan kami untuk menghadirkan kebahagiaan selama dua minggu di kampung halaman Allah jadikan sebagai amal ibadah dan pembelajaran bagi anak anak kami tercinta. InsyaAllah, bagaimana kami hadir untuk nenek saat ini, semoga begitu pula kelak ketika kami sudah tua nantinya. Ikhtiar kami hanyalah memberi contoh bagi mereka. 

Dan entah mengapa Allah takdirkan pula kami naik Bus Sembodo yang berjulukan Ar Rahiim ini hingga terminal Bareh Solok nanti. Ar Rahiim yang merupakan salah satu sifat Allah SWT yang kita yakini, yang bermakna Maha Pengasih, pas banget dengan kondisi yang kami alam selama ini. Dan InsyaAllah di TBS nanti kami akan berganti dengan Executive Plus Sembodo. Namun diantar dengan Ar Rahiim tentu melengkapi rasa kebersyukuran kami menuju rantau. Belum tahu Sembodo yang berjulukan apa yang akan kami naiki nanti. Tp yakin inilah bus pilihan terbaik saat ini. 


Menulis sambil menikmati daerah Lemersing sangat membuat saya enjoy. Sebelah kiri saya terlihat daerah Sungai Pua, yang sering saya lewati jika bepergian dari Kapau menuju Padang. Shortcut yang asyik untuk dinikmati. Alamnya yang indah dan dari sungai Pua ini jelas terlihat kota Bukittinggi. Jalan alternatif menghindari macet di Padang Lua. Namun dengan bus Sembodo yang beriringan saat ini dengan MPM, tak terasa sampai di pertigaan jalan dari Sungai Pua, jam 10.04.


Pasar Koto baru sepi karena bukan hari pasarnya membuat perjalanan ini lancar. Padahal di sini biasanya termasuk salah satu titik macet. Pos Polisi di sebalah kanan mengingatkan saya akan momen "Mandaki" bersama teman teman dulunya. Entah itu mendaki gunung Marapi ataupun Singgalang. Lokasi ini adalah starting awalnya. 

Menikmati alam sambil sesekali menulis hingga nanti bis berhenti di Terminal Busur Padang PanjangPanjang adalah kesenangan tersendiri. Saya memang sangat menikmati suasana seperti ini, andai tak pegang stir. Daerah Lembah Marapi Singgalang adalah daerah yang subur dengan segala olahan pertanian. Gunung di kiri kanan jalan seolah memuaskan mata memandang. Tertutup pesan, InsyaAllah kami akan pulang. Pulang seperti ini ataupun pulang untuk masa tua nantinya. 


Ponpes Nurul Ihlas terlewati sudah. Setahun yang lalu kami mampir di sana. Ada sahabat yang menjadi guru matematika nya. Sahabat dari HMI yang juga orang Kapau. Sementara di sisi saya Dhifa sudah tertidur dengan pulasnya. 


#####


Momen pulang kampung kali ini terasa bedanya. Tanpa pegang kemudi, lain suasananya. Namun kebersyukuran membersamai Nenek senantiasa terjaga. 


Datang kami dari rantau dijemput adik ipar yang dari Pekanbaru, Amni Deka Desra dan balik kami ke rantau diantar adik ipar yang dari Padang,Yan Rifnal. Seolah sudah ada kesepakatan saja rasanya, bersama "pambayan" saya ini. 


Hal yang tak terlaksana seperti biasanya kali ini adalah makan bersama, bertiga. Biasanya kami makan bertiga di Pakan Kamih. Makan nasi Kapau ni Nen dengan menu pilihan masing masing.


Nuansa saja yang biasa kami cari, namun kalo soal rasa, olahan samba mintuo, sing ada lawan. Segala lauk yang dimasak oleh Ama Asma Yati "lamak bana". Dan dari ama lah #dapurbundonova mendapatkan restu untuk merintis kuliner Kapau Online. 


Dan pulang kali ini ada lagi tambahan ilmu yang didapatkan sang Bundo Nova. Semoga ada varian baru lagi di menu DBN.


#####


Jam 8.30 tadi dari rumah, kunci Avanza diserahkan Yang ke saya. Saya yang kangen membawa mobil, bagaikan mendapatkan durian runtuh. Gatal tangan bawa mobil akhirnya teratasi. Hehehe


Jam 9 kami sampai di pool Sembodo, langsung lapor dan nggak sampai setengah jam bus pun datang. Barang barang saya dibantu masuk dan susun di bagasi oleh kru kru yang ramah. 

Saat ini Sembodo nyolar dulu sebelum nanti mampir di terminal Bukit Surungan Padang Panjang. 


10.35 WIB

Sambil mendengar obrolan Bundo dengan anak gadisnya yang di Pakistan. 


SEMBODO MANIA COMMUNITY 

SEMBODO  (Semesta Bolo Transindo) MANIA


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/setahun-bersama-sembodo-part-2.html

Teh Talua Organik at Biaro


Menjelang jam 10 pagi, ada ajakan dari uni Hesti, alumni Kimia Unand Angkatan 87, untuk mampir di kulineran yang dia kelola. Namanya tempat nya sesuai judul di atas, Teh Talua Organik. Posisinya pas di seberang SPBU Biaro, yang ada mushola mungilnya yang beberapa kalo saya singgahi. Mushalo yang cantik dari luar dan dalamnya dan dibelakangnya berdiri kokok Gunung Marapi. 


Setelah selesai urusan di Kapau menjelang jum'atan, saya segera meluncur ke mesjid Nurul Huda yang berada di simpang Ampek Tanjuang Alam. Sengaja sholat di sini, karena sekalian mengambil jahitan yang titip jahit minggu lalu ketika baru datang dari rantau, Selasa 20 Desember lalu. Sesuai perjanjian dengan "kang jahit", hari ini selesainya. 

Selesai sholat dan mengambil jahitan, langsung meluncur ke BTJ, lokasi Teh Talua Organik ini. BTJ ternyata singkatan dari Biaro Takana Juo. Nama yang kerenkan? Yang ternyata jaraknya tak jauh dari Dangau Kawa, yang saya liput sebelumnya. 


Namun sebelum sampai di tujuan, sempat diguyur hujan beberapa detik dan saya terpaksa berteduh di AA Mart yang ada di sebelah kanan jalan. Setelah hujan reda perjalanan saya lanjutkan. Tak berapa lama sampai di BTJ. Masih sepi, begitu juga dengan SPBU di seberang BTJ, tak terlihat antrian kendaraan panjang. 


Saya lihat menu dan price listnya dan saya pesan minuman dan makanan buat disantap siang ini. Pesanannya adalah "Teh Talua Organik Original" yang menggunakan gula aren dan seporsi soto ayam dengan nasinya. Untuk teh telor harganya Rp 12.000,- dan soto serta nasinya Rp. 15.000,-. Untuk detail menu lainnya bisa dilihat di tabel yang sengaja saya sertakan. Alhamdulillah, masih terjangkau. 

Sementara pesanan saya dibuatkan, saya sempatkan untuk mengisi full tangki Mio yang saya gunakan. Ini sudah kebiasaan kami di Kapau, kalo mau balik ke rantau, motor harus terisi penuh. Dengan harapan mama tak repot dengan "minyak honda" bila ada yang akan menggunakannya nanti. Meskipun bukan motor keluaran terbaru, Mio ini "minumnya" pertamax, sesuai permintaan Mama Nova sejak dulunya. Alhamdulillah sampai sekarang motor ini senantiasa terjaga kondisinya dengan baik. Nggak pernah rewel. Yang agak rewel mungkin kantong yang ngisi "minyak"nya. Hahahaa. 


Tak lama berselang, teh telor yang saya pesan sudah siap untuk diminum. Dinginnya hari membuat yang dihidangkan tak menunggu lama untuk di sruput. Dari penampilan nya teh telor ini unik. Perpaduan antara SKM dan gula aren yang ditambahkan dibagian bawah gelas, indah untuk dilihat. Kentalnya bagian atas teh telor, membuat membal sedotan yang ditancapkan. Kentalnya terasa. 


Sengaja saya nikmati dahulu tanpa ditambahi jeruk nipis. Hmmm nikmatnya sangat terasa. Amisnya kuning telor nyaris tak saya rasakan. Setelah itu saya bandingkan dengan menambahkan jeruk nipis. Saya peras semuanya, setelah itu saya nikmati lagi dengan sedotan. Daaaaaan, kesimpulan saya, saya lebih suka tanpa jeruk nipis. Mungkin jeruk nipis nya terlalu banyak. But it's your choice, which one you like it. Tapi jujur saya lebih suka dengan pilihan pertama, tanpa jeruk nipis. Originalnya lebih terasa. Lamak bana. 


Tak lama kemudian, soto ayamnya datang. Sayang selayang, "angeknyo" agak kurang. Cuaca yang cukup dingin membuat panasnya cepat berkurang. Segera saja soto yang hangat ini saya habiskan. 


Suasana yang hening mulai terasa rame, karena satu per satu kendaraan terus bertambah. SPBU yang ada di seberang mulai nampak antriannya. Makin lama makin bertambah. Begitu juga bus bus mulai lewat, seperti Sempati Star, bus Pariwisata dan minibus lainnya. Menjelang jam 3 sore sempat terlihat Npm Sutan Class lewat menuju Payakumbuh. Dugaan saya ini bis dari rantau yang masuk, atau bisa juga bus yang akan verpal buat esok hari dari Payakumbuh menuju tanah Jawa. 

Tak lama kemudian uni Hesti mendatangin saya. Saling sapa dan akhirnya kami ngobrol panjang lebar. Si uni sempat di jakarta juga dulunya. Tahun 2011 balik ka kampung halaman. Diskusi ringan kami ini sesekali ditingkahi oleh angin yang bertiup cukup kencang. Cuaca yang sejuk, namun oleh angin yang dingin membuat punggung terasa dingin juga dihantamnya.


Lokasi yang dipinggir jalan, dengan dilingkupi oleh area persawahan dan bukit serta gunung di ujung mata memandang sangat asri untuk dinikmati. Obrolan ringan tak terasa, hingga saya sadar jarum jam sudah menunjukan angka 15.30 WIB. 


Saya segera pamit karena masih ada satu tugas lagi yang harus dilakukan. Yakni mengambil pesanan Bundo di Simpang Tugu Kapau.


Namun ketika akan membayar di kasir, si Uni mencegahnya. "Kan uni yang mengundang", katanya. Alhamdulillah, saya senang, tapi sungkan juga. 


Dan akhirnya obrolan berlanjut hingga ke parkiran. Meskipun motor sudah saya hidupkan, ternyata obrolan makin menarik. Ni Hesti ini ternyata adalah kakak kandung dari da Aidil Hiksan, senior saya di HMI dari fakultas Teknik Unand, angkatan 89. Da Aidil ini pernah menjabat sebagai ketua umum SMPT Unand, yang sering main ke jl. Beringin no 45 Lolong Padang. 


Alhamdulillah banyak kenal juga uni ini dengan tokoh IASMA termasuk kegiatan rutin IASMA yang ada di RM Sederhana jl. Pemuda Rawamangun. Artinya, uni Hesti ini suka reuni. Suka reuni berarti temannya banyak. Kesimpulan akhir saya. :) 


By the way, di area BTJ ini masih ada lapak yang bisa dijadikan mitra bersama dalam hal mengelola kulineran lainnya. Ni Hesti terbuka tangan, bila ada pihak lain yang mau bekerjasama mengembangkan dan menjadikan area Biaro TakanaJuo ini sebagai tempat kuliner maupun rest area di jalur rame sepanjang Bukittinggi Payakumbuh ini. 


Dan bagi alumni Unand umumnya, silakan singgah ke sini. Dijamin Tah Talua Organik nya enak untuk dinikmati. Ada banyak variannya serta kudapan lainnya untuk dinikmati bersama teman teman dan keluarga, tentunya. 


Kapau, 31/12/2022

06.15 WIB

Jumat, 30 Desember 2022

Silaturahmi di Oil City

Menjelang maghrib kami beranjak dari Perumnas Tahap 3 Duri. Ada kerinduan melewati area masa kecil dahulu di sekitaran lapangan kuning Duri Barat, yang telah berubah menjadi terminal. Terminal yang belum maksimal digunakan. 


Setelah memarkirkan kendaraan, saya menuju gerobak miso Pice. Saya berpikir beliau tak ingat sama sekali dengan saya. Namun dugaan saya salah. Melihat saya datang beliau sudah tersenyum dan menjabat tangan saya. Lama sekali tak bertemu dengan da Pice ini. Usia beliau beberapa tahun di atas saya. Namun lapangan kuning, yang sekarang menjadi terminal, dulunya adalah pemersatu bagi kami. Di sini kami bermain bola, dari seluruh penjuru, dari delapan mata angin. Di sini kami saling kenal satu sama lainnya, dari segala umur. Selain bermain bola, di lapangan ini kami bermain dan bertanding layangan dulunya. Istilah "balandik" dulu sangat familiar bagi kami, dan saya rasa istilah ini sudah hilang dari peredaran. Mungkin hanya generasi saya ke atas saja yang masih ingat kata "balandik" ini. 


Setelah memesan mieso da Pice ini, saya melihat bang Madi. Bang Madi dulunya jago sepakbola. Pemain handal dengan klub Venusnya. Saya sempat masuk tim Venus Junior tetapi tak bisa berkarir di bola kaki ini seperti teman saya Dodi Yuzarman. Saya akhirnya lebih fokus ke studi. Walau masih main bola, saya nggak banyak mengikuti kompetisi antar sepak bola. Selain itu saya juga sempat cedera bahu ketika usia 13tahun. Ada yang retak di bahu sebalah kiri waktu itu. Teman saya Dodi dll sempat lanjut menjadi pemain club Venus ini. Klub yang sangat disegani waktu itu, selain PS. Caltex, PS. RMI dsb. 


Dari bang Madi saya akhirnya mencicipi teh talua nya. Bang Madi ini sudah sangat jauh berubah. Alhamdulillah, kami sama sama sholat maghrib di mushola yang ada di terminal ini. Musholah yang cukup rame jamaah nya ketika saya sholat maghrib tadi malam. 


Setelah selesai sholat dan membayar apa yang dimakan dan diminum saya, saya lanjutkan silahturahmi ke rumah Gesfi Kenda. Dari wall efeknya saya mendapatkan kabar bahwa mama dan adiknya meninggal dalam waktu yang berdekatan beberapa waktu yang lalu. Alhamdulillah, bisa ketemu dengan papanya Iges, yang sekarang menjadi pak RW 09 Duri Barat. Selain menyampaikan duka, kehadiran saya juga untuk merawat silaturahim almarhum mah ibu saya dengan keluarga Iges ini. Banyak cerita kami di sini. Menjelang azan ista saya Nova dan Dhila pamit melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya. 


Sebenarnya pengen berlama lama di kawasan pertanian ini, bersilaturahmi dengan lanjut dengan teman teman ibu lainnya, yang juga anak anak mereka adalah teman teman saya juga, namun waktu terlalu kasip. Sudah ada lagi janji dengan teman teman alumni SMP Gaya Baru jam 20 di warung juice Melvia Body. 


Sudah di infokan oleh Imel di WAG kami, dan katanya ada ketan durian yang menjadi jamuan malam nantinya. Awal nya saya agak ragu juga, karena malam ini bertepatan dengan final leg pertama Indonesia vs Singapura. Ragu saya hanya sedikit yang bisa hadir. Dan ternyata... 


Lumayan banyak yang datang. Lapeh taragak jo kawan kawan. Ada Hendra Sutra Samsuar SH Megawati, Susanty Lee Syaiful. Habis durian nna dibali, habis katanya nan dimasak dek Imel. Suasana perkawanan kami masih seperti dulu dan juga bangga karena sang bundo Nova dan Dhila pun bisa "masuk" dalam obrolan kami malam itu. "Sabana mantap, sabana sero basuo jo kawan lamo".


30 Desember 2021


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid021iTtSTpag1s6YUPwHd6o6UhpmkjRyHQEszNsGcyRoPRo7g5AHkX9UveZveNHfJswl&id=750344173&mibextid=Nif5oz



Kamis, 29 Desember 2022

Kawa Daun Biaro

Alhamdulillah, akhirnya mampir juga di sini. Padahal sudah beberapa kali direncanakan, namun selalu saja ada halangan. Sudah lama melihat lokasi ini sepanjang jalan yang ditempuh ke Kapau terutama sejak tahun 2013. Sebuah penantian yang lama juga. 


Menjelang sore berakhir, setelah trip silaturahmi ke Situjuah menemui Datuak Itam. Dingin tangan sepanjang perjalanan dengan motor harus dihangatkan sejenak menjelang sampai di Kapau. Angin dingin dan cuaca yang sangat bersahabat membuat bagian yang terbuka menjadi dingin. 

Ketika masuk ke Kawa Daun yang ada di daerah Biaro ini parkiran sudah penuh dengan mobil dan motor. Menyelip di antara mobil dan akhirnya bisa juga terparkir dengan rapi Mio yang saya  tunggangi sedari Situjuah Kab. 50 Kota tadi. Ada sekitar 40 an menit berkendaraan plus rehat sebelum nya di masjid cantik dan mungil di pinggir jalan saat adzan mulai berkumandang. Kecepatan rata rata antara 40-50 km/jam.

Sangat mengasyikan mengendarai Mio di "labuah luruih" antara Payakumbuh dan Bukittinggi ini. Di saat sepi, agak bisa dipacu mendekati angka 60 dan di saat macet di tanjakan Baso, bisa slap slip di kiri atau kanan mobil yang berjalan perlahan. Di beberapa titik menjelang SPBU terlihat antrian mobil yang kadang memakan badan jalan. Begitu juga mendekati pasar Baso. Namun semuanya bisa dilewati, tanpa mengabaikan keamanan dan keselamatan sesama pengendara. Waspada di jalan raya, harus senantiasa dijaga. Jangan sampai lengah. 


Nah menjelang ke simpang Ampek Tanjuang Alam, kita rehatkan badan sejenak di sini. Suasana yang sedikit dingin, kita hangatkan dengan segelas Kawa Talua Jahe dan gorengan yang ditawarkan di dalam piring rotan yang dihidangkan. 


Ternyata setiap pengunjung yang datang, yang memesan minuman yang dipesan, gorengan ini adalah hidangan wajibnya. Terserah pengunjung mau makan berapa dan apa saja, nanti dibayar ketika akan meninggalkan lokasi ini. 


Ada banyak pilihan minuman di sini dengan berbagai harga yang bisa disesuaikan dengan ukuran kantong masing masing. Tetapi sejauh yang saya amati di "price list" yang terpasang di banner yang ada di dalam ruangan tak ada yang mahal mahal amat. Harga termahal bagi segelas minuman hanya Rp. 12.000,- yakni Kawa Telor Jahe. Yang lainnya dibawah itu dan yang terendah hanya Rp. 4.000,-. Sedangkan untuk setiap gorengan dihargai Rp. 1.500,-  satu nya. Murah bukan? 


Alhamdulillah, dalam keramaian ini saya bisa menikmati alam yang terbentang di bagian belakang. Area persawahan, rumah penduduk dan pepohonan memenuhi kaki, pinggang hingga ke puncak Gunung Marapi yang berdiri kokoh menjaga Ranah Minang. Dan dibalik gunung Marapi tersebut, adalah kampung halaman saya. Luhak Tuo Tanah Datar. 


Sambil menikmati Kawa Talau Jahe yang enak dan InsyaAllah sangat berkhasiat, disertai dengan tiga buah gorengan, catatan ini saya tuliskan. Alhamdulillah tulisan ringan, sambil menikmati kuliran yang ringan juga, hobby menulis ini tersalurkan. 


Di antara keriuhan pengunjung, baik dari anak muda yang sepantaran, maupun orang tua yang disertai anak anaknya, kunikmati tegukan terakhir dari Kawa ini. Telornya terasa, Jahe nya pun terasa. Kehangatan mengalir di tenggorakan setiap tegukannya. Alhamdulillah. InsyaAllah bentar lagi kita lanjutkan perjalanan ke rumah, yang jaraknya hanya 4.2km dengan waktu tempuh sekitar 8-10 menit. 


Biaro, 29/12/2022

Jam 17.17 WIB.


Bagi yg mau ke sana bisa klik link berikut:

Dangau Kawa 0813-8752-0599 

Selasa, 27 Desember 2022

Ngarai Cafe

Setelah seminggu sampai di kampung halaman, di Kapau Bukittinggi baru sekarang kita sempat membawa buah hati main di Ngarai Sianok. Penyebabnya adalah "kaget" dengan cuaca di kampung halaman, sehingga pencernaan kami agak terganggu. 


Alhamdulillah cuaca hari ini sangat bersahabat. Dengan mengendarai sepeda motor kami berangkat dari rumah. Mendadak saja sifatnya. Tanpa perencanaan sejak pagi. Ini semuanya setelah melihat Dhifa sudah mulai makan banyak dan lahap. 


Suasana di Ngarai tetap rame meskipun hari ini hari kerja. Banyak Wisatawan Nusantara yang memanfaatkan waktu bersama keluarganya main di daerah yang sangat asri ini. 

Ngarai yang dialiri sungai yang bening sangat memanjakan kaki anak-anak maupun orang dewasa yang bermain di kedangkalan aliran sungai Sianok ini. 

Angin yang bertiup sepoi sepoi membuat mata ingin terpejam saja rasanya. Suasana yang tenang, meskipun agak banyak kendaraan pribadi yang berseliweran, sangat mendukung untuk "healing" di sini. 


Alam yang cantik, menu makanan yang enak dan terjangkau membuat kita mau berlama lama di sini. Dan tak kalah menu andalan yang saya sukai adalah teh Telor Tapai nya. 

Teh telor tapai nya sangat kental. Tapainya terasa halus sekali, manis. "Tagak tali sedotan dek-nyo".  Alhamdulillah, kan selalu diingat menu favorit ini di sini. Mantaaaap bana.

Dan kesukaan anak anak adalah roti bakar, pancake dengan topping es krimnya, nugget dan mie gorengnya serta indomienya. Aneka makanan dan minuman kekinian lainnya pun ada. Agak bersabar menanti bila pengunjungnya rame. Namun waktu tunggu akan terasa sempit bila kita bisa menikmati suasana alam yang asri ini dengan obrolan ringan di sini bersama keluarga atau bermain, menjelajahi daerah wisata yang murah meriah ini. 

Anak-anak suka ke sini. Area bermain dengan alamnya yang terbuka. Ngarai dengan tebingnya yang menjulang di dua sisinya, serta aliran sungai yang bening menjadikan liburan bersama keluarga terasa indahnya. Apalagi kulinernya yang enak dan nggak mahal. Sangat terjangkau oleh ukuran kantong siapapun. 


Dan ini adalah liburan ketiga kalinya bagi Dhifa ke sini. Desember tahun lalu Dhifa bareng kakaknya Dhila. Libur lebaran kemarin Dhifa bareng abangnya Imam. Dan saat ini bersama sepupunya, Rara dan Affan. Alhamdulillah selalu menyenangkan bagi mereka. 


Oh ya di sini, kamar mandi dan WC-nya bersih. Airnya bening dan dingin bagaikan air es. Musholah pun ada, lengkap dengan sajadah dan mukena bagi kaum Hawa. Jadi jangan takut untuk tidak bisa melakukan ibadah bersama keluarga tercinta di sini. 


Dan alhamdulillah, makan dan minum ber-enam kami di sini totalnya Rp. 126.000,-. Parkirnya pun gratis. Alhamdulillah, ini semua semoga bisa dipertahankan. Kadang masalah parkir di Kota Wisata ini sering menjadi masalah sensitif, apalagi kalau main "pakuak". 


Sukses bagi penggiat kuliner dimana pun berada, yang membebaskan areanya untuk parkir yang bersifat "main pakuak", terkhusus bagi pengelola Ngarai Cafe ini. 


Semoga tulisan ini menjadi promosi bagi penggiat kuliner di Ranah Minang. Alamnya elok, kulinernya lamak, harganya bersahabat, pengelolanya ramah dan parkirannya tertata serta bayar sewajarnya. 


Ngarai Cafe, 26/12/2022

16.50 WIB

Selasa, 20 Desember 2022

Malala Jo Palala (Part 7)

Rehat ketiga di RM Umega terasa sempit sekali waktunya. Sampai sekitar jam 18.20 dan berangkat lagi sekitar jam 19.00. Sebagian penumpang Palala 03 yang berjulukan Belibis ini ada yang sempat makan, tak sempat sholat, sholatnya di bus jadinya. Ada yang sempat sholat tak sempat makan, seperti saya dan keluarga, akhirnya makan sate di atas bus. 


Semuanya ini bisa dimaklumi. Penyebabnya adalah kemacetan yang terjadi sebelumnya di Sungai Lilin. Biasanya bus Palala dan bus lainnya masuk siang di RM Umega yang sangat legend ini, ini datangnya sudah menjelang maghrib. Bahkan bus NPM belum ada yang datang di sini. 


Para supir dan kru Palala ini, dugaan saya jauh lebih mementingkan kedatangan para penumpang jangan sampai terlalu larut sampai di tujuan. Begitu juga dengan kru bus yang juga harus berangkat lagi esoknya. Rerata PO bus harus putar kepala sesampainya di tujuan. Maklum musim liburan, penumpang membludak, baik dari ranah maupun yang dari rantau, bus langsung putar kepala. Kru juga butuh jaga stamina dengan rehat yang cukup sesampainya di kota tujuan terakhir. 


Dan kondisi di dalam bus menuju Kota Solok ini, ada tidur lagi sehabis makan, ada juga yang harus mengkoordinasikan kedatangan mereka dengan pihak keluarga by phone, terutama yang harus turun di jalan, bukan yang di terminal. Kalo di terminal InsyaAllah relatif masih aman, karena pihak bus maupun pedagang lainnya masih rame. Mengapa? Karena semuanya armada terlambat masuk, berarti pedagang masih harus sabar menanti di terminal tersebut. Belum lagi para content creator alias youtuber yang ada di Terminal Bareh Solok yang selalu rame meliput. 


Penumpang pertama Belibis yang turun ada di Muaro Kalaban. Seharusnya mereka tujuan akhirnya di "Kota Batiah" Payakumbuh, akhirnya memilih turun di sini. Ada sanak familinya di Kota Sawahlunto. 


Perjalanan malam menuju Solok kadang ada lancarnya, kadang ada tersendatnya. Tersendat karena adanya beberapa truk yang jalan beriringan dengan sangat lambat, bermuatan berat. Alhamdulillah bang Rony, second driver dari Belibis ini, agak lihai kalo jalan malam hari. "Lihai bawa mobilnya", kata anak Medan. 


Jam 22.26 bus masuk TBS. Ada pedagang "paragede" yang pertama kali masuk ke dalam bus. "Menjojokan" pergedel jagung mini-nya seharga 10.000 untuk 8 biji. Paragede yang enak, hangat dan lembut enak buat cemilan malam. 


Para penumpang yang turun di Solok mulai turun. Ada sekitar 30 menit lebih bus Belibis berhenti di sini, sembari menunggu Palala kedua yang datang. Ada administrasi yang diselesaikan oleh "Supir Satu" dengan agen Solok buat kedatangan hari ini dan juga untuk keberangkatan esok paginya. 


Bus Palala ini adalah bus pertama yang datang dari rantau. Meninggalkan bus ANS Kirana dan Johny Walker serta Sembodo Executive Plus masih di belakang. Mereka adalah teman se-iring sejak Muaro Bulian hingga masuk kabupaten Muaro Bungo. Info kedatangan Palala sebagai armada tercepat malam ini valid, karena saya mendengarkan langsung penuturan pedagang sate yang saya nikmati satenya malam itu serta agent dan youtuber yang ada. 


Sate di terminal Solok "lamak", meskipun yang dagang menggunakan semacam "bentor". Ini saya denger dari youtuber yang ada di TBS juga. Alhamdulillah seporsi sate ini dengan tiga tusuk sate ayamnya, hanya 10.000. Plus 2 ribu untuk sebungkus "karupuak lado" nya. Total makan sate dengan keripik singkongnya, saya hanya bayar seharga 14.000 saja. 


Sambil makan sate saya juga ngobrol dengan penumpang lainnya. Uda Son dan Uda Ali dua sahabat baru saya dalam perjalanan, yang dulunya mereka berdua adalah 'Penari Lintas Sumatra' seperti saya, yang akhirnya memilih Bus untuk pulang kampung akhir tahun ini. Beralih karena ingin yang praktis dan ringan dalam hal pembiayaan dan tetap bugar dalam perjalanan. 


Sampai dua bus Palala ini meninggalkan terminal Kota Solok ini, belum ada bus lainnya yang masuk. Belibis menuju kota Payakumbuh dan Sageso menuju kota Padang.


Di Sumani, turun lagi satu keluarga dan setelah itu kita menikmati suasana malam sepanjang Danau Singkarak hingga ke Ombilin. Lumayan indah dan syahdu juga suasana menjelang pergantian hari ini. Sebenarnya suasana jalan sore di sini yang saya harapkan. Akan banyak keindahan alam dan kuliner yang bisa kita nikmati dari atas bus. Sayang, malam pun tetap masih bisa menikmati keindahnya dengan lampu lampu para nelayan dari kejauhan. 


Di Ombilin, da Son dan keluarga nya pun turun. Saya ikut bantu bantu mengeluarkan barang mereka dari bagasi bus. Bantu mereka artinya juga membantu diri saya sendiri, suatu saat kelak. Ini prinsip yang saya coba lakukan. Membantu orang lain, sejatinya kita membantu diri kita sendiri. So simple kan? 


Lanjut menuju Batusangkar, jalan menanjak dan agak sempit mulai terasa. Dan di Simpang Gobah Rambatan, bang Ali pedagang Cipulir dan keluarganya pun turun. Tak berselang lama satu keluarga lagi, udanya ini pedagang di Tanah Abang, turun bersama istri dan dua putri mereka. Sama sama orang Turawan dan saling kenal mereka ini. 


Pergantian hari kami ada di terminal Dobok Piliang Batusangkar. Saya yang sengaja pindah ke depan sejak dari Ombilin, menikmati obrolan bersama kru Palala dan seorang youtuber dari Solok, yang aslinya orang Jawa kelahiran Lampung, Teddy JNP. Saya sempat melihat rumah orang tua yang sekarang dikontrakan di jalan lintas Limo Kaum. Ada satu lagi rumah yang sedang dibangun oleh Nitha, sepupu saya. Dan di Limo Kaum pun naik satu orang lagi youtuber yang akan meliput Palala ini esok hari ketika mulai start dari Kuranji Kota Payakumbuh. 


Tak terasa jam satu dini hari kami sudah berada di Padang Panjang dan sempat melihat Sembodo yang melintas di depan. Sembodo yang tak masuk ke terminal Dobok tentunya. 


Beriringan berjalan, bahkan sempat meninggalkan Sembodo ini ketika ada penumpang yang turun di Panyalaian Padang Panjang. Jam 01.30 bus Palala ini masuk di Jambu Aia, tempat agennya. Penumpang yang di Bukittinggi pun turun di sini. Di sini supir berkoordinasi dengan agent untuk pergantian beberapa spare part bus dan validasi penumpang untuk esok harinya. 


Setelah selesai urusan, perjalanan Belibis ini lanjut ke kota terakhir, Payakumbuh. Saya turun di Simpang Tanjung Alam, sesuai yang dijanjikan oleh bang Rony Baron. Jam 01.40 saya turun untuk merampungkan perjalanan bersama Palala 03 yang sangat menyenangkan. Menyenangkan karena saya dapat saudara baru, sesama penumpang dan kru Palala, serta dinda Teddy sebagai youtuber di ranah minang yang bukan orang minang. Selama di perjalanan kami selalu bercanda, penuh kebahagiaan. Keren kan? 


Amni Deka yang sudah menunggu di Simpang Tanjung Alam, sangat ringan tangan membantu mengangkat barang barang kami. Dan sebelum lanjut ke rumah, kami masih sempat memesan dua teh telor dan satu sekoteng buat dibawa pulang. Satu lagi teh telor buat pak Yos, "assisten driver" yang juga turun di sini. Pak Yos ini sebenarnya adalah supir Gumarang Jaya, yang sempat kehilangan SIM nya. So sementara waktu dia menjadi stokar sementara buat Palala hingga selesai nanti SIM nya yang lagi proses di kota Bukittinggi. Dan bang Fadli Kumarang dan bang Ronny ApRinando Maniacreceh ini adalah juga mantan drivernya Gumarang Jaya juga. Mantap juga kan hubungan baik mereka. Bersaing, namun tetap bersahabat. Saling membantu pun tetap. Keren kan? 


Dan sebagai penutup tulisan ini, saya pribadi menyampaikan pesan kepada para owner PO Bus apapun itu. Jadikanlah para driver ini sebagai keluarga besar PO anda, sebagai bagian terbesar dari asset perusahan anda. Di tangan mereka inilah maju mundur nya perusahaan yang anda miliki, yang anda kelola dan yang anda jalani. Andil mereka sangat menentukan akan kepuasan para penumpang. Berikan service terbaik kepada para driver anda semuanya. Kepuasan yang mereka dapat dari perusahaan akan memberikan kepuasan juga kepada pelanggan bus tentunya. 


Saat ini loyalitas penumpang sangat tergantung kepada service yang diberikan, baik dari segi armada maupun keramahan para driver dan agent yang Anda miliki. Dan itu saya dapatkan selama perjalanan bersama Palala E03 berjulukan Belibis ini. Pertahankan, kalau perlu bisa ditingkatkan. 


Terimakasih kepada Bang Fadli dan Bang Ronny Baron sebagai Driver 1 dan 2 Belibis, serta bang Indra Tan Sati sebagai agent di Kreo. Keramahan anda semuanya sangat berkesan bagi saya pribadi. 


Kapau, 20 Desember 2022

21.13 WIB

Senin, 19 Desember 2022

Malala Jo Palala (Part 6)

Setelah rehat kedua di RM Simpang Raya Bayung Lencir, dua Palala ini segera menyusul ANS yang berjulukan Kirana. Kendali kemudi kali beralih ke bang Fadli Kumarang sedangkan bang Rony mengambil posisi di belakang, tidur di "kandang macan" nya. 

Saya masih bisa menikmati perjalanan hingga masuk ke Simpang tempino. Menikmati perjalanan dari atas bus ini sangat mengesankan ketimbang membawa mobil sendiri. Banyak hal yang bisa dilihat, termasuk bagaimana hamparan kebun sawit dan kebun karet di sepanjang lintasan. Begitu juga posisi duduk yang di tengah bus, bantingan ketika bus manuver sangat terasa juga. Apalagi sepanjang jalan yang ditempuh hingga Muaro Bungo masuk di lintas tengah Sumatra, kita akan dijejali tikungan yang tajam. Bus meliuk liuk di pinggang bukit. Turunan ataupun tanjakan yang disertai dengan belokan yang tajam agak mengocok perut yang baru saja terisi. Saya sedikit merasa mual. Tidur adalah pilihan tepat. 


Di beberapa spot saya benar benar tertidur. Ketika bangun ternyata di depan sudah ada ANS Kirana dan Johny Walker serta Sembodo Executive Plus dan Palala Sageso di depan. Entah kapan menyalip nya itu sang fenomenal Johny Walker dengan driver kandangnya da Ir. JW ini memang terkenal handal, sering menjadi ANS pertama yang masuk terminal Bareh Solok. 


Namun secara perlahan satu per satu kembali disusul dan dilewati oleh Sang Belibis, Palapa 03 ini. Kelincahan bang Fadli ini boleh juga. 


Dalam perjalanan saya nikmati dengan keripik tempe Bundo Nova. Keripik tempe enak, menurut kami dan juga customer #dapurbundonova. Berbagi dengan teman awal  seperjalanan adalah suatu kebahagiaan. Begitu juga dapat barteran dengan kuaci sebagai "parintang-rintang" hari, sambil menemani obrolan dengan da Son, teman sebangku saya. Begitu juga ketika melihat sungai Batanghari ada aktivitas orang menambang emas, menurut penuturan da Son. Ada beberapa titik tambang ini dengan mesin yang diapit oleh dua perahu bersisian. 


Sempat tertidur lagi dan terbangun ketika mau masuk pertigaan Muara Bungo menuju lintas tengah Sumatra dan mendapat kabar bahwa dua ANS Kirana dan Johny Walker sudah mendahului kami. Dan dari arah ranah minang sudah nampak satu per satu bus ANS, NPM, Palala, MPM, EPA Star dan lainnya. Saling klakson ketika berpapasan. 


Melihat waktu yang agak mepet, saya pun kembali ber tayamum untuk melaksanakan sholat zuhur dan ashar. Kondisi sangat tidak lagi memungkinkan untuk bisa melaksanakan nya di RM Gunung Medan. 


Tepat jam 18.20 bus kami sampai di rumah makan, tempat istirahat ketiga kalinya. Sudah ada EPA Star dan Yoanda Prima yang akan menuju kota Palembang sepertinya. Belibis masuk duluan, disusul oleh Sageso, Sembodo dan terakhir satu bus Transport Express yang masuk. NPM belum ada yang datang dari rantau sama sekali. Betul betul mengalami keterlambatan semua bus yang dari Rantau hari ini masuk ke ranah minang. 


Saya segera ke kamar mandi, karena ada yang ditahan sejak tadi. Urusan ke belakang selalu jadi persoalan bila naik bus umum jarak jauh ini. Setelah selesai saya sholat sambil menunggu Dhifa dan Bundanya juga. 


Melihat waktu yang sempit, tak mungkin makan malam di RM Umega ini, saya menyeberangi jalan. Ada sate yang jadi pilihan saya buat dimakan di atas bus. Saya pesan 3 bungkus sate ayam dan kerupuk singkong nya dengan total satu lembar uang berwarna biru, totalnya. Alhamdulillah, urusan kampung tengah terselesaikan sementara waktu. InsyaAllah aman hingga nanti sampai di Kapau. 


Dan ternyata bukan saya saja yang dikejar kejar waktu. Hampir semua penumpang merasakan hal yang sama. Waktu rehat yang terbatas seperti ini bisa dimaklumi karena para supir Palala baik Belibis dan Sageso pengen cepat sampai di terminal Bareh Solok, agar para penumpang tidak terlalu terlambat sampai di tujuan. 


Efek kemacetan akibat adanya truk tabrakan menjelang Sungai Lilin Sumsel kali ini berakibat fatal juga bagi bus yang menuju ranah minang. Biasanya Palala ini selalu masuk siang di RM Umega, sekitar jam 11 - 12, menurut info tukang sate yang saya beli tadi. 


Bahkan ketika kami meninggalkan rumah makan, belum satu pun NPM yang sampai. Ada keterlambatan sekitar 5-6 dari waktu normal sepertinya. Namun yang penting semua penumpang selamat sampai di tujuan. Bisa berlibur di ranah minang, di kampung halaman. 


Saat ini menuju Solok, kendali kemudi Belibis ditangan  bang Rony. InsyaAllah nanti bang Rony akan menurunkan kami di Simpang Tanjuang Alam. 


19 Desember 2022

20.30 WIB


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-7.html

Malala Jo Palala (part 5)

Salah satu kenyamanan dengan PO Palala dan juga beberapa armada bus kini adalah ketersediaan tempat buat men charge HP. Ini yang dibutuhkan oleh para penumpang sehingga komunikasi tetap terjaga, seperti yang saya lakukan saat ini. Alhamdulillah sudah di episode ke lima trip report saya saat ini, tanpa takut battery akan low, ataupun lupa bawa power bank sekalipun. 


Selain itu ada fasilitas AVOD di tiap seat nya. Penumpang tinggal bawa earphone atau headset saja, sudah bisa menikmati audio video. Selain Palala, yang ada AVOD nya adalah PO Sembodo. Yang lainnya baru sebatas TV LCDnya. 


Tepat jam 9.30 Belibis masuk ke halaman RM Simpang Raya yang ternyata sudah didahului oleh ANS Kirana sebagai satu satunya wakil ANS yang datang duluan. Setelah Belibis diikuti oleh Sageso. 


Sebagian penumpang langsung menuju kamar mandi, termasuk saya dan keluarga. Alhamdullilah sambil menunggu dua bidadari yang masih di kamar mandi, saya sempatkan juga sholat Dhuha dua rakaat. 


Tak lama berselang kami masuk ke rumah makan, memesan satu porsi soto pake nasi, satu porsi tanpa nasi, satu teh manis hangat dan satu gelas teh telor. Sisanya kami menghabiskan nasi bungkus dengan daun pisang dan dendeng lambok made in asli #dapurbundonova. Plus sebungkus karupuak jariang nan kamek yang ada di meja makan. Total makan yang kami bayar 78.000 semuanya. Alhamdulillah, makan lamak, makan kanyang harga minimalis. Karena bekal dari rumah masih ada. Hanya tinggal sepotong dendeng saja lagi. 


Dalam asyiknya makan, ada telpon dari Riko yang kebetulan sedang berada di tempat yang sama. Alhamdulillah, atas izin Allah kami dipertemukan di sini. Riko adalah adik saya juga dari kampung halaman di Limo Kaum. Profesinya sebagai driver truck yang bolak balik Batusangkar Jakarta, sering rehat dan makan di sini. Entah mengapa sebelum sampai di Simpang Raya saya sempat telpon dia, tapi tak terjawab. Dia call back saat saya lagi makan dan dia baru mau jalan meninggalkan rumah makan ini. Akhirnya dia tunda keberangkatan nya, dia ditemui dan temani saya makan, sambil ngobrol ringan. Sempat saya tanya, "Mau nggak pindah menjadikan bus driver?". Dia jawab dengan senyuman. Tentu ada plus minusnya. Semoga tanya saya tadi bisa menjadi bahan fikiran buat Riko ini. Hidup penuh dengan tantangan dan pilihan. Ya kan? 


Tak lama kemudian kami berpisah. Kirana sudah siap jalan, Belibis dan Sageso pun demikian. Namun sebelum jalan, sambil menunggu penumpang naik ke dalam, crew Palala kompak membantu sedikit problem di wiper nya Sageso, seperti gambar yang saya ambil. Kekompakan sesama kru adalah satu kekuatan tersendiri. Bagi penumpang ini ada hikmahnya. Mereka yakin bahwa dalam perjalanan kenyamanan dan keselamatan adalah hal yang utama, apalagi sesama PO. 


Penumpang sudah naik semuanya dan sang Bundo masih sempat membeli buah duku atas permintaan sang putri tercinta. Rp 25.000/kg harga yang dijual pedagang di sini. Laris manis. Banyak penumpang yang beli. Bundo mungkin dapat sisanya saja lagi. Namun tak mengapa, yang penting sang buah hati senang. 


Dan ketika saya naik, sapaan saya ke bang Fadli Kumarang yang dibalik kemudi berbuah senyuman manis khas keramahan nya. Begitu juga dengan bang Rony yang mau istirahat di "kandang macan" nya. Dua orang Driver Belibis ini adalah ex Gumarang Jaya. Masih muda, usia sekitar 36 dan 31 tahun, tapi lincah nya di belakang kemudian, bukan main. 

Saat ini menuju Muara Bulian hingga rehat berikutnya di RM Gunung Medan. Mengiringi ANS Kirana dan Sembodo Executive Plusnya. Sembodo ini adalah teman jalan sejak masuk kapal di Merak kemarin sore. Bahkan kami parkir bersisian. 


Senin, 19/12/2022 

11.22 WIB


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-6.html

Malala Jo Palala (Part 4)

RM Bukit Indarung adalah rehat pertamanya PO Palala ini. Ada dua bus Palala yang beriringan masuk ke rumah makan ini menjelang jam 7 malam. Belibis datang lebih awal disusul oleh Sageso. Rehat di sini selama hampir satu jam. Penumpang sholat dan makan. 


Sageso keluar lebih dahulu disusul oleh Belibis. Kendali Belibis diambil alih oleh Bang Rony. Bang Fadli Kumarang istirahat. Jalan malam di tol Sumatra yang relatif kurang penerangan, tak membuat Palala 03 ini kurang greget larinya. Jalan berdua dengan Sageso terasa asyik ditemani cahaya rembulan yang seperempat. Satu per satu kendaraan lain didahului. 


Terlelap dalam keheningan bus dengan iringan musik yang seadanya hingga terbangun ketika sudah sampai di kota Palembang. Bus "nyolar" selepas sekitar pergantian hari. Duo Palala mengantri di SPBU sekitar terminal Alang Alang Palembang. Alhamdulillah tak begitu panjang antriannya. Belibis di depan, baru Sageso. 


Dalam antrian ini saya mampir sejenak ke Alfamart yang ada di SPBU ini membeli air mineral yang sudah menipis dan beberapa batang silver queen buat Dhifa. Penghilang kejenuhannya nanti. 


Tak lama sesudah "nyolar", bus jalan kembali menuju lintas timur Sumatra. Dinginnya AC makin terasa membuat tubuh ini spontan menarik selimut dan bantal yang disediakan oleh PO Palala ini. Selimutnya cukup tebal. Hampir semua penumpang terlelap. 


Tersentak bangun kembali ketika macet parah menjelang subuh menjelang daerah Sungai Lilin. Ada truk patah as katanya. Macet dua sisi. Jadi teringat "Horor di Lintas Sumatra" saat mudik ramadhan kemarin. Ketika Palembang-Betung itu ditempuh selama 12 jam. Bisa dilihat lagi catatan saya berikut: http://dandidinda.blogspot.com/2022/04/horor-di-jalintim-trip-report-2.html?m=1

Sholat subuh kami laksanakan di bus dengan tayamum saja. Sang supir sempat minta maaf kepada penumpang karena tak bertemu dengan mushola atau mesjid selama macet parah ini. Bang Rony meminta penumpang untuk sholat di dalam bus saja. Alhamdulillah saya dan Dhifa sudah melaksanakannya. 


Ada kebanggaan dengan si bontot ini. Dia tak perlu lagi ditunjuki bagaimana ber-tayamum. Satu semester di pondok sudah bisa diandalkan bagaimana menjalankan ibadah di perjalanan. Sudah paham semuanya, tanpa perlu bimbingan lagi dari ortunya. Itu kami amati sejak dia dijemput di Mahad Riyadhul Qur'an Kudus, Sabtu lalu. 


Sepagi ini masih dalam kemacaten. Sepertinya bus Palala kami adalah yang di depan. Banyak bus lainnya yang berada di belakang, seperti NPM, ANS, Sembodo dll. Belibis ini masih bisa ngeblong di iringi oleh Sageso di belakangnya. 


Dan baru beberapa menit ini baru papasan dengan bus-bus dari ranah minang yang menuju Jakarta. Ini menunjukkan bahwa macet terjadi di dua sisi. Baru mulai beranjak perlahan, tak lagi tertahan seperti sebelumnya. Prediksi saya ada keterlambatan sekitar 3-4 jam dari waktu normalnya. 


Semoga sebentar lagi kami bisa rehat di RM Simpang Raya. Makan pagi judulnya. Karena sarapan telah kami lakukan di dalam bus. Dengan segelas kopi panas dan sepotong roti ba'da subuh tadi. 


Dan kemudi Belibis sudah kembali diambil alih oleh bang Fadli. Gantian bang Rony nya yang istirahat di "kandang macan".


Menikmati dendang Panbers sambil menuliskan trip report ini

07.12


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-5.html

Minggu, 18 Desember 2022

Malala Jo Palala (Part 3)

Selesai sholat dan makan dengan bekal yang dibawa dari rumah kami lanjut obrolan ringan bertiga. Obrolan ringan sehabis makan antara suami, istri dan anak adalah sesuatu yang asyik dan mengasyikan. Apalagi dalam suasana perjalanan seperti ini, saya yakin akan menjadi rekaman yang hebat dan kuat bagi si bungsu kami ini. Ada banyak memori yang bersileweran dalam momen makan bersama di Kapal seperti ini. Sudah jadi tradisi setiap pulang kampung. Namun nuansanya kali ini agak beda. 


Dulu ketika mobil baru saja masuk kapal, kami langsung cari tempat yang nyaman buat rehat dan tiduran, sholat dan makan. Saya yang makan lebih dulu, karena sebagai supir saya harus tidur selama di kapal untuk beberapa saat. Satu jam, dua jam tidur bagi saya sangat cukup untuk menempuh perjalanan malam selepas "menginjak" pulau Sumatra. Namun kali ini sangat sangat santai sekali. Saya bisa nimbrung ngobrol dengan Dhifa dan Bundanya. 


Puas ngobrol, kami keliling mencari suasana lain. Maklum di ruang lesehan tempat kami makan ini, pendingin ruangannya sangat kurang. Agak gerah. Namun untuk mencari ke tempat lain, agak susah juga. Karena hampir semua ruangan penuh. Bahkan lantai dan lorong pun terisi, saking overload-nya penumpang di kapal Port Link III ini. 


Kami bertiga mengitari kapal, luar dan dalam, sambil memanfaatkan momen photo berdua dengan sang Bundo. Si bontot masih belum mau ber-"kodak" bersama kami. 


Dan ketika sampai pada satu rungan ber AC dan bersofa banyak, memori kami berputar pada mudik lebaran bulan puasa yang lalu. Ruangan itu tempat kami rehat dan saya tertidur pulas di sofanya. Waktu itu kami pulang kampung berempat. Ada abang Imam. Kakak baru memulai kuliahnya di Islamabad Pakistan. Jadi nggak ikut bersama kami. 


Tak terasa sebagian penumpang sudah turun ke dek bawah, kami pun ikut menyusul. Di luar sudah mulai tampak pulau Sumatera. Bakauheni makin dekat. 


Dua bus Palala ternyata parkir berdekatan. Seri Al dan Seri B. Seri A menuju Payakumbuh dan seri B menuju Kota Padang. Dan yang saya ingat pasti bahwa bus yang kami tumpangi tadi berada bersisian dengan Executive Plus-nya Sembodo. 


Saya langsung masuk, diikuti oleh Dhifa dan Bundanya. Saya sempat bertanya kepada Bang Fadli Kumarang pilot-nya Belibis ini, dimana rehat dan berapa lama jaraknya ke sana. Alhamdulillah Palala punya supir yang ramah dan sigap menjawab tanya penumpangnya. Sekalian saya dapatkan nama FB beliau, yang akhirnya di-tag dalam trip report saya kali ini. Bang Fadli akan mengawaki Palala E03 ini hingga ke RM Bukit Indarung Bandar Jaya. 


Keluar dari kapal beriringan dengan bus NPM dan Bintang Permata Bunda. Menapaki tol Sumatra sepertinya sang Belibis tidak langsung tancap gas. Agak tersendat di tanjakan yang lumayan tinggi ini. Namun pasti, perlahan lahan kecepatan mulai meningkat selepas KM 33. Satu per satu kendaraan lain disalip oleng bang Fadli. 


Batas tipis antara siang dan malam mulai terlihat di ufuk barat. Masuknya waktu maghrib ternyata tampak jelas bagi saya di atas Palala ini. Gerimis sesekali menyirami tol yang kami tempuh hingga keluar di gerbang Toll Gunung Sugih. 


Jam 18.45 sang Belibis sampai di RM Bukit Indarung. Para penumpang sebagian besar menuju kamar mandi, berwudhuk dan sholat jamak qashar maghrib dan isya. RM ini sedang berbenah. Ada renovasi bagian depan rumah makan dan juga perluasan musholanya. 


Selesai kami sholat ternyata, Palala Seri B sudah sampai. Rumah makan rame. Kami tidak makan di sini, karena perut masih terasa kenyang. Dendeng lambok #dapurbundonova masih terasa nikmat. Warna merah sambelnya tadi menggoda untuk menambah porsi nasi dan kentang baladonya "lamak bana". Namun Dhifa minta dibelikan ea krim yang tadi sempat dia intip. Dan saya membeli sebungkus roti coklat kacang, buat ganjalan jika tengah malam nanti berasa lapar. 


Ketika naik ke bus, ternyata oh ternyata aroma pop mie menggoda "galang-galang". Ada beberapa anak anak menikmatinya. Maklum di bus Palala ini ada dispenser buat air panas. Jadi ortu tinggal siapkan pop mie nya saja. Begitu juga bagi yang mau ngopi atau bikin susu buat anaknya juga gampang. Semuanya siap seduh.


Tulisan ini saya tulis ketika sebagian penumpang sudah mulai lelap dalam impiannya masing-masing. Hanya musik dengan suasana sayup sayup sampai, menemani saya. Tol Sumatra yang gelap, dua bus Palala menikmati perjalanannya. Nyaris tak ada penerangan jalan. 


Bang Fadli, driver satu Belibis mungkin sudah tidur rehat sehabis makan di RM Bukit Indarung tadi. Kemudi diambil alih oleh bang Rony yang ditemani oleh bang Eri di depan. Ada satu lagi penumpang di bangku CC. 


Belibis ini akan tetap berjalan, merayap di sepanjang lintas Sumatra hingga nanti rehat subuh di RM Simpang Raya Bayung Lencir Sumsel. Semoga tak ada halangan, Allah lindungi kami dalam perjalanan malam ini. 


Tol Sumatra menuju Palembang

20.23 WIB


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-4.html

Malala Jo Palala (Part 2)

Lepas dari terminal Poris Tangerang tadi lewat sedikit dari jam 11 siang. Masih diiringi oleh content creator yang mengiringi telolet Palala E03 hingga masuk pintu Tol. Bahkan lambaian tangan saya masih bisa mereka balas, meskipun motor mereka sudah di bagian bawah jalan tol. Nampak kebahagiaan mereka bisa mendapatkan liputan klakson Palala yang heboh ini. 


Tak ketinggalan sebagian penumpang di bagian depan memvideokan juga aksi youtuber unik ini. Anak muda kreatif. Kadang tangan kiri sang pengendara motor meliuk liuk menyesuaikan musik telolet sang Belibis ini. 


Di jalan tol semuanya berjalan lancar. Hanya ada sedikit kemacetan karena ada perbaikan dan pelebaran jalan tol menuju Merak ini. Saya sendiri lupa di KM berapa itu tadinya. 


Jam 12.30 Palala ini sudah keluar dari tol. Berbelok ke kiri mengikuti jalur lama. Bukannya lurus seperti yang biasa terios kami tempuh. Mungkin ini memang jalur bus Sumatra, yang harus berbelok ke kiri selepas keluar dari pintu tol terakhir menuju pelabuhan Merak. 


Tak lama, Palala 03 ini berhenti sejenak. Ada pedagang yang naik. Pedagang yang sudah saya ingat betul selama ini melalui youtube nya Ridwan Nurman dan Aditya Immotorium. Ternyata betul, bapak yang menjual nasi bungkus. Nasi Padang yang dia "jojokan" kepada para penumpang. 


Dan berdasarkan video kedua youtuber kondang tersebut, masakan pak Emen ini memang enak. Ada banyak variasi lauk yang dia tawarkan dengan harga yang sangat terjangkau. Budget sekitar 20-25 ribu per bungkus tergantung lauk yang diambil dan itu sudah termasuk sayurnya juga. Tersedia juga paket lauk, tanpa nasi. 


Dan ternyata naiknya pak Emen ini juga menjadi hiburan tersendiri bagi penumpang. Orangnya kocak, komunikasinya oke dan langsung nyambung bila diajak bercanda. Mungkin pengalaman di lapangan membuat dia harus seperti itu. Dan ternyata dia masih satu bendera dengan saya. Sama sama berkendara kuning. Luhak tuo. Luhak Tanah Datar. 


Masuk Pelabuhan lebih kurang sekitar jam satu-an dan saat itu pula snack box dibagikan oleh kru Palala. Lumayan buat ganjalan perut menjelang makan siang di kapal. 


Dan ternyata antrian kapal yang menjadi kendala, bisa jadi karena ombak lumayan besar. Agak lama menunggu kapal Port Link III. Begitu juga saat bongkar dan naik ke kapal. Mungkin karena kapal ini katagorinya besar. Sehingga agak lama semuanya. 


Di dalam kapal suasana sangat ramai sekali. Kapasitas kapal sepertinya sudah overload. Banyak penumpang yang duduk di geladak, di lantai. Tak mencukupi tempat duduk dan ruang lesehan yang ada. Umumnya didominasi oleh anak anak dan orang tuanya. 


Kami masuk kapal, langsung mencari masjid. Sholat jamak qashar baru kemudian kami makan siang. Makan dengan nasi bungkus daun yang telah disiapkan sang Bundo dari rumah dengan dendeng lambok sebagai lauknya. Buat Dhifa saya pesankan satu popmie kesukaannya. Harganya 'hanya' Rp. 15.000 di kapal penyeberangan Jawa Sumatra ini. Harga standar. Padahal kalo di pelabuhan kita bisa dapatkan dengan satu lembar uang sepuluh ribuan buat satu popmie siap makan ini. Kalo mau irit baiknya bawa dari rumah saja. Seduh dengan air panas yang ada, ataupun beli di kapal. 


Bagi saya yang penting Dhifa lahap makannya. Buat jaga stamina hingga nanti sampai di kampung sana. 


Di dalam kapal ini tadi terlihat ada 6 bus NPM, 2 bus Palala, 2 bus Sembodo, 1 bus Bintang Permata Bunda dan 1 bus Transport Express. Alhamdulillah kapal Port Link III ini, umumnya penuh dengan orang Padang. 


Semoga semuanya lancar hingga bisa "landing" di Pulau Sumatra. Semoga "lari sore" bareng PO bus Sumatra lainnya bisa kami nikmati sepanjang Jalur Tol Sumatra nantinya. Aamiin ya Rabb. 


Di atas Selat Sunda menuju Bakauheni

16.05 WIB.


Pilot Palala 03 "Belibis" Bang Fadli Kumarang


https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-3.html

Malala jo Palala (Part 1)

Alhamdulillah, setelah selesai satu tugas hari jumat dan sabtu kemarin, sekarang saatnya menunaikan tugas berikutnya. Yakni pulang kampung ke Kapau menggunakan armada PO Bus Palala. 

Segala yang direncanakan berjalan sesuai waktunya. Terutama berkaitan trip ke Kudus,  menjemput sang buah hati yang menjalani libur semester pertamanya di Pondok Pesantren Ma'had Riyadhul Quran. Atas izin Allah segalanya Allah mudahkan, lancar dan selamat dalam perjalanan. Inilah kuncinya. Dari sini berlanjut untuk liburan di kampung halaman, sesuai permintaan Dhifa, anak kami yang bontot saat ini. 


Tiket dengan PO Palala ini sudah kita booking hampir sebulan yang lalu. Bus ini termasuk salah satu bis yang relatif cepat sampai di ranah minang ini, selalu full seat. Memesan lebih awal, jauh lebih aman. 

Jam 8 pagi saya sudah diingatkan oleh da Indra, agennya di Kreo. Memastikan bahwa kami ready untuk berangkat hari ini. Dikabarkan bahwa penumpang harus stand by jam 09.30 di bawah kolong tol di Ciledug. Saya baru paham bahwa kenapa tempat ini dipilih sebagai tempat naiknya penumpang. Para supir sebenarnya ingin menghindari macet arah Kreo. Dari titik ini, di kolong tol Ciledug/Cipulir bis berputar balik masuk tol, menuju tol bintaro serpong langsung menuju terminal Poris. Bus Palala ini tidak masuk ke terminal Kalideres. 


Alhamdulillah, menjelang jam 10 bus datang. Ketika kami naik bus sudah hampir terisi penuh. Bus dari Karawang, mampir di Cikampek, terminal Kampung Rambutan, pondok Pinang sebelum mengambil penumpang di daerah Ciledug. Lumayan rame yang naik di sini. Dan yang agak bikin kaget, ternyata ada yang menyapa saya. Irna Dewita orangnya. "Da Jeje", katanya. Alhamdulillah selain Dewi, adik kelas di Kimia Unand angkatan 95, batambah juo dunsanak dalam perjalanan pulang kampung saat ini. 

Ada rombongan dari Turawan, Rambatan, yang dagang di Cipulir. Ada yang dari Karawang. Dua duanya rombongan yang akan ada hajat pernikahan di kampung halaman. Satu di Rambatan satu lagi Batipuh Padang Panjang. Takana maso mudo awak dulu dek nyo. Dari rantau, nikahnya di Kapau, 21 tahun yang lalu. 

Dek lamak ota, alhamdulillah nggak terasa bus jam 10.30 sudah masuk terminal Poris Tangerang. Menanti penumpang terakhir untuk lanjut ke pelabuhan Merak Banten. Alhamdulillah pas ketika bus Palala yang akan ke Padang, kami akhirnya meninggalkan terminal Poris jam 11.05.

Di terminal Poris ini kami menyaksikan para 'content creator' meliput bus Palala ini. Ada yang sejak keluar tol hingga masuk tol lagi meliput telolet bus yang asyik bukan main ini. Bermodalkan motor, penumpang yang di belakang mem-videokan bus ini, tentu sang supir bang Fadli sangat paham. Klakson asyik bernyanyi sepanjang liputan. Suaranya asyik. Palala 03 keren teloletnya. Sayang saya nggak sempat merekamnya tadi. 

Dari terminal Poris, Palala 03 yang berjulukan Belibis, full seat. Dan sebelum berangkat bang Fadli, pilot Belibis dan kru nya sempat makan lontong Padang yang berada di sebelah kanan bis tadinya. "Paruik supir kanyang", InsyaAllah ota bakalan dengan tenang. 

Alhamdulillah saat ini, jam 11.35 kami nikmati jalan tol dengan dendamg lagu Minang. Ada kepuasan dari para penumpang dengan servis dan keramaham kru. Do'akan perjalanan kami ini lancar ke ranah Minang. 

Tol Merak, 11.35


Part 2: https://dandidinda.blogspot.com/2022/12/malala-jo-palala-part-2.html

Pijar Park Kudus

Setelah sarapan dengan soto Semarang Mat Tjangkir porsi kecil kami lanjutkan balik ke penginapan sekitaran alun alun Kudus. Simpang Tujuh Re...